Senin, 10 September 2012

Pengaruh Persepsi Interpersonal Dan Konsep Diri Dalam Komunikasi Interpersonal



  1. Pengaruh Persepsi Interpersonal
      Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperolah dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dengan kata lain persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli).[1]
      Interpersonal, yaitu komunikasi antara individu, factor personal dan situasional mempengaruhi seseorang dalam komunikasi.[2]
  1. Factor-faktor personal yang mempengaruhi perilaku manusia
Perspektif yang berpusat pada personal mempertanyakan factor-faktor internal, apakah baik berupa sikap, instink, motif, kepribadian, system kognitif kognitif yang menjelaskan perilaku manusia. Secara garis besar adalah factor biologis dan factor sosiopsikologis.[3]
1.      Factor biologis
Manusia adalah makhluk biologis yang tidak berbeda dengan hewan yang lain. Ia lapar jika tidak makan selama dua puluh jam, kucing pun demikian. Ia memerlukan lawan jenis untuk kegiatan reproduktifnya begitu pula kerbau. Ia melarikan diri kalau melihat musuh yang menakutkan begitu pula monyet. Factor biologis terlibat dlam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan factor sosiopsikologis. Bahwa warna warisan biologis manusia menentukan perilakunya, dapat di awali struktur DNA yang menyimpan seluruh memori warisan biologis yang diterima dari kedua orang tuanya. Begitu besarnya pengaruh warisan biologis ini yang memandang segala kegiatan manusia, termasuk agama, kebudayaan, moral, berasal dari struktur biologinya. Aliran ini menyebut dirinya sebagai aliran sosiobiologis (Wilson,1975).[4]

Factor-faktor biologis yang mendorong perilaku manusia, yang lazim di sebut sebagai motif biologis. Yang paling penting dari motof-motif biologis antara lain, aialh kebutuhan akan makanan-minuman dan istirahat (visceral motives), kebutuhan seksual dan kebutuhan memelihara kelangsungan hidup dengan menghindari dari sakit dan bahaya. Ada beberapa peneliti yang menunjukkan pengaruh biologis terhadap perilaku manusia, yaitu mereka yang lapar akan mudah tersinggung, sukar bergaul dan tidak bisa konsentrasi, kekurangan tidur juga telah dibuktikan meningkatkan sifat mudah tersinggung dna mengganggu cara berfikir, serta menurunkan kemampuan melakukan tugas-tugas yang kompleks atau memecahkan persoalan. Kebutuhan akan rasa aman, menghindari rasa sakit, dapat menghambat kebutuhan-kebutuhan yang lain. Kebutuhan seksual mewarnai sains, teknologi, seni, memperteguh kemesraan dan memelihara lembaga perkawinan, memperkuat. (Coleman, 1976:97-101).[5]
2.      Factor sosiopsikologis
Dapat dikalsifikasikannya ke dalam tiga komponen.
1.      Komponen Afektif
Merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya.
2.      Komponen Kognitif
Aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia.
3.      Komponen Konatif
Aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.[6]
3.      Motif sosiogenesis
Motif sosiogenesis disebut juga dengan motif sekunder sebagai lawan motif primer (motif biologis). Berbagai klasifikasi motif sosiogenesis, menurut para ahli, dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      W.I Thomas dan Florian Znanieckci :
a.       Keinginan memperoleh pengalaman baru
b.      Keinginan untuk mendapatkan respons
c.       Keinginan akan pengakuan
d.      Keinginan akan rasa aman
2.      David McClelland :
a.       Kebutuhann berprestasi (need for achievement)
b.      Kebutuhan akan kasih sayang (need for affiliation)
c.       Kebutuhan berkuasa (neef for power)[7]
3.      Abraham Maslow :
a.       Kebutuhan akan rasa aman (safety needs)
b.      Kebutuhan akan keterikatan dan cinta (belongingness and love needs)
c.       Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs)
d.      Kebutuhan untuk pemenuhan diri (self-actualization)
4.      Melvin H.Marx :
a.       Motif ingin tahu (curiosity)
b.      Motif kompetensi (competence)
c.       Motif prestasi (achievement)[8]
  1. Factor-faktor situasional yang mempengaruhi perilaku manusia
a)      Faktor Ekologis
kaum Determinisme lingkungan sering menyatakan bahwa keadaan Alam mempengaruhi Gaya hidup dan perilaku.[9]Seperti Lingkungan pantai yang gemuruh oleh ombak berbeda pengaruhnya dengan lingkungan hutan yang sunyi (factor geografis) dan Negeri dengan empat musim berbeda pengaruhnya terhadap penduduk dengan Negeri yang hanya memiliki dua musim.
b)      Faktor desain dan Arsitektural
Dewasa ini telah tumbuh perhatian di kalangan para arsitek pada pengaruh lingkungan yang dibuat manusia terhadap perilaku penghuninya[10].seperti halnya Desain sebuah kendaraaan Mobil atau pesawat terbang dapat mempengaruhi perilaku penumpangnya. Penumpang bus yang didesain mewah cenderung tertib , dibanding penumpang metromini yang pengap sehingga mempengaruhi ketertiban di dalam bus (cendrung tidak tertib)
c)      Faktor temporal(waktu)
Para peneliti telah banyak mengungkap tentang pengaruh waktu terhadap bioritma manusia.misalnya perilaku mahasiswa di dalam kelas pagi hari berbeda dengan di kelas siang hari, berbeda pula dengan kelas malam hari.sehingga waktu mempengaruhi kualitas pesan dan penterjamahan pesan dalam komunikasi.[11]
d)     Suasana perilaku
Selama bertahun-tahun, Roger Baker dan Rekan-rekannya meneliti lingkungan terhadap individual. Lingkungan di baginya ke dalam beberapa satuan yang terpisah, yang di sebut suasana perilaku. Pada setiap suasana perilaku terhadap pola-pola hubungan yang mengatur orang-orang di dalamnya.[12] Misalnya Didalam suatu kampanye di lapangan terbuka, komunikator akan menyusun dan menyampaikan pesan dengan cara yang berbeda daripada ketika berbicara di hadapan kelompok kecil di ruang rapat partai.
e)      Faktor  teknologi
Dewasa ini Seringkali orang-orang membicarakan tentang pengaruh teknologi terhadap perilaku manusia. Aflin tovler melukiskan tiga golongan peradaban manusia yang terjadi oleh sebab akibat perubahan teknologi. Lingkungan teknologis yang meliputi system energi, system produksi, dan system distribusi, membentuk serangkaian prilaku sosial yang sesuai dengannya , bersamaan dengan itu tumbuhlah pola-pola penyebaran informasi yang mempengaruhi suasana kejiwaan setiap anggota masyarakat.
f)       Faktor sosial
faktor-faktor sosial yang mempengaruhi manusia
1.      struktur organisasi. Seorang guru, meski sudah lanjut usia, betapapun bersikap hormat kepada kepala KanWil Depdikbud, meski yang kepala itu usianya jauh lebih muda
2.      system peranan. Seorang aktifis angkatan 66 yang banyak jasanya dalam menghancurkan pemberontakan G30S PKI ketika sedang mengurus surat keterangan bebas G 30 S, terpaksa harus bersikap hormat terhadap polisi yang mewawancarainya sehubungan dengan peristiwa G 30 S padahal sang polisi yang masih belia tidak pernah mengalami peristiwa itu.
3.      Struktur kelompok. seorang anak betapapun tinggih kedudukan sosialnya tetap harus hormat terhadap ayah kandungnya yang masih petani kecil karena dalam struktur kelompok sosial yang berlaku ayah memiliki kedudukan yang lebih tinggi.
4.      karakteristik populasi. Usia kecerdasan jenis kelamin mempengaruhi tingkah laku seseorang. Perilaku anak muda di tengah-tengah orang tua pasti berbeda di bandingkan jika ia berada di tengah-tengah temannya yang seusia.[13]
  1. Pengaruh Faktor-faktor Personal pada Persepsi Interpersonal
Persepsi interpersonal besar pengaruhnya bukan saja pada komunikasi interpersonal, tetapi juga pada hubungan interpersonal. Karena itu,keceramatan persepsi interpersonal akan sangat berguna untuk meningkatkan kualitas komunikasi interpersonal kita. Beberapa cirri-ciri khusus penanggap yang ceramat adalah :
1.      Pengalaman
Pengalaman mempengaruhi kecermatan persepsi. Pengalaman tidak selalu lewat proses belajar formal. Pengalaman kita bertambah juga melalui rangkaian peristiwa yang pernah kita hadapi. Inilah yang menyebabkan seorang ibu segera melihat hal yang tidak beres pada wajah anaknya atau pada petunjuk kinesik lainnya. Ibu lebih berpengalaman mempersepsi anaknya daripada bapak. Ini juga sebabnya mengapa kita lebih sukar berdusta di depan orang yang paling dekat dengan kita.[14]
2.      Motivasi
Proses konstruktif yang banyak mewarnai persepsi interpersonal juga sangat banyak melibatkan unsur-unsur motivasi. [15]
3.      Kepribadian
Dalam psikoanalisis dikenal proyeksi, sebagai salah satu cara pertahanan ego. Proyeksi adalah mengeksternalisasikan pengalaman subjektif secara tidak sadar. Orang melempar perasaan bersalahnya pada orang lain. Maling teriak maling adalah contoh tipikal dari proyeksi. Pada persepsi interpersonal, orang mengenakan pada orang lain sifat-sifat yang ada pada dirinya, yang tidak disenanginya. Sudah jelas, orang yang banyak melakukan proyeksi akan tidak cermat menanggapi persona stimuli, bahkan mengaburkan gambaran sebenarnya. Sebaliknya, orang yang menerima dirinya apa adanya, orang yang tidak dibebani perasaan bersalah, cenderung menafsirkan orang lain lebih cermat. Begitu pula orang yang tenang, mudah bergaul dan ramah cenderung memberikan penilaian posoitif pada orang lain. Ini disebut leniency effect (Basson dan Maslow, 1957).[16]
Bila petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal membantu kita melakukan persepsi yang cermat, beberapa factor personal ternyata mempersulitnya. Persepsi interpersonal menjadi lebih sulit lagi, karena persona stimuli bukanlah benda mati yang tidak sadar. Menusia secara sadar berusaha menampilkan dirinya kepada orang lain sebaik mungkin.[17]
  1. Pengaruh Faktor-faktor situasional pada Persepsi Interpersonal
1.      Deskripsi Verbal
Deskripsi verbal lebih mengarahkan pada penilaian.
Penilaian dilihat dari segi sifat yang di perankan oleh tokoh dalam film “Breaking Dawn” yaitu : Anna memiliki sifat cerdas, rajin, kritis, serta ramah. Namun di sisi lain, ia juga sangat menerima kritikan yang orang sampaikan kepadanya, Sementara Dwan Wake memiliki gangguan jiwa, namun mempunyai kekuatan indera keenam.[18]
2.      Petunjuk Proksemik
Proksemik adalah studi tentang penggunaan jarak dalam penyampaian pesan.
Anna dan Dwan Wake, membina hubungan dalam berkomunikasi sangat akrab padahal sebenarnya mereka memiliki jarak, yaitu antara Pasien dengan Dokter, Namun, Anna membuatnya seolah-olah tidak ada jarak.
3.      Petunjuk Kinesik
Petunjuk Kinesik paling sukar untuk di kendalikan secara sadar oleh orang yang menjadi Stimuli.
Pertama kali Anna berbicara dengan Dwan Wake, yang ia rasakan adalah perasaan gugup karena belum terbiasa berbicara dengan orang yang sakit jiwa seperti Dwan Wake.[19]
4.      Petunjuk Wajah
Petunjuk wajah dapat menimbulkan persepsi yang bisa diandalkan.
Anna merasa ketakutan pada saat berkomunikasi dengan Dwan Wake, karena pada saat itu, mimik wajah Dwan Wake tampak mencerminkan kemarahan yang lama terpendam.
5.       Petunjuk Paralinguistik
Yang Di maksud dengan Paralinguistik ialah, cara bagaimana orang mengucapkan lambang-lambang Verbal. Hal ini meliputi, tinggi rendahnya suara, tempo bicara, gaya verbal (dialek), dan interaksi (perilaku ketika melakukan komunikasi atau obrolan )
Hal ini juga terlihat pada saat Dwan Wake berteriak karena marah pada Anna.
6.      Petunjuk Artifaktual
Petunjuk Artifaktual meliputi segala macam penampilan sejak potongan tubuh, kosmetik yang dipakai, baju, tas, pangkat, dan atribut-atribut lainya.[20]
Dwan Wake memakai baju yang biasa di pakai oleh pasien yang di rawat di rumah sakit, sedangkan Anna memakai baju layaknya seorang dokter.

  1. Konsep diri dalam komunikasi interpersonal
Konsep ini merupakan factor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal, karena setiap orang bertingka laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya “Hubungan konsep diri dengan prilaku mungkin dapat di simpulkan dengan ucapan para pengajur berfikiran positif: “you dont’t think what you are,you are what you think.”
 Komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep yang dimiiki oleh individu masing-masing (positif atau negatif). Sebagai peminat komunikasi, kita mampu mengetahui tanda-tanda konsep diri yang positif dan negative.

Menurut William D. Brooks dan Philip emmert ada empat yang memiliki konsep diri dalam komunikasi interpersonal yang negative yaitu :[21]
  1. Pertama, ia peka tehadap kritik. Orang ini sangat tidak tahan dengan kritik yang di terimanya, dan mudah marah atau naik pitam. Bagi orang ini,koreksi sering kali di presepsi sebangai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya. Dalam komunikasi orang yang memiliki konsep diri negatif cendrung menghindari dialog yang terbuaka, dan bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan berbagai justifikasi atau logika yang keliru
  2. Kedua, orang yang memiliki konsep diri negatif, responsif sekali terhadap pujian. Walupun ia mungkin berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya pada waktu meneripa pujian. Buat orang yang seperti ini, segala macam embel-embel yang menunjang harga dirinya menjadi pusat perhatiannya
  3. Ketiga, orang yang memiliki konsep diri negatif, senang terhadap pujian, bersifat hiperkritis terhadap orang lain. Ia selalu mengeluh, memcela, atau meremehkan apapn dan siapapun. Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain.[22]
  4. Keempat, orang yang memiliki konsep diri negatif,cendrung merasa tidak disenangi orang lain. Ia merasa tidak di perhatikan,karna itu lah mereka beraksi pada orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan. Ia tidak akan pernah mempersalahkan dirinya,tetapi menganggap dirinya sebangai korban dan sistem sosial yang tidak beres.
  5. Kelima, orang yang memiliki konsep diri negatif, bersikap pesimis terhadap kompetisi seperti terungkap dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Ia mengaggap tidak akan berahaya melawan persaingan yang merugikan dirinya.
Yang selanjutnya konsep diri yang bersifat positif yaitu memiliki beberapa ciri :
·         Ia selalu yakin akan kemampuannya mengatasi masalah
·         Ia merasa setara dengan orang lain
·         Ia menerima pujian tanpa rasa malu
·         Ia menyadari bahwa setiap orang mempuyai berbagai perasaan keinginan dan perilaku yang tidak disetujui oleh masyarakat
·         Ia mampu memperbaiki dirinya[23]
D.E.Hamachek menyebutkan sebelas karakteristik orang yang mempunyai konsep diri positif
  1. Ia menyakini betul-betul nilai-nilai dan prindip-prinsip tertentu bersedia mempertahankannya,walaupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat. Tetapi dia juga merasa dirinya cukup tangguh untuk mengubah prinsip-prinsip itu bia pengalaman dan bukti-bukti baru menunjukkan ia salah.
  2. Ia mampu bertindak berdasarka penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang yang berlebih-lebihan, atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya.
  3. Ia tidak banyak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk apa yang akan terjadi besok, apa yang terjadi di waktu yang lalu, dan apa yang terjadi di waktu sekarang.
  4. Ia memiliki keyakinan pada  kemampuannya untuk mengatasi persoalan, bahkan waktu ia mengalami kegagalan atau kemunduran.
  5. Ia merasa sama dengan orang lain, sebangai manusia tidak tinggi atau rendah,walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu,latar belakang keluarga atau sikap orang lain terhadapnya.
  6. Ia sanggup menerima dirinya sebangai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain,paling tidak bagi orang-orang yang ia pilih sebangai sahabatnya.
  7. Ia dapat menerima pujian tanpa berpura-pura renda hati,dan merima penghargaan tanpa merasa bersalah.
  8. Ia  cendrung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya.
  9. Ia sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbangai dorongan dan keinginan, dari perasaan marah hingga cinta,dari peraan sedih ingga bahagia, dari kekcewwaan yang mendalam sampai kepuasan yang mendalam pula.
  10. Ia mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbangai kegiaan yang meliputi pekerjaan,permainan,ungkapan diri yang kreatif,persahabatan hingga sekedar mengisi waktu.
  11. Ia peka kepada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah di terima, dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-ssenang dengan pengorbanan orang lain. (Brooks dan Emmert, 1976:56).[24]




[1] Jalaluddin Rachmat, Psikologi Komunikasi. ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya: 1994 ). Hal 51
[2] Arni Muhammad. Komunikasi organisasi. (Jakarta:  Bumi Aksara, 1992). Hal 158
[3] Jalaluddin Rachmat, Psikologi Komunikasi. hal 32
[4] Jalaluddin Rachmat,. Hal 34
[5] Ibid. hal 35-36
[6] Nina W. Syam. Psikologi sebagai akar ilmu komunikasiI.(Bandung:Simbiosa rekatama media, 2011). Hal 43
[7] Ibid. hal 44
[9] Jalaluddin Rachmat. Hal 44
[10] Ibid. hal 44
[11] Achmad Mubarok, Psikologi Dakwah,(Jakarta: Pustaka firdaus, 2002). Hal 90
[12] Achmad Mubarok, Psikologi Dakwah,. Hal 45
[13] Achmad Mubarok, Psikologi Dakwah,. Hal 91
[15] ibid
[17] ibid
[20] Ibid.
[21] Jalaluddin Rachmat, Psikologi Komunikasi.. Hal 67

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates