Minggu, 25 Maret 2012

TEORI BAKAT

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG MASALAH
Anak berbakat mempunyai kebutuhan dan masalah khusus. Jika mendapat pembinaan yang tepat yang memungkinkan mereka mengembangkan bakat dan kemampuan mereka secara utuh dan optimal, mereka dapat memberi sumbangan yang luar biasa kepada masyarakat. Jika bakat mereka tidak dikembangkan mereka dapat menjadi underachiever, yakni seseorang yang kinerjanya dibawah kemampuannya, dan hal ini tidak merugikan perkembangan dirinya saja tetapi juga merugikan masyarakat yang kehilangan bibit unggul untuk pembangunan negara.
Merupakan suatu kewajiban dan tanggung jawab bagi kita untuk membantu memupuk talenta anak-anak berbakat. Oleh sebab itu, di sini penulis akan mengupas lebih jauh tentang teori-teori bakat. Yang diharapkan dengan penulisan makalah ini, dapat memberikan sumbangsih untuk memudahkan kita mengasah kreativitas anak berbakat.

1.2  RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian bakat?
2.      Seperti apa teori bakat menurut teori psikoanalisis?
3.      Bagaimana teori bakat menurut teori humanistik?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  PENGERTIAN BAKAT
bakat dalam pengertian bahasa atau dalam pengertian yang umum kita pahami, adalah kelebihan / keunggulan alamiah yang melekat pada diri kita dan menjadi pembeda antara kita dengan orang lain. Kamus Advance, misalnya, mengartikan talent dengan “natural power to do something well.” Dalam kamus Marriam-Webster’s, dikatakan “natural endowments of person.” Dalam percakapan sehari-hari kita sering mengatakan si anu berbakat di nyanyi, di bisnis, di IT dan seterusnya. RUpanya, bakat dalam pengertian kedua ini juga dipakai oleh Thomas Amstrong, pakar pendidikan dari Harvard University yang sering berkolaborsi dengan Howard Gardner dalam membahas kecerdasan. Dalam tulisannya, Little Geniuses, yang pernah diterbitkan majalah Parenting (1989), ia menjelaskan, bakat manusia bisa muncul dalam berbagai bentuk. Perhatikan daftar kemampuan (ability) di bawah ini lalu deteksi mana yang paling kuat di dalam diri Anda: Acting Ability (akting / gerakan), Adventuresomeness (kepetualangan), Aesthetic perceptiveness (estitika), Artistic Talent (artistik), Athletic prowess (ke-atlit-an), Common sense (pengetahuan umum), Compassion (peduli orang lain, mudah tersentuh), Courage (keberanian), Creativity (kreativitas), Emotional maturity (kematangan emosi), Excellent memory (kehebatan menyimpan data / menghafal), Imagination (imajinasi), Inquiring mind (keingintahuan), Intuition (intuisi), Inventiveness (daya cipta, penemuan), Knowledge of a given subject (Pengetahuan spesifik), Leadership abilities (kepemimpinan), Literary aptitude (bakat kesastraan), Logical-reasoning ability (kemampuan berlogika), Manual dexterity (ketangkasan manual / ketrampilan tangan), Mathematical ability (kemampuan matematis), Mechanical know-how (penguasaan mekanis), Moral character (karakter moral), Musicality (permusikan), Passionate interest in a specific topic (kegairahan mengikuti / mendalami topik tertentu), Patience (kesabaran), Persistence (ketangguhan), Physical coordination (kerapian fisik), Political astuteness (kelihaian berpolitik), Problem-solving capacity (kemampuan menghadapi masalah), Reflectiveness (kemampuan merefleksikan), Resourcefulness (kepandaian mengatasi masalah), Self-discipline (disiplin-diri), Sense of humor (naluri melucu), Social savvy (pemahaman sosial), Spiritual sensibility (ketajaman spiritual), Strong will (kemauan keras), Verbal ability (kemampuan mengungkapkan secara verbal).
Daftar di atas baru sebagian dari sekian. Masih banyak kemampuan alamiah manusia yang belum atau tidak bisa dijabarkan. Dan lagi, kalau kita perhatikan praktek hidup, amat sangat jarang ada orang yang hanya diberi satu kemampuan dari daftar di atas. Dalam diri setiap manusia ada sekian kemampuan dari daftar di atas. Orang yang hebat di bidang IT tidak berarti hanya dibekali kemampuan tekun dalam meng-otak-atik komputer. Ia juga punya kemauan keras, punya disiplin, kreatif, mau mempelajari hal-hal baru dan seterusnya. Seorang tokoh agama tidak berarti hanya dibekali kemampuan spiritual sensibility saja. Ia juga punya kemampuan lain yang mendukung keunggulannya, seperti verbal, sosial, dan lain-lain.
Hal lain yang perlu kita ingat adalah penjelasan Dr. Sternberg, pakar Psikologi dari Yale University (Practical Intelligence, John Meunier, Fall, 2003)). Selama bertahun-tahun mengkaji kemampuan manusia, ia berkesimpulan bahwa kemampuan manusia itu bukanlah sebuah kemampuan yang sifatnya sudah baku pada satu bentuk atau titik tertentu (not fixed ability), tetapi sebuah kemampuan yang sifatnya terus berkembang (developing abilities).
2.2  TEORI PSIKOANALISIS
Pada umumnya teori-teori psikoanalisis melihat kretivitas sebagai hasil mengatasi suatu masalah, yang biasanya mulai di masa anak. Pribadi kreatif dipandang sebagai seseorang yang pernah mempunyai pengalaman traumatis, yang dihadapi dengan memungkinkan gagasan-gagasan yang disadari dan yang tidak disadari bercampur menjadi pemecahan inovatif dari trauma. Tindakan kreatif mentransformasi keadaan psikis yang tidak sehat menjadi sehat.[1]
  1. Teori Freud
Menurut beberapa pakar psikologi kemampuan kreatif merupakan ciri kepribadian yang menetap pada lima tahun pertama dari kehidupan. Sigmund Freud (1856-1939) adalah tokoh utama yang menganut pandangan ini. Ia menjelaskan proses kreatif dari mekanisme pertahanan, yang merupakan upaya tak sadar untuk menghindari kesadaran mengenai ide-ide yang tidak menyenangkan atau yang tidak dapat diterima. Karena mekanisme pertahanan mencegah pengamatan yang cermat dari dunia, dan karena menghabiskan energi psikis, mekanisme pertahanan biasanya merintangi produktivitas kreatif.
Kaitan antara kebutuhan seksual yang tidak disadari dan kreativitas mulai pada tahun-tahun pertama dari kehidupan. Menurut Freud, orang hanya di dorong untuk menjadi kreatif jika mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan seksual secara langsung.[2] Pada umur empat tahun anak mengembangkan hasrat fisik untuk orang tuadari jenis kelamin berbeda. Karena kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi maka terjadi sublimasi dan awal dari imajinasi. Freud menjelaskan banyak karya seni sebagai sublimasi dari seniman. Sebagai contoh, banyaknya lukisan Leonardo da Vinci mengenai Madonna dihasilkan dari kebutuhan seksual dengan tokoh ibu yang disublimasi, karena ia kehilangan ibunya pada usia muda.
  1. Teori Kris
Ernest Kris (1900-1957) menekankan bahwa mekanisme pertahanan regresi (beralih ke perilaku sebelumnya yang akan memberi kepuasan, jika perilaku sekarang tidak berhasil atau tidak memberi kepuasan) juga sering muncul dalam tindakan kreatif. Jika seseorang mampu untuk regress ke kerangka berpikir atau pola perilaku seperti anak, rintangan antara alam pikiran sadar dan tidak sadar menjadi kurang, dan bahan yang tidak disadari yang sering mengandung benih kreativitas dapat menembus ke alam kesadaran. Orang-orang kreatif adalah mereka yang paling mampu memanggil bahan-bahan dari alam pikiran tidak sadar. Sebagai orang dewasa, kita tidak pernah seperti anak lagi. Orang kreatif tidak mengalami hambatan untuk bisa seperti anak dalam pikiran mereka. Mereka dapat mempertahankan sikap bermain dengan masalah-masalah serius dalam kehidupan. Dengan demikian, mereka mampu melihat masalah-masalah dengan cara yang segar dan inovatif untuk regress in the service of the ego.[3]
  1. Teori Jung
Carl Jung (1875-1961) juga percaya bahwa ketidaksadaran memainkan peranan yang amat penting dalam kreativitas tingkat tinngi. Alam pikiran yang tidak disadari dibentuk oleh masa lalu pribadi. Disamping itu, ingatan kabur dari pengalaman-pengalaman seluruh umat manusia tersimpan disana. Secara tidak sadar kita mengingat pengalaman-pengalaman yang paling berpengaruh dari nenek moyang kita. Dari ketidaksadaran kolektif ini timbul penemuan, teori, seni, dan karya-karya baru lainnya. Proses inilah yang menyebabkan kelanjutan dari eksistensi manusia.[4]

2.3 TEORI HUMANISTIK
Berbeda dari teori psikoanalisis, teori humanistis melihat kreativitas sebagai hasil dari kesehatan psikologis tingkat tinggi. Kreativitas dapat berkembang selama hidup, dan tidak terbatas pada lima tahun pertama.
  1. Teori Maslow
Menurut Abraham Maslow (1908-1970) pendukung utama dari teori humanistis, manusia mempunyai naluri-naluri dasar yang menjadi nyata sebagai kebutuhan. Kebutuhan ini harus dipenuhi dalam urutan tertentu, kebutuhan primitif muncul pada saat lahir, dan kebutuhan tingkat tinggi berkembang sebagai proses pematangan.
  1. Teori Rogers
Menurut Carl Rogers (1902-1987) tiga kondisi dari pribadi yang kreatif adalah:
1.      Keterbukaan terhadap pengalaman
2.      Kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi seseorang (internal locus of evaluation), dan
3.      Kemampuan untuk bereksperimen, untuk bermain dengan konsep-konsep.
Setiap orang yang memiliki ketiga ciri ini kesehatan psikologisnya sangat baik. Orang ini berfungsi sepenuhnya, menghasilkan karya-karya kreatif, dan hidup secara kreatif. Ketiga ciri atau kondisi tersebut juga merupakan dorongan dari dalam untuk berkreasi (internal press).
Kedua aliran tersebut menurut teori psikoanalisis dan humanistis sangat berbeda mengenai penjelasan kepribadian kreatif. Sulit dan tidak perlu untuk bersilang pendapat yang mana yang benar. Keduannya memiliki makna tersendiri, penekanan teori psikoanalisis pada alam pikiran tidak sadar dan timbulnya kreativitas sebagai kompensasi dari masa anak yang sulit, dapat menjelaskan kehidupan banyak tokoh-tokoh yang produktif. Sedangkan teori humanistis lebih menekankan pada kesehatan psikologisyang memungkinkan seseorangmengatasi masalah kehidupan. Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa manusia menentukan nasibnya sendiri. Aliran humanistis melihat kreativitas sebagai lebih sadar, kognitif, dan intensional dari pada teori psikoanalisis. Konsep humanistik ialah bahwa kreativitas dilahirkan karena dorongan untuk mencaoai kemungkinan-kemungkinan yang tertinggi dalam hidup dan bukan sebagai pertahanan terhadap neurosis.


[1] Prof. Dr. Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Jakarta: PT Rineka Cipta, Hal. 32
[2] Ibid, hal. 32
[3] Prof. Dr. Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Jakarta: PT Rineka Cipta, Hal. 33
[4] Ibid, Hal. 33

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates