A.
Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang ekploratif
dan potensial. Dikatakan makhluk eksploratif, karena manusia memiliki kemampuan
untuk mengembangkan diri baik secara fisik maupun psikis. Manusia di sebut
makhluk potensial karena pada manusia tesimpan sejumlah kemampuan bawan yang
dapat di kembangkan.
Selanjutnya, manusia juga disebut sebagai makhluk yang memiliki prinsip tanpa
daya, karena untuk tumbuh dan berkembang secara normal manusia memerlukan bantuan
luar dirinya. Bantuan dimaksud antara lain dalam bentuk bimbingan dan
pengarahan dari lingkungannya. Bimbingan dan arahan yang di berikan dalam
membantu perkembangan tersebut pada hakikatnya di harapkan sejalan dengan
kebutuhan manusia itu sendiri, yang sudah tersimpan sebagai potensi bawaannya.
Karena itu, bimbingan yang tidak searah dengan potensi yang dimiliki akan berdampak negatife bagi perkembangan manusia. Dalam bukunya pengantar Psikologi kriminil Drs. Gerson W. Bawengan, SH. Mengemukakan pembagian kebutuhan manusia berdasrkan pembagian yang di kemukakan oleh J.P. Guilford yaitu kebutuhan individual, kebutuhan social dan kebutuhan manusia akan agama.[1]
Karena itu, bimbingan yang tidak searah dengan potensi yang dimiliki akan berdampak negatife bagi perkembangan manusia. Dalam bukunya pengantar Psikologi kriminil Drs. Gerson W. Bawengan, SH. Mengemukakan pembagian kebutuhan manusia berdasrkan pembagian yang di kemukakan oleh J.P. Guilford yaitu kebutuhan individual, kebutuhan social dan kebutuhan manusia akan agama.[1]
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tahap perkembangan manusia?
2. Bagaimana perkembangan
jiwa keagamaan manusia dalam psikologi
Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PERKEMBANGAN DAN JIWA
KEAGAMAAN
a. Pengertian perkembangan
Perkembangan adalah serangkaian perubahan progresif yang terjadi akibat proses
kematangan dan pengalaman, seperti yang dikatakan oleh Van din diale
perkembngan berarti perubahan kualitatif ini berarti perkembangan bukan
sekedar perubahan beberapa centimeter tinggi badan seseorang atau peningkatan
kemampuan seseorang melainkan suatu proses integrasi dan banyak stuktur dan
fungsi yang komplek. [2]
Dalam proses perkembangan perubahan- perubahan prilaku menurut tingkat usia
sebagai masalah antisiden (gejala yang mendahului dan konsekensinya). Pada
dasarnya ada dua proses perkembangan yang saling bertentangan yang terjadi
secara serampak selama kehidupan, yaitu pertumbuhan dalam kemunduran keduanya
mulai dari kemunduran sampai dengan berakhir dengan kematian.
Dala tahun-tahun pertama pertumbuhan berperan sekalipun perubahan-perubahan
yang bersifat kemunduran terjadi semenjak kehidupan janin pada bagian
selanjutnya kemunduran yang berperan sekalipun pertumbuhan tidak berhenti,
rambut tumbuh terus dan sel-sel terus berganti pada usia lanjut beberapa bagian
tubuh dan alam pikiran lebih banyak berubah dari pada yang
lain.
Seringkali pola perubahan itu mirip kurva berbentuk lonceng pada awalnya naik
dengan tiba-tiba mendatar selama usia pertengahan dan turun secara perlahan
atau mendadak pada usia lanjut,perlu di catat pola ini tidak pernah berbentuk
garis lurus walaupun dapat terjadi priode stabil yang singkat atau
berkepanjangan dalam kemampuan yang berbeda
b. Pengertian Bayi, Kanak-kanak,
Remaja dan Dewasa serta Lansia
masa
bayi merupakan perkembangan awal manusia yang belum mampu menunjukkan sikap
perubahan yang radikal hanya dalam gerak dan tawa, sedang masa kanak kanak
tahap perkembangan yang mengexplorasi lingkungan sekitar untuk menjawab
pertanyaan dalam benak mereka baik soal fisik, masalah masalah social dan lain
lain. Ketika mereka beranjak remaja mulailah mereka memikirkan hal yang tepat
dan menjadi keyakinan mereka dengan membanding bandingkan pendapat dari orang
lain. Saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kematangan jiwa mereka;
“Saya hidup dan saya tahu untuk apa,” menggambarkan bahwa di usia dewasa orang
sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup.[3] Dengan
kata lain, orang dewasa nilai-nilai yang yang dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankan
nilai-nilai yang dipilihnya.
Elizabeth B. Hurlock membagi masa dewasa menjadi tiga
bagian:[4]
1. Masa dewasa awal (masa dewasa dini/young adult)
Masa dewasa awal adalah masa
pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan
masalah dan ketegangan emosional, priode isolasi social, priode komitmen dan
masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri
pada pola hidup yang baru. Kisaran umurnya antara 21 tahun sampai 40 tahun.
2. Masa dewasa madya (middle adulthood)
Masa dewasa madya ini berlangsung
dari umur empat puluh sampai enam puluh tahun. Ciri-ciri yang menyangkut
pribadi dan social antara lain; masa dewasa madya merupakan masa transisi,
dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan prilaku masa
dewasanya dan memasuki suatu priode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani
dan prilaku yang baru. Perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan
masa sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan perhatiannya terhadap agama ini
dilandasi kebutuhan pribadi dan sosial.
3. Masa usia lanjut (masa tua/older adult)
Usia lanjut adalah periode penutup
dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun
sampai mati, yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan
psikologis yang semakin menurun. Adapun ciri-ciri yang berkaitan dengan
penyesuaian pribadi dan sosialnya adalah sebagai berikut; perubahan yang
menyangkut kemampuan motorik, peruban kekuatan fisik, perubahan dalam fungsi
psikologis, perubahan dalam system syaraf, perubahan penampilan.
c. Pengertian Lansia
Lanjut usia (lansia) menurut UU
Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia pasal 1 ayat 2 adalah
seseorang yang telah mencapai usia enam puluh tahun ke atas. Selanjutnya pada
pasal 5 ayat 1 disebutkan bah wa lanjut usia mempunyai hak yang sama dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pasal 6 ayat 1 menyatakan
bahwa lanjut usia mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. [5]
Manusia usia lanjut dalam penilaian
banyak orang adalah manusia yang tidak produktif lagi. Kondisi fisik rata-rata
sudah menurun sehingga dalam kondisi yang uzur ini berbagai penyakit siap
menggorogoti mereka. Dengan demikian, di usia lanjut ini terkadang muncul
semacam pemikiran bahwa mereka barada pada sisa-sisa umur menunggu kematian
Dari ayat-ayat itu jelas, lansia
seperti halnya warga negara yang lain memiliki hak dan kewajiban sama dengan
warga negara lain yang belum memasuki usia lanjut.
Masa ini dimulai sekitar usia 60, ketika seseorang mulai meninggalkan
masa-masa aktif di masyarakat dan bersiap untuk hidup lebih menyendiri.
Sangat berbeda dengan rata-rata orang yang ketakutan dengan datangnya usia tua,
maka bagi Erikson ini adalah masa yang sama pentingnya dengan fase-fase
sebelumnya. Bahkan, masa ini mungkin masa yang paling penting karena ini
adalah masa terakhir di mana kita harus bersiap untuk meninggalkan dunia ini[6]
B. SEJARAH SINGKAT PERKEMBANGAN
PSIKOLOGI AGAMA.
Untuk menetapkan secara pasti kapan psikologi agama mulai di pelajari memang
agak sulit. Baik dalam kitab suci, maupun dalam sejarah tentang agama-agama
tidak terungkap secara jelas mengenai hal itu. Namun demikian, walupun secara
tidak lengkap, ternyata yang menjadi ruang lingkup kajian psikologi agama banyak
di jumpai baik melalui informasi melalui kitab suci agama maupun sejarah agama.
.
Dalam Al-Qur’an telah di ceritakan tentang cara
Ibrahim as. Memimpin ummatnya untuk bertauhid kepada Allah. Ketika malam semakin
gelap di melihat sebuah bintang dan berkata:
“Inilah tuhanku”. Tetapi tatkala
bintang itu tenggelam dia berkata: “saya tidak suka kepada tuhan yang
tenggelam.” Kemudian, tatkala melihat bulan terbit, dia berkata: ”inilah
tuhanku.”Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: “sesungguhnya jika
tuhanku memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang
sesat.”Kemudian, tatkala melihat matahari terbit ia berkata: “inilah
tuhanku.ini yang lebih besar” maka tatkal mentari itu terbenam, dia
berkata “hai kaumku, sesunguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.”
(QS 6:76-78).
Perumpamaan ini melukiskan bagaimana proses konversi terjadi, walaupun
dalam informasi kitab suci tersebut di kiaskan kepada Ibrahim as. yang
berusaha meyakinkan pengikutnya tentang kekeliruan mereka menyembah benda-benda
alam yang hakikatnya hanya ciptaan dan tidak layak di sembah.
Berdasarkan sumber barat, para ahli Psikologi Agama menilai bahwa kajian
Psikologi Agama mulai popoler pada abad ke-19. sekitar masa itu psikologi yang
semakin berkembang di gunakan sebagai alat untuk kajian keagamaan. Kajian
semacam itu dapat membantu pemahaman tentang cara bertingkah laku, berpikir dan
mengemukakan prasangka ke agamaan (Robert H. Thouless, 1992:1)
Menurut Thouless, semenjak terbit buku The Varieties Of Religious Ekperience
tahun 1903, sebagai kumpulan dari materi kuliah william james di empat
universitas di Skotlandia, maka langkah awal dari kajian psikologi agama mulai
di akui para ahli psikologi dan dalam jangka waktu 30 tahun kemudian banyak
buku-buku lain di terbitkan sejalan dengan konsep yang serupa. Sejak saat itu,
kajian-kajian tentang Psikologi Agama tidak hanya terbatas pada masalah yang
menyangkut keagamaan secara umum melainkan masalah-masalah khusus.
Di tanah air sendiri tulisan mengenai Psikologi Agama di kenal sekiatar tahun
1970-an, yaitu oleh Prof zakiah daradjat ada sejumlah buku yang beliau tulis
untuk kepentingan buku pegangan bagi mahasiswa di lingkungan IAIN. Di luar itu,
kuliah mengenai Psikologi Agama juga sudah di berikan. Khususnya di Fakultas
Tarbiyah oleh Prof. Dr. A. Mukti Ali dan Prof. zakiah daradjat sendiri. Kedu
orang ini di kenal sebagai pelopor psikologi agama di Indonesia. Sumber- sumber
barat umumnya merujuk awal kelahiran psikologi agama adalah dari karya Edwin
Diller dan Starbuck dan William james, sebaliknya di dunia timur, khususnya di
wilayah kekuasaan islam kajian-kajian yang tentang hal serupa belum sempat di
masukkan. Padahal, tulisan Muhammad Ishaq ibn Yasar pada abad 7 masehi berjudul
Al-syiar wa al-Maghazi memuat berbagai fragumen dari biografi nabi
Muhammad Saw ataupun Risalah Hay Yaqzan Fi Asrar Al-Hikmat Al Masyriqiyyat
yang di tulis oleh Abu Bakr Muhammad Ibn Abd Al Malim Ibn Tufail juga memuat
masalah yang erat kaitannya dengan Psikologi.
Ilmu Psikologi agama tergolong cabang psikologi yang berusia muda berdasarkan
informasi dari berbagai literature, dapat di simpulkan bahwa kelahiran
Psikologi Agama di dukung oleh para ahli dari berbagai disiplin ilmu.
C. SIKAP
KEBERAGAMAAN PADA MANUSIA
a.
Jiwa Keagamaan
Jiwa
keagamaan yang termasuk aspek rohani (psikis) akan sangat tergantung dari
perkembangan aspek fisik dan demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, sering
dikatakan bahwa kesehatan fisik akan berpengaruh pada kesehatan mental. Selain
itu perkembangan di tentukan oleh tingkat usia.
Para ahli psikologi perkembangan membagi membagi perkembangan manusia manusia
berdasarkan usia menjadi beberapa tahapan atau priode perkembangan. Secara
garis besarnya priode perkembngan itu di bagi menjadi: 1) Masa prenatal; 2)
Masa bayi; 3) Masa kanak-kanak ; 4) Masa pra pubertas ; 5) Masa
pubertas ; 6) Masa dewasa ; 7) Masa usia lanjut.setiap masa
perkembangan memiliki cir-ciri tersendiri termasuk perkembangan jiwa keagamaan.
Tahap perkembangan beragama pada
anak terbagi menjadi tiga sejalan dengan kecerdasannya:
a.
Tingkat dongeng, anak berumur 3-6 tahun konsep mengenai banyak
dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menanggapi agama anak
masihmenggunakan konsep fantasi, yang meliputi dongen doengen yang kurang masuk
akal.
b. Tingkat kepercayaan, anak berusia
tujuh tahun sampai massa adolence. Ide ide tentang mengenai tuhan tercermin
dalm konsep yang realistic, dan biasanya muncul dari lembaga agama atau
pengajaran oang dewasa. Biasanya disasar atas emosional sehingga menghasilkan
konsep agama yang realistik. Dan pemikiran logis.
c. tingkat individu, pada tahap ini
anak telah meiliki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan dnga perkembangan
usianya. Konsep keagamaan terbagi menjadi tiga yaitu : konsep tuhan yang murni
denga pandangan bersifat personal, konsep agama yang bersifat humanistic yakni
agam telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama
Tahap perkembangan jiwaberagama pada
anak remaja
Pada hakikatnya masa remaja yang
utama adalah masa menemukan diri, meneliti sikap hidup yag lama dan mencob coba
hal baru untuk menjadi pribadi yang dewasa. Perasaan beragama adalah efek dari
masa lalu sesuai tempat tinggal mereka.
Gambaran remaja mengenai tuhan dan
sifat sifatnya merupakan bagian dari gambaran terhadap ala, dan lingkungan seta
dipengaruhi oleh perasaan dan sifat dari remaja itu sendiri. Seperti ketika
remaja melihat sesuaatu yang indah maka ia akan kagum dengan kekuasaan tuhan.
Hal ini tidaklah stabi lkarna tergantung oleh perubahan perubahan emosi yang
cepat, terutama sat remaja awal.
Kebutuhan akan tuhan kadang kadang
tidak terasa jika mereka sedang merasa tentram dan sebaliknya. Sifat sifat
remaja dalam beragama diantaranya: percaya ikut ikutan. Peraya dengan kesadara,
percaya tapi agak ragu ragu, tidak percaya dan cenderung apatis.
Tahap perkembangan Beragama pada orang dewasa
Kesadaran beragama pada usia ini
merupakan dasar dan arah dari kesiaapna seseorang untuk mengadakan tanggapan
reaksi,pengolahan dan penyesuaian diri terhadap rangsangan dari luar . cirri
cirri sikap keberagamaan mereka :
Menerima kebenaran beragama
berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, cenderung realistic, bersikap
positif terhadap ajaran dan norma agam, ketaan berdasarkan pertimbangan dan
tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi, bersikap
terbuka, sikap keberagamaan cenderung mengarah pada tipe kepribadian masing
masing, sehinga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami
serta melaksanakan ajaran agama, terlihat adanya hubungan yang ert antara sikap
dan kehidupan sosial.
Tahap perkembangan beragama
pada lansia
Perubahan terjadi pada manusia seiring dengan berjalannya
waktu dengan melalui tahap-tahap perkembangan. Hurlock (1991) menyebutkan tahap
perkembangan tersebut adalah periode pranatal, bayi, masa bayi, masa awal
kanak-kanak, masa akhir kanak-kanak, masa remaja awal, masa remaja, masa dewasa
awal, masa dewasa madya, dan masa usia lanjut. Masing-masing tahapan tersebut
mempunyai tugas perkembangan dan karakteristik yang berbeda-beda.
Pendapat
tersebut diperkuat oleh pernyataan Papalia (2001) yang menyebutkan bahwa
perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lansia dapat menyebabkan perubahan
pada kondisi jiwanya. Salah satu contohnya adalah perubahan fisik pada lansia
mengakibatkan dirinya merasa tidak dapat mengerjakan berbagai aktivitas sebaik
pada saat muda dulu. Hal ini Lansia
dengan komitmen beragama yang sangat kuat cenderung mempunyai harga diri yang
paling tinggi (Krase, 1995 dalam Papalia, 2003). Individu berusia 65 ke atas
mengatakan bahwa keyakinan agama merupakan pengaruh yang paling signifikan
dalam kehidupan mereka, sehingga mereka berusaha untuk melaksanakan keyakinan
agama tersebut dan menghadiri pelayanan agamamenyebabkan
lansia kemudian menjadi demotivasi dan menarik diri dari lingkungan sosial.
Masalah-masalah lain yang terkait pada usia ini antara lain loneliness,
perasaan tidak berguna, keinginan untuk cepat mati atau bunuh diri, dan
membutuhlan perhatian lebih. Masalah-masalah ini dapat membuat harapan hidup
pada lansia menjadi menurun
Melihat
masalah-masalah yang potensial terjadi pada lansia maka perlu diperoleh suatu
cara untuk mencegah atau mengurangi beban dari masalah-masalah tersebut. Salah
satu cara yang dapat dilakukan oleh para lansia adalah dengan berusaha mencapai
kesejahteraan psikologis (psychological well-being). Bradburn (dalam
Ryff, 1989) mendefinisikan psychological well-being (PWB) sebagai
kebahagiaan dan dapat diketahui melalui beberapa dimensi. Dimensi-dimensi
tersebut antara lain otonomi, penguasaan lingkungan, pertumbuhan pribadi,
hubungan positif dengan orang lain, tujuan hidup, serta penerimaan diri (Ryff,
1989). Ryff juga menyebutkan bahwa PWB menggambarkan sejauh mana individu
merasa nyaman, damai, dan bahagia berdasarkan penilaian subjektif serta
bagaimana mereka memandang pencapaian potensi-potensi mereka sendiri.
Dari beberapa tiori diatas memgambarkan bahwa tujuan hidup berdasarkan
nilai-nilai yang di jalani oleh setiap manusia merupakan pondasi dasar
yang membuat manusia mencapai kesejahteraan hidup, kebahagian dunia dan
akhirat, agama merupakan nilai yang membawa manusia kepada kebahagian dunia dan
akhiarat
Kehidupan
keagaman pada usia lanjut menurut hasil penelitian psikologi agama ternyata
meningkat. M.Argyle mengutip sejumlah penelitian yang dilakukan ole Cavan yang
mempelajari 1.200 orang sampel yang berusia 60-100 tahun. Temuan menunjukkan
secara jelas kecendrungan untuk menerima pendapat keagamaan yang semakin
meningkat pada umur-umur ini sedangkan pengakuan terhadap realitas tentang
kehidupan akhirat baru muncul sampai dengan seratus persen setelah usia 90
tahun [8]
Dalam banyak
hal, tak jarang para ahli psikologi menghubungkan kecendrungan peningkatan
kehidupan keberagaman dengan penurunan gairah seksual.Menurut pendukung
pendapat ini manusia usia lanjut mengalami frustasi di bidang seksual, sejalan
dengan penurunan kemampuan fisik dan frustasi semacam itu di nilai
sebagai satu-satunya faktor yang membentuk sikap keagamaan. Tetapi menurut
Robet H Thoules pendapat tersebut terlalu berlebih lebihan, sebab
katanya, hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun kegiatan seksual secara
biologis boleh jadi tidak ada lagi pada usia lanjut, namun kebutuhan mencintai
dan di cintai tetap ada poda usia tua [9]
Menganalis
hasil penelitian M. Argyle dan Elie A. Cohen, Robert H Thouless cendrung
berkesimpulan bahwa yang menentukan berbagai sikap keberagaman di umur tua
adalah depersonalisasi. Kecendrungan hilangnya identifikasi diri dengan tubuh
dan juga cepatnya akan datang kematian merupakan salah satu faktor yang
menentuakan sikap keberagaman.
Dalam buku Psikologi Agama, Jalaluddin menuliskan
beberapa ciri-ciri keberagaman manusia pada usia lanjut secara garis besarnya
adalah:
1. Kehidupan
keberagaman pada usi lanjut sudah mencapai tingkat kemantapan
2. Meningkatkan
mulai munculnya pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat secara
lebih sungguh-sungguh
3. Sikap
kebragaman cendrung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antar sesama
manusia, serta sifat-sifat luhur.
4. Meningkatnya kecendrungan
untuk menerima pendapat keagamaan
5. Timbul rasa
takut kepada kematian yang sejalan dengan pertambahan usia lanjut
6. Perasaan takut
kepada kematian ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap dan
kepercayaan terhadap kehidupan abadi (akhirat)
Sebuah
penelitian menyatakan bahwa lansia yang lebih dekat dengan agama menunjukkan
tingkatan yang tinggi dalam hal kepuasan hidup, harga diri dan optimisme. Studi lain menyatakan bahwa praktisi
religius dan perasaan religius berhubungan dengan sense of well being, terutama
pada wanita dan individu berusia di atas 75 tahun (Koenig, Smiley, &
Gonzales, 1988 dalam Santrock, 2006). Studi lain di San Diego menyatakan hasil
bahwa lansia yang orientasi religiusnya sangat kuat diasosiasikan dengan kesehatan
yang lebih baik (Cupertino & Haan, 1999 dalam Santrock, 2006).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN DAN DAFTAR PUSTAKA
Manusia adalah makhluk yang
ekploratif dan potensial. Dikatakan makhluk ekfloratif, karena manusia memiliki
kemampuan untuk mengembangkan diri baik secara fisik maupun psikis. Manusia di
sebut makhluk potensial karena pada manusia tesimpan sejumlah kemampuan bawaan
yang dapat di kembangkan.
.Perubahan
terjadi pada manusia seiring dengan berjalannya waktu dengan melalui tahap-tahap
perkembangan. Hurlock menyebutkan tahap perkembangan tersebut adalah
periode pranatal, bayi, masa bayi, masa awal kanak-kanak, masa akhir
kanak-kanak, masa remaja awal, masa remaja, masa dewasa awal, masa dewasa
madya, dan masa usia lanjut. Masing-masing tahapan tersebut mempunyai tugas
perkembangan dan karakteristik yang berbeda-beda. Melalui tahap-tahap
perkembangan tersebut, Hurlock ingin menjelaskan bahwa menjadi tua pada manusia
adalah suatu hal yang pasti terjadi dan tidak dapat dihindari.
Jiwa keagamaan
yang termasuk aspek rohani (psikis) akan sangat tergantung dari perkembangan
aspek fisik dan demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa kesehatan fisik akan
berpengaruh pada kesehatan mental. Selain itu perkembangan di tentukan oleh
tingkat usia.
Kehidupan
keagaman pada usia lanjut menurut hasil penelitian psikologi agama ternyata
meningkat. Menurut hasil penelitian yang dilakukan ole Cavan yang mempelajari
1.200 orang sampel yang berusia 60-100 tahun. Temuan menunjukkan secara jelas
kecendrungan untuk menerima pendapat keagamaan yang semakin meningkat pada
umur-umur ini sedangkan pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat
baru muncul sampai dengan seratus persen setelah usia 90 tahun.
Agama dapat
memenuhi beberapa kebutuhan psikologis yang penting pada lansia dalam hal
menghadapi kematian, menemukan dan mempertahankan perasaan berharga dan
pentingnya dalam kehidupan, dan menerima kekurangan di masa tua.
Lansia dengan komitmen beragama yang
sangat kuat cenderung mempunyai harga diri yang paling tinggi. Individu berusia
65 ke atas mengatakan bahwa keyakinan agama merupakan pengaruh yang paling
signifikan dalam kehidupan mereka, sehingga mereka berusaha untuk melaksanakan
keyakinan agama tersebut dan menghadiri pelayanan agama, kebutuhan akan agama
merupakn hal yang tidak dapat di pisahkan dalam kehidupan manusia.Agama
merupakan pondasi dasar yang dapat menentukan kebahagian dunia dan akhirat
[1]
Jalaluddin, Psikologi keagamaan. PT Raja Grafindo Persada, 2004.
hal 87
[2]
Elizabeth B.hurlock, Psikologi
Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Hayat. Erlangga ,1980) hal 450
[3]
Prof. Dr. H. Jalaludin. Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2007 hal. 105
[4]
Sururin, M.Ag. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004 hal. 83
[5] Partini Suardiman Kepala Pusat
Studi Sumberdaya Lansia
UNY
[6] Steve simajuntak.
Com.11.2007
[8]
Ibid hal 103
[9]
Robet H Thouless, An Introdaction to the psikologiy. Chambridge
Universiti Press, 1997. hal. 108.
0 komentar:
Posting Komentar