1. Komunikasi Kelompok Deskriptif
Para ahli komunikasi kelompok menunjukkan tiga kategori kelompok yang besar, yaitu: kelompok tugas, kelompok pertemuan, dan kelompok penyadar. Untuk setiap kategori kelompok terdapat beberapa model yang melukiskan tahapan perkembangan proses kelompok.[1]
1. Kelompok Tugas : Model Fisher
Aubrey Fisher meneliti tindak komunikasi kelompok tugas, dan menemukan bahwa kelompok melewati empat tahap: orientasi, konflik, pemunculan, dan peneguhan.
Pada tahap pertama, setiap anggota berusaha saling mengenal, saling menangkap perasaan satu sama lain, mencoba menemukan peranan status. ini adalah tahap pemetaan masalah. Tindak komunikasi pada tahap ini umumnya menunjukkan persetujuan, mempersoalkan pernyataan, dan berusaha memperjelas informasi. Anggota kelompok cenderung tidak seragam dalam menafsirkan usulan.
Pada tahap kedua (konflik) terjadi peningkatan perbedaan di antara anggota. Masing-masing berusaha mempertahankan posisinya. Tindak komunikasi pada tahap ini kebanyakan berupa pernyataan tidak setuju, dukungan pada pendirian masing-masing, dan biasanya menghubungkan diri dengan pihak yang pro atau kontra.[2]
Pada tahap ketiga (pemunculan/emergence) orang mengurangi tingkat perbedaan pendapat, disini anggota yang menentang usulan tertentu menjadi tidak jelas. Tindak komunikasi umumnya berupa usulan-usulan ambigu.
Pada tahap keempat (peneguhan) para anggota memperteguh consensus kelompok. Mereka mulai memberikan komentar tentang kerja sama yang baik dalam kelompok dan memperkuat keputusan yang diambil oleh kelompok. Pernyataan umumnya bersifat positif dan melepaskan ketegangan.
2. Kelompok pertemuan : Model Bennis dan Shepherd
Pada tahun 1970-an para peneliti menemukan bahwa kelompok pertemuan bukan saja dapat membantu pertumbuhan diri tetapi juga mempercepat penghancuran diri. Beberapa peneliti mencatat adanya kerusakan psikis akibat kepemimpinan kelompok yang merusak. Seperi kita ketahui, orang memasuki kelompok pertemuan untuk mempelajari diri mereka dan mengetahui bagaimana mereka dipersepsi oleh anggota lain.
Tahap satu: kebergantungan pada otoritas
Bila dua belas orang berkumpul melingkar dan saling melihat secara kaku selama beberapa menit, seorang anggota segera memecahkan ketegangan dengan humor. Tidak lama kemudian seseorang mulai terganggu; ia marah karena pemimpinnya (yang sudah terlatih sebelumnya) menolak memberikan pengarahan dan menyusun acara sehingga muncul pemimpin baru. Subfase satu ditandai dengan harapan bahwa pelatih akan segera mengambil alih pimpinan. Ketika ternyata ini tidak terjadi, subfase kedua dimulai dengan terbentuknya koalisi diantara beberapa orang anggota, dan menyerang pelatih karena tidak mau memimpin. Koalisi lainnya segera terbentuk dan mempertahankan hak pemimpin untuk tidak memimpin. Akhirnya anggota kelompok “menemukan” bahwa mereka bebas membentuk struktur mereka sendiri dan pengalaman mereka sendiri yang unik. Inilah subfase ketiga.
Tahap dua: kebergantungan satu sama lain
Setelah kelompok menyadari bahwa mereka mandiri, mereka segera terpesona satu sama lain dan menjalani “bulan madu palsu”. Ketika kelompok dimulai mereka menunjukkan keadaan sebenarnya betapa mereka jujur dan terbuka diantara atu sama lain. Ini hanya berlangsung singkat, dan menuju fase kekecewaan. Ini ditandai dengan usaha sungguh-sungguh untuk menemukan identitas yang sebenarnya dari setiap anggota kelompok. Ketika sebagian anggota mengungkapkan pribadinya dan yang lain menolak bersikap terbuka yang sama, kelompok pecah menjadi dua koalisi – yang satu mendukung lebih banyak keterbukaan interpersonal, dan yang lain menentangnya. Kelompok pada umumnya merasakan keakraban dan kebergantungan satu sama lain.
Setelah pihak koalisi menyadari bahwa mereka mandiri, akhirnya kelompok keseluruhan menjadi goyah akibat ulah koalisi tersebut. Akhirnya kelompok terpecah menjadi dua. Dan masing-masing bergantung satu sama lain pada kelompok pecahan mereka sendiri-sendiri. Disinilah periode kehidupan kelompok pertemuan mengalami pertumbuhan diri, namun disini juga emosi dikuras habis, dan dalam beberapa hal menimbulkan kerusakan emosional pada individu. Perlu diketahui, emosi mempunyai pengaruh besar terhadap tingkah laku dan kepribadian seseorang.[3]
3. Kelompok penyadar: Model Chesebro, Cragan, dan McCullogh
kelompok penyadar yang dirumuskan oleh James Chesebro, John Cragan, dan Patricia McCullogh pada tahun 1970 yang hasilnya sebagai berikut: Tahap pertama, yaitu kesadaran diri akan identitas baru. Maksudnya para anggota kelompok harus terdiri dari orang-orang yang mempunyai karakteristik yang menjadi dasar kelompok. Kemudian tahap kedua adalah identitas kelompok melalui polarisasi. Disini para anggota kelompok mulai membeda-bedakan kelompoknya dengan kelompok lain atau dengan kata lain, mulai membicarakan tabiat kelompok lain sebagai “musuh”nya. Selanjutnya pada tahap ketiga, adanya penegakan nilai-nilai baru bagi kelompok. Pada tahap ini kelompok mulai teguh dengan nilai-nilai kelompok mereka dengan kelompok yang bertentangan.[4]
Yang terakhir, tahap keempat yaitu menghubungkan diri dengan kelompok revolusioner. Maksudnya kelompok ini biasanya merumuskan suatu tindakan nyata dan terkadang tidak terbayangkan oleh kelompok lain, untuk mempertahankan keyakinan kelompok mereka. Hal itu biasanya terilhami dari kelompok lain yang sepaham dengan keyakinan kelompok mereka.[5]
2. Komunikasi Kelompok Preskriptif
Berbagai komunikasi kelompok ini menurut kelompoknya diklasifikasikan pada dua kelompok besar: privat dan publik (terbatas dan terbuka). Komunikasi kelompok dapat dipergunakan untuk menyelesaikan tugas-memecahkan persoalan, membuat keputusan, atau melahirkan gagasan kreatif-membantu pertumbuhan kepribadian seperti dalam kelompok pertemuan, atau membangkitkan kesadaran sosial politik. Tidak salah jika dikatakan bahwa komunikasi kelompok berfungsi sebagai katup pelepas perasaan tidak enak sampai ipembuat gerakan revolusioner, sejak sekadar pengisi waktu sampai basis perubahan sosial. Berbagai komunikasi kelompok ini menurut formatnya dapat diklasifikasikan pada dua kelompok besar, yaitu privat dan publik (terbatas dan terbuka). Kelompok pertemuan (kelompok terapi), kelompok belajar, panitia, dan konferensi (rapat) termasuk dalam kelompok privat. Sedangkan panel, wawancara terbuka (public interview), forum, dan simposium termasuk kelompok publik. Di sini kita akan mempergunakan format diskusi dari Cragan dan Wright (1980), yaitu :
1. Diskusi meja bundar
2. Simposium
3. Diskusi panel
4. Forum
5. Kolokium
6. Prosedur parlementer [6]
Format Diskusi
Format diskusi ini didasarkan atas susunan tempat duduk, urutan siapa yang berbicara dan kapan, dan aturan waktu yang diizinkan untuk berbicara. Seperti contoh dalam Diskusi meja bundar; Susunan tempat duduk yang bundar menyebabkan arus komunikasi yang bebas diantara anggota-anggota kelompok. Susunan ini biasanya digunakan untuk diskusi yang sifatnya terbatas. Format meja bundar memungkinkan individu berbicara kapan saja, tanpa ada agenda yang tetap. Meja bundar mengisyaratkan waktu yang tidak terbatas dan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi. [7]
Simposium; Simposium adalah serangkaian pidato pendek yang menyajikan berbagai aspek dari sebuah topik atau posisi yang pro dan kontra terhadap masalah yang komtroversial, dalam format diskusi yang sudah dirancang sebelumnya. Simposium dimaksudkan untuk menyajikan informasi untuk dijadikan sumber rujukan khalayak dalam mengambil keputusan pada waktu yang akan datang. Informasi diklasifikasikan berdasarkan urutan logis, perbedaan titik pandang, atau pemecahan alternatif. Setiap bagian dari pokok bahasan diulas oleh seorang pembicara pada waktu yang telah ditentukan.
Diskusi panel; Diskusi panel adalah format khusus yang anggota-anggota kelompoknya berinteraksi, baik berhadap-hadapan maupun melalui seorang mediator, diantara mereka sendiri dan dengan hadirin, tentang masalah yang kontroversial. Biasanya, susunan tempat duduk diskusi panel meletakkan peserta diskusi pada meja segi empat yang menghadap khalayak, dengan moderator yang duduk di tengah-tengah, diantara kedua pihak yang berdiskusi. Moderator tidak mengendalikan diskusi karena peserta diskusi dapat berinteraksi secara langsung dan spontan. Diskusi panel digunakan untuk menciptakan suasana komunikasi kelompok yang informal, menidentifikasi masalah yang harus di telaah dan diteliti, memberikan pengertian kepada khalayak tentang bagian-bagian permasalahan, menghimpun berbagai fakta dan pandangan dalam kerangka diskusi, membangkitkan minat khalayak pada masalah tertentu, menghadapkan kelompok pada masalah kontroversial dan mendorong mereka untuk ikut serta memecahkan masalah.
Macam-macam forum Forum adalah waktu tanya jawab yang terjadi setelah diskusi terbuka misalnya simposium. Jadi khalayak mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan atau memberikan tanggapan. Ada lima macam forum; (1) forum ceramah, (2) forum debat, (3) forum dialog, (4) forum panel, dan (5) forum simposium.
Forum ceramah adalah format diskusi yang dilakukan terutama sekali untuk saling berbagai informasi. Ceramah tidak selalu disusul oleh forum, seperti ceramah yang disajikan pada talevisi. Forum debat dimaksudkan untuk menyajikan pro dan kontra terhadap proposisi yang kontroversial. Forum dialog menggunakan kombinasi antara dukungan dan pertanyaan, sehingga menjadi struktur diadik atau triadik yang melahirkan dialog.
Kolokium; kolokium adalah sejenis format diskusi yang memberikan kesempatan kepada wakil-wakil khalayak untuk mengajukan pertanyaan yang sudah dipersiapkan kepada seorang (atau beberapa orang) ahli. Kolokium agak bersifat formal, dan diskusi diatur secara ketat oleh seorang moderator. Moderator mengizinkan seorang penanya untuk menanyakan satu pertanyaan pada satu saat secara bergiliran.
Prosedur parlementer; Prosedur parlementer adalah format diskusi yang secara ketat mengatur peserta diskusi yang besar pada periode waktu yang tertentu ketika sejumlah keputusan harus dibuat. Para peserta harus mengikutu peraturan tata tertib yang telah ditetapkan secara eksplisit.
Sistem Agenda Pemecahan Masalah
Dalam pembahasan komunikasi kelompok preskriptif ada sebuah urutan pemecahan masalah yang diilhami oleh proses berpikir reflektif dari John Dewey. Ada tiga pola pemecahan masalah yang telah dimodifikasi oleh para ahli: urutan pemecahan masalah kreatif, urutan berpikir reflektif, dan urutan solusi ideal. Maksud dari pembahasan ini adalah mencoba menelusuri cara pemecahan masalah yang sistematika didalamnya berbeda, dari yang detil sampai simple atau sederhana.[8]
Urutan pemecahan masalah kreatif: sistem ini termasuk sistem pemecahan masalah yang lengkap dan sangat tepat untuk melahirkan gagasan baru. Urutannya mengutip dari Brilhart (1979: 144-145). Pertama, memahami permasalahan secara rinci. Dari topik permasalahan, perencanaan hasil akhir, dampak, mengumpulkan referensi, penyebab masalah, dan membicarakan tentang hambatan. Kedua, mengumpulkan saran untuk mencari langkah awal dalam penyelesaian masalah. Ketiga, menentukan standar relatif yang digunakan serta memikirkan kelebihan dan kekurangan standar tersebut. Keempat, keputusan bagaimana penyelesaiannya. Kelima, adanya tindak lanjut dan pemeriksaan.
Urutan berpikir reflektif: dalam urutan pemecahan masalah ini dianjurkan adanya kritik sebelum menentukan pemecahan masalah. Urutannya adalah, memahami masalah, mengumpulkan solusi dan alternatif untuk kriteria pemecahan, menentukan salah satu solusi, kemudian dilakukan tindakan.
Pola solusi ideal: pola ini dilakukan untuk mengatasi masalah yang mempengaruhi berbagai macam kelompok yang mempunyai kepentingan yang berlainan atau dengan kata lain, keputusannya mempengaruhi orang banyak. Urutan pertama sama dengan sebelumnya yaitu memahami permasalahan. Kedua, menentukan pemecahan masalah ideal ditinjau dari berbagai kepentingan kelompok atau individu. Ketiga memikirkan hasil dari solusi yang akan dilakukan. Dan yang terakhir adalah, bagaimana menyelesaikan solusi tersebut.[9]
[1] Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc, Psikologi Komunikasi,(Bandung:PT REMAJA ROSKADARYA, 2005), hlm, 175
[2] ibid
[3] Mahmud, M.Dimyati. Psikologi: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: BPFE.1990), hlm 163
[4] http://alayyubi23.blogspot.com/2011/03/komunikasi-kelompok.html
[5] ibid
[7] Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc, Psikologi Komunikasi,(Bandung:PT REMAJA ROSKADARYA, 2005), hlm, 180
[8] http://alayyubi23.blogspot.com/2011/03/komunikasi-kelompok.html
[9] http://adiprakosa.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar