PERANAN BK DALAM MENGENALKAN KEBUDAYAAN DAN MEMUPUK RASA NASIONALISME SISWA MAN NGLAWAK KERTOSONO
- A. Latar Belakang
Disini peran BK sangat diperlukan dalam mengenalkan budaya-budaya yang dimiliki bangsa Indonesia dan memupuk rasa cinta tanah air dan semangat kebangsaan melalui bimbingan-bimbingan, juga layanan-layanan yang ada dalam BK. Atau yang kita kenal dengan istilah BK pola 17.
Efektivitas konseling dalam mengenalkan budaya bangsa dan memupuk rasa nasionalisme siswa dapat tercapai bila seorang konselor atau guru pembimbing melaksanakan BK pola 17, antara lain: bidang bimbingan pribadi, bidang bimbingan sosial, bidang bimbingan belajar, bidang bimbingan karier. Sedangkan tujuh layanan bimbingan dan konseling meliputi : layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan dan pengukuran, layanan pembelajaran, layanan konseling perorangan, layanan bimbingan kelompok, konseling kelompok. Dan lima kegiatan pendukung layanan bimbingan dan konseling, meliputi: aplikasi instrumentasi, himpunan data dan studi kasus, kunjungan rumah, dan alih tangan kasus.
Keberadaan bimbingan dan konseling di sekolah di Indonesia sebenarnya telah dirintis sejak tahun 1960 dan baru mulai 1975 secara resmi memasuki sekolah-sekolah dengan dicantumkannya bimbingan dan konseling pada kurikulum 1975 yang berlaku di sekolah-sekolah di seluruh Indonesia, pada jenjang SD, SLTP dan SLTA. Kemudian kurikulum tersebut disempurnakan lagi pada kurikulum 1984. Keberadaan bimbingan dan konseling di sekolah juga dipertegas oleh peraturan pemerintah No. 28 tahun 1990 (tentang pendidikan dasar) dan No. 29 tahun 1990 (tentang pendidikan menengah).
Dengan dicantumkan bimbingan dan konseling pada kurikulum sekolah serta didukung oleh peraturan perundangan pemerintah, maka memberikan legalitas yang cukup mantap tentang keberadaan bimbingan dan konseling di sekolah boleh dikatakan pekerjaan bimbingan dan konseling tidak dapat diganggu lagi keberadaannya.[1]
Bimbingan pada dasarnya adalah upaya pengoptimalan individu yang dilakukan oleh pembimbing.[2] Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada seorang atau beberapa individu, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri.[3] Bimbingan yang diberikan di lingkungan pendidikan merupakan pemberian bantuan kepada seluruh peserta didik yang dilakukan secara terus menerus agar peserta didik dapat menemukan penyelesaian untuk setiap permasalahannya. Setidaknya peserta didik akan mulai memahami dirinya sendiri, lingkungan dimana dia tinggal, serta mengetahui tugas-tugasnya sehingga peserta didik mampu mengarahkan diri, menyesuaikan diri, serta bertindak wajar sesuai dengan keadaan dan tuntutan lembaga pendidikan, lingkungan keluarga dan masyarakat, serta lingkungan kerja yang akan dimasukinya kelak.
[4]
Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang yakni antara konselor dengan konseli (klien). Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk mencapai kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang.[5]
Jadi Bimbingan Konseling adalah Proses pemberian bimbingan yang dilakukan oleh seorang pembimbing dalam hal ini bisa kita katakan sebagai konselor kepada klien yang membutuhkan bantuan atau bimbingan, yang selanjutnya kita sebut sebagai konseli. [6]Atau secara garis besar bisa diartikan sebagai proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling (face to face) oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut konseli) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi konseli serta dapat memanfaatkan berbagai potensi yang dimiliki dan sarana yang ada, sehingga individu atau kelompok individu itu dapat memahami dirinya sendiri untuk mencapai perkembangan yang optimal, mandiri serta dapat merencanakan masa depan yang lebih baik untuk mencapai kesejahteraan hidup.
Peran BK sangat di butuhkan dalam pengenalan kebudayaan bangsa dan menumbuhkan semangat cinta tanah air, yang sejalan dengan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan Nasional sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Sistem pendidikan Nasional disebutkan bahwa fungsi dan tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab[7].
Menilik penjelasan dari Undang-Undang di atas, secara ekspilisit sangat jelas sekali bahwa pendidikan diinginkan untuk membentuk masyarakat Indonesia yang berperadaban. Salah satu eksistensi dari masyarakat berperadaban adalah mereka yang mempunyai pandangan hidup (world view) dan mendalami karakter kehidupan bangsanya sendiri.
Peran BK disini jelas sekali, dengan bimbingan-bimbingan dan layanan-layanan BK yang dimiliki, dapat mengenalkan tentang kebudayaan bangsa yang dimiliki dan menumbuhkan semangat kebangsaan. Pengertian kebudayaan sendiri Menurut Koentjaraningrat (2000:181) kebudayaan dengan kata dasar budaya berasal dari bahasa sangsakerta ”buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Jadi Koentjaraningrat, mendefinisikan budaya sebagai “daya budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu.[8] Kebudayaan adalah hasil buah budi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup, yang mencakup segala ciptaan dan tatanan perilaku manusia, baik yang indah (menurut kita) maupun yang tidak indah, yang serba adab (menurut penilaian kita) maupun yang tidak.[9]
Sedangkan nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris “nation”) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan (bukan Negara) yang populer berdasarkan pendapat warga negara, etnis, budaya, keagamaan dan ideology. Nasionalisme lebih merupakan sebuah fenomena budaya daripada fenomena politik karena dia berakar pada etnisitas dan budaya pramodern. Kalaupun nasionalisme bertransformasi menjadi sebuah gerakan politik, hal tersebut bersifat superfisial karena gerakan-gerakan politik nasionalis pada akhirnya dilandasi oleh motivasi budaya, khususnya ketika terjadi krisis identitas kebudayaan. Pada sudut pandang ini, gerakan politik nasionalisme adalah sarana mendapatkan kembali harga diri etnik sebagai modal dasar dalam membangun sebuah negara berdasarkan kesamaan budaya (John Hutchinson, 1987).[10]
Menilik mengenai pengertian-pengertian tentang kebudayaan dan nasionalisme, disini jelas sekali bahwa peran BK sangat penting bagi dunia pendidikan dalam upaya mengenalkan kebudayaan-kebudayaan yang dimiliki bangsa, karena dari pengenalan inilah akan mulai tumbuh rasa cinta terhadap kebudayaan bangsa, yang akhirnya menumbuhkan perasaan ingin menjaga kebudayaan bangsa dari ancaman-ancaman pihak luar, seperti pengklaiman kebudayaan bangsa indonesia yang dilakukan oleh Negara tetangga. Melalui BK inilah diharapkan dapat mengenalkan ragam budaya yang dimiliki bangsa dan dapat menumbuhkan semangat kebangsaan atau rasa nasionalisme yang kuat pada jiwa-jiwa peserta didik.
Pada siwa Madrasah Aliyah Negeri Nglawak Kertosono, merupakan salah satu lembaga pendidikan yang menerapkan BK Pola 17 sesuai dengan pola umum bimbingan konseling yang meliputi keseluruhan kegiatan bimbingan konseling yang mencakup bidang-bidang bimbingan yang meliputi bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karir sedangkan jenis-jenis layanan meliputi layanan orientasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan konseling perorangan, layanan konseling kelompok, layanan informasi, layanan pembelajaran dan layanan bimbingan kelompok. Dan kegiatan pendukung bimbingan konseling meliputi aplikasi instrumentasi, konferensi kasus, alih tangan kasus, himpunan data, kunjungan rumah.
Disini penulis sengaja memilih Madrasah Aliyah Negeri Nglawak Kertosono, karena penulis ingin mengetahui sampai sejauh mana peran BK berhasil dalam melaksanakan BK pola 17 dalam kaitannya untuk mengenalkan kebudayaan bangsa dan memupuk rasa nasionalisme pada diri siswa. Mengingat MAN Nglawak Kertosono ini adalah sebuah lembaga pendidikan formal, akan tetapi bernaung dibawah Yayasan Pondok Pesantren Miftahul Ula. Mengingat status Madrasah Aliyah Negri Nglawak Kertosono berlindung dibawah naungan sebuah yayasan pesantren inilah, disini menarik bagi penulis untuk melakukan penelitian untuk mengetahui sampai sejauh manakah peran BK berhasil menjalankan tugas-tugasnya dalam kaitannya dengan tujuan pendidikan, yakni pendidikan diinginkan untuk membentuk masyarakat Indonesia yang berperadaban, dan salah satu eksistensi dari masyarakat berperadaban adalah mereka yang mempunyai pandangan hidup (world view) dan mendalami karakter kehidupan bangsanya sendiri. Sejauh yang kita ketahui, minat siswa Aliyah yang tinggal di Pondok Pesantern cenderung kurang perduli terhadap budaya bangsa yang dimiliki dan semangat kebangsaan mereka kurang.
Kelebihan dari MAN Nglawak ini ialah, merupakan salah satu lembaga pendidikan yang cukup berkompeten dalam mendidik siswa-siswanya, merupakan satu-satunya Madrasah Aliyah Negeri di kecamatan Kertosono. Letaknya yang cukup strategis dan kondusif, menyebabkan banyak orang tua murid berkenan untuk menyekolahkan anaknya di Lembaga pendidikan ini, karena letak Madrasah yang jauh dari jalan raya. Artinya tidak banyak gangguan dan hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran siswa.
Namun, sangat disayangkan banyak asumsi publik mengatakan bahwa siswa MAN Nglawak ini cenderung acuh tak acuh terhadap kebudayaan bangsa dan rasa nasionalisme mereka kurang, ini karena MAN Nglawak adalah bagian dari Yayasan Pondok Pesantren Miftahul Ula, dan sebagian besar siswa MAN Nglawak juga nyantri di Pondok Pesantren Miftahul Ula. Hal inilah mengapa semangat siswa untuk mengenal kebudayaan bangsanya sendiri dan semangat cinta tanah airnya sangat kurang. Mengapa demikian, karena jika kita amati siswa ini terdoktrin bahwa yang lebih penting adalah menekankan perkara agama dan akhirat, dan persoalan kebudayaan dan nasionalisme menjadi begitu tidak penting untuk para siswa MAN ini. Nah, disinilah peran BK diperlukan untuk mengenalkan kebudayaan bangsa dan memupuk rasa nasionalisme siswa, agar dapat merubah pandangan mereka.
Dalam pelaksanaannya BK pola 17 ini dilaksanakan saat masuk kelas berupa layanan dan materinya sesuai dengan buku panduan. Di lembaga ini mempunyai kelebihan tersendiri yang mana dalam guru BK-nya sudah profesional dalam bidangnya, Dan pola umum BK Pola 17 sudah terdapat di program bimbingan konseling di MA Negeri Nglawak. Sehingga mendorong penulis untuk meneliti hal tersebut karena MA Negeri Nglawak merupakan sekolah negeri yang menitik beratkan materi pelajaran maupun bimbingan, maka penulis menyoroti bentuk bimbingan dan layanan yang dilakukan konselor dalam usaha memberikan pengetahuan dan pengenalan kebudayaan dan kebangsaan bagi siswa di MA Negeri Nglawak.
- B. Rumusan Masalah
- Bagaimana peran BK untuk mengenalkan kebudayaan bangsa dan memupuk rasa nasionalisme siswa MAN Nglawak?
- Bagaimana BK pola 17 dapat berperan mengenalkan kebudayaan bangsa dan memupuk rasa nasionalisme siswa MAN Nglawak?
- Bagaimana efektifitas BK pola 17 di MAN Nglawak dalam penerapannya untuk pengenalan kebudayaan dan menumbuhkan rasa nasionalisme?
- C. Metode Penelitian
- Jenis dan Pendekatan Penelitian
Menurut M. Sayuti Ali, M. Ag., penelitian deskriptif adalah sebuah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan gejala sosial, politik, ekonomi dan budaya.[12] Sedangkan menurut Arif Furchan dalam bukunya “Pengantar Penelitian Pendidikan” penelitian deskriptif adalah penelitian yang melukiskan dan menafsirkan keadaan yang ada sekarang. Penelitian ini berkenaan dengan kondisi atau hubungan yang ada: praktek-praktek yang sedang berlaku, keyakinan, sudut pandang atau sikap yang dimiliki, proses-proses yang berlangsung, pengaruh-pengaruh yang sedang dirasakan, atau kecenderungan-kecenderungan yang sedang berkembang[13]
- Sumber data
- Library Research yaitu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh data teoritis dengan cara membaca dan mempelajari literatur-literatur tentang pendidikan karakter dan yang ada hubungannya dengan permasalahan penelitian.
- Field Research yaitu mencari data dengan cara terjun langsung pada obyek penelitian yang bertujuan untuk memperoleh data yang kongkret tentang segala sesuatu yang diselidiki, yakni tentang penerapan BK pola 17.
- Prosedur Pengumpulan Data
i. Observasi
Yakni teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan secara langsung atau tidak langsung terhadap gejala-gejala yang sedang berlangsung.[14] Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model observasi tidak terstruktur dan partisipasi pasif, yaitu tanpa menggunakan panduan yang telah disiapkan. Jadi fokus observasi berkembang sewaktu peneliti melakukan kegiatan penelitian. Sedangkan pada observasi partisipasi aktif, peneliti lebih menonjolkan perannya sebagai peneliti atau pengamat pada obyek observasi.
Teknik ini, penulis gunakan untuk memperoleh gambaran secara umum tentang keadaan lingkungan lembaga dan organisasi BK serta konsep tentang bimbingan konseling di sekolah yang menggunakan pola 17 di MA Negeri Nglawak. Dalam hal ini penulis mengobservasi Kepala sekolah dan Guru Bimbingan Konseling disekolah itu.
- ii. Wawancara
Jadi wawancara hanya memuat pokok-pokok masalah yang akan diteliti. Yakni tentang layanan-layanan dan bimbingan-bimbingan yang impelementasinya terhadap pengenalan kebudayaan dan semangat kebangsaan. Selanjutnya dalam proses wawancara berlangsung mengikuti situasi dan kondisi maka pewawancara harus pandai mengarahkan yang diwawancarai, apabila ternyata ia menyimpang. Pedoman interview berfungsi sebagai pengendali, jangan sampai proses wawancara kehilangan arah.
Teknik ini, penulis gunakan untuk memperoleh data mengenai pelaksanaan penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling yang menggunakan pola 17 di MA Negeri Nglawak.
- iii. Dokumentasi
- iv. Analisa Data
- Deduktif adalah suatu cara berfikir yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum ke pernyataan yang bersifat khusus dengan memakai kaidah logika tertentu. Dalam teknis penelitian ini, untuk memperoleh deskriptif secara jelas penulis berangkat dari sebuah konsep umum, kemudian ditarik pada deskripsi khusus.[18] Untuk teknis ini penulis gunakan dalam menganalisa data tentang konsep BK dalam pengenalan kebudayaan.
- Induktif yaitu suatu analisa yang berangkat dari fakta-fakta yang bersifat khusus, peristiwa – peristiwa yang kongkret kemudian dari fakta-fakta khusus dan peristiwa kongkrit tersebut ditarik suatu generalisasi atau kesimpulan yang bersifat umum.[19]Adapun dalam teknis ini penulis gunakan untuk menganalisa data tentang Konsep BK dalam penanaman rasa nasionalisme siswa MAN Nglawak.
- Dalam menganalisa penulis juga menggunakan metode reflective thinking yaitu pengkombinasian yang jitu dari dua cara deduktif dan induktif. Dalam pelaksanaannya akan berlangsung sebagai berikut:
[2] Achmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan,(Bandung : PT Refika Aditama, 2006), Hal. 07
[3] Prayitno, Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1999), Hal.99
[4] Achmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan, (Bandung : PT Refika Aditama, 2006), Hal. 08
[5] Prayitno, Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1999), Hal 105
[6] Pengertian Bimbingan dan Konseling « Ilmu Psikologi _ Bimbingan Konseling_files\Pengertian Bimbingan dan Konseling « Ilmu Psikologi _ Bimbingan Konseling.html (diakses pada 25 Desember 2011)
[7] Undang-Undang Republik Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
[8]http://www.zimbio.com/member/deniborin/articles/9uwlVPJvxgZ/Definisi+Wujud+dan+Unsur+Kebudayaan(diakses pada 29 Desember 2011)
[10] nasionalisme_files\nasionalisme.html (diakses pada 25 Desember 2011)
[14] Jumhur dan Muhammad Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Bandung: Pustaka Ilmu, 1975), 51.
[17] Cholid Nurbuko dan Abu Ahmadi,. Metodologi Penelitian (Jakarta; Bumi Aksara,1997), 84.
0 komentar:
Posting Komentar