Pembukaan UUD 1945
"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."
"Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur."
"Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya."
"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada :
ah apakah mereka tuli dan buta? tidakkah mereka seharusnya memperjuangkan nasib anak-anak bangsanya, bagaimana tidak, di tangan merekalah tombak kemajuan bangsa akan di bawa. jika pada saat ini saja pendidikan untuk anak bangsa terabaikan, nasib Indoonesia untuk beberapa tahun dan belasan tahun bahkan puluhan tahun kedepan sudah bisa di tebak. Indonesia akan semakin terpuruk. mimpi untuk menjadi negara maju adalah omong kosong belaka. investasi terbesar terletak pada generasi penerus bangsa, tapi mereka semua lupa. oh mau dibawa kemana Indonesiaku ini? lihatlah generasi penerusmu, tidakkah kau tau ditangan merekalah kelak Indonesia akan bertumpu di pundak mereka. kalian buta apa pura-pura tuli?
Kami terlahir bodoh, mengharapkan pendidikan mencerdaskan kami. Tapi nyatanya pendidikan hanya diperuntukkan untuk orang-orang berduit. Siapa yang kami harapkan akan membantu meningkatkan kehidupan kami?
Pendidikan gratis berkuailtas, nyatanya tak pernah kami dapatkan. Pak bos, mana janjimu yang mengatakan menanggung biaya sekolah kami? Mana? Kami ingin sekolah, kami ingin pintar… kami juga ingin pakai seragam sekolah seperti anak-anak seusia kami.
Setiap hari kami hanya memakai baju lusuh, kami menyanyi di sepanjang sudut terminal, mengais rejeki untuk mengisi perut kami yang kelaparan. Hanya sekedar memikirkan untuk sekolah saja sudah ciut nyali kami. Siapa yang akan memberi makan kami kalau kami bersekolah, siapa yang akan membayar SPP dan buku-buka pelajaran kami? Orang tua kami pun menggantungkan hidupnya pada kami. Dari nada-nada dijalanan itu kami mengumpulkan pundi-pundi uang, berbekal alat music dari tutup botol kami mulai mengadu nasib. Rasa malu pun tak pernah kami hiraukan, malu bukan makanan kami. Yang kami tau adalah mengais rejeki sebanyak-banyaknya demi sebungkus nasi. Begitu saja sudah membuat kami sangat senang.
Pernah terbersit keinginan untuk bisa mencicipi bangku sekolah, tapi rasanya mimpi kami itu sangat melangit. Tuhan, salah siapa takdir kami seperti ini?
Kami dewasa terlalu dini Tuhan, masa kanak-kanak kami lewati dengan mengemis dan mengamen. Menyedihkan sekali, kami juga ingin pintar Tuhan, kami ingin merubah nasib kami. Kami ingin sekolah… kami ingin pintar…
Melihat anak-anak seumuran kami yang menenteng tas sekolah dengan digandeng ibunya, itu sangat membuat kami iri. Sedangkan kami setiap hari hanya menghabiskan waktu di jalanan, dari bis ke bis dari terminal ke terminal. Lihatlah baju kami lusuh, dan kami sangat kelaparan. Mana janjimu tuan yang bijaksana? Bukankah katanya hidup kami pemerintah yang menanggung? Apa itu bohong? Kami hanya ingin bersekolah, kami ingin tahu bagaimana rasanya duduk dengan seragam yang rapi berbaris mendengarkan penjelasan guru. Kami mendambanya, sangat mendamaba. Sedikit waktu untuk bersenang senang bermain bola kamipun tidak punya. Oh tragis, kami dewasa terlalu dini. Dan rasanya ini sangat tidak adil untuk kami. Tidak adil, tapi lagi-lagi kami hanya bisa diam. Sudahlah, mimpi kami terlalu melangit sepertinya.
0 komentar:
Posting Komentar