Senin, 10 September 2012

PSIKOLOGI KOMUNIKATOR


PENGERTIAN PSIKOLOGI KOMUNIKATOR
Psikologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani Psychology yang merupakan gabungan dan kata psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Secara harafiah psikologi diartikan sebagal ilmu jiwa. Istilah psyche atau jiwa masih sulit didefinisikan karena jiwa itu merupakan objek yang bersifat abstrak, sulit dilihat wujudnya, meskipun tidak dapat dimungkiri keberadaannya. Dalam beberapa dasawarsa ini istilah jiwa sudah jarang dipakai dan diganti dengan istilah psikis.
Komunikator adalah pihak yang mengirim pesan kepada khalayak. Dalam khazanah ilmu komunikasi, komunikator (communicator) bisa juga bertukar peran sebagai komunikan atau penerima pesan sehingga komunikator yang baik juga harus berusaha menjadi komunikan yang baik. Seorang sumber bisa menjadi komunikator/pembicara. Sebaliknya komunikator/pembicara tidak selalu sebagai sumber. Bisa jadi ia menjadi pelaksana (eksekutor) dari seorang sumber untuk menyampaikan pesan kepada khalayak. Pengirim adalah orang yg menyuruh untuk menyampaikan. Komunikator dibagi dalam dua tipe utama:

a. Komunikator dengan Citra Diri Sendiri (The Communicator’s Self Image)
Komunikator tipe ini lebih mengutamakan kepentingan dirinya sendiri. Proses pengiriman pesan didasarkan atas keinginan sang komunikator. Mereka mengukur kesuksesan komunikasi dari segi kesuksesan mencapai target sasaran secara kuantitatif. Contoh : Dalam sebuah seminar sekelompok panitia merasa berhasil dan bangga ketika seminar itu dihadiri oleh banyak audience, tapi mereka tidak memperdulikan apakah audience memahami apa yang disampaikan komunikator atau apakah ada feedback  atau respon dari audience.
b.  Komunikator Dengan Citra Khalayak (The communicators image of the audience)
Komunikator dengan citra atau kepentingan khalayak adalah komunikator yang mencoba memahami kebutuhan audiens. Mereka sedapat mungkin memperoleh empati dengan hal-hal yang diinginkan oleh khalayak. Komunikator tipe ini terbagi atas: 1.Paternalisme (paternalism). Hubungan antara komuikator dengan audiens seperti hubungan ayah dan anak. Komunikator menganggap fungsi mereka adalah untuk mendidik dan menginformasikan audiens, semenatara kebutuhan subjektif, kepentingan dan kesukaan diri mereka tidak terlalu menjadi perhatian. Contoh: Iklan layanan masyarakat, misalkan wajib belajar 9 tahun, program KB dll. 2. Spesialisasi (specialization) ini merupakan proses yang menjadikan komunikator sebagai bagian dari khalayak yang kepentingan dan kebutuhannya diketahui. 3.Profesionalisasi (profesionalization). Efek ini menyebabkan komunikator berpikir bahwa mereka kompeten untuk memutuskan isi media dan mengetahui lebih baik apa yang seharusnya dilakukan untuk khalayak. Contoh: Editor, Redaktur pelaksana sebuah majalah/Koran, Dosen dll. 4.Ritualisme (ritualism). Komunikator tidak melakukan apa pun yang melebihi usaha mereka menciptakan keadaan menyenangkan audiens. Mereka menjadikan kumunikasi sebagai alat untuk membangun atau memperkuat kebersamaan diantara target khalayak. Contoh:Informasi Pelaksanaan kerja bakti diLingkungan, ceramah dalam mimbar-mimbar keagamaan.
Ilustrasi, pada saat anda mengendarai sepeda motor / mobil tiba tiba anda menerobos lampu merah,dan ada seseorang yg menghampiri anda mengenakan baju setelan berwarna coklat,memakai topi, dan dikalungkannya pluit.Sesaat kemudian dia hormat kepada anda dan menanyakan “ boleh saya lihat SIM / STNK anda “.Apa yang anda pikirkan tentang seseorang yang menghampiri anda itu? mungkin dengan cepat anda berkesimpulan bahwa dia adalah seorang POLISI.
Itulah psikologi komunikator. Artinya, untuk bisa dipercayai orang lain diperlukan bukah saja bisa/dapat berbicara tetapi juga memerlukan ”penampilan” yang meyakinkan. He doesn’t communicate what he says, he communicates what he is. Artinya ia tidak dapat menyuruh pendengar hanya memperhatikan apa yang ia katakan. Pendengar juga akan memperhatikan siapa yang mengatakan atau menyampaikan semua pesan-pesan tersebut. Bahkan kadang-kadang unsur “siapa” ini lebih penting dari unsur “apa”. Memang pakaian bukanlah segala-galanya, tetapi banyak teori psikologi yang mengatakan bahwa penampilan akan membuat image lain bagi seseorang.
Aristoteles menyebut karakter komunikator ini sebagai ethos. Ethos terdiri dari pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik ( good sense, good moral, character, good will).Pendapat Aristoteles ini diuji secara ilmiah 2300 tahun kemudian oleh Carl Hovland dan Walter Weiss (1951). Mereka melakukan eksperimen pertama tentang psikologi komunikator. Kepada sejumlah besar subjek disampaikan pesan tentang kemungkinan membangun kapal selam yang digerakkan oleh tenaga atom (waktu itu, menggunakan energi atom masih merupakan impian).
Hovland dan Weiss menyebut ethos ini credibility yang terdiri dari dua unsur : Expertise (keahlian) dan trustworthiness (dapat dipercaya). Ketika komunikator berkomunikasi, yang berpengaruh terhadap khalayak bukan saja apa yang ia katakan (pesan), tetapi penampilannya, keadaan dirinya, cara berpakaiannya, model sisir rambutnya juga berpengaruh terhadap khalayak, dan sekaligus semuanya mendapat penilaian dari khalayak pada saat itu.
Pada modul ini kita akan membahas mengenai psikologi komunikator yang di dalamnya melibatkan tiga komponen penting, yaitu ethos, pathos dan logos. Khusus untuk bagian ethos kita akan bahas secara mendalam untuk mendapatkan pengertian yang lebih luas.
A. ETHOS
            Ethos diartikan sebagai sumber kepercayaan (source credibility) yang ditunjukkan oleh seorang orator (komunikator) bahwa ia memang pakar dalam bidangnya, sehingga oleh karena seorang ahli, maka ia dapat dipercaya. Seorang komunikator yang handal, mau tidak mau harus melengkapi dirinya dengan dimensi ethos ini yang memungkinkan orang lain menjadi percaya. Ethos terdiri dari pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik (good sense, good moral character, good will). Ada beberapa pendapat mengenai penamaan ethos ini, di antaranya adalah:
1. McCroskey menyebutnya authoritativeness
2. Markham menyebutnya reliablelogical
3. Berlo, Lemert dan Mertz menyebutnya qualification
            Secara teoretik, ethos bukanlah variabel tunggal, melainkan ethos memiliki atau terdiri dari beberapa dimensi, yaitu kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan. Satu sama lain bisa berdiri sendiri, tetapi pada suatu “saat” mungkin akan menyatu. Artinya, seseorang memiliki ethos yang terdeskripsikan pada kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan. Dimensi-dimensi Ethos. Dimensi ethos atau faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikator, yaitu :
1. KREDIBILITAS
            Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikate tantang sifat-sifat komunikator. Dari definisi ini terkandung dua hal, yaitu : Pertama : kredibilitas adalah persepsi komunikate, jadi tidak inheren dalam diri komunikator Kedua : kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator (disebut juga komponen-komponen kredibilitas). Sejatinya, inti dari kredibilitas adalah persepsi, yang secara sederhana dapat diartikan pandangan komunikate terhadap komunikator. Oleh karena itu persepsi tidaklah tetap melainkan berubah-ubah bergantung kepada pelaku persepsi (komunikate), topik yang dibahas, dan situasi. Misalnya, seorang dosen begitu didengar oleh mahasiswanya, tetapi belum tentu di depan rektornya. Ini mengandung arti bahwa persepsi mahasiswa dan persepsi rektor sangat berbeda, tergantung siapa yang memberikan persepsi tersebut. Contoh lain misalnya, anda seorang mahasiswa akan sangat dikagumi apabila anda KKN (kuliah kerja nyata) di daerah terpencil (pelosok pedesaan). Tetapi mungkin anda akan dianggap biasa saja di lingkungan masyarakat kota yang terdidik. Sekali lagi harus dikatakan bahwa kredibilitas akan sangat tergantung kepada “siapa” yang memberi persepsi. Karena persepsi merupakan pandangan orang lain (komunikate), maka persepsi itu dapat dimanipulasi dengan cara menggunakan beragam atribut/asesoris yang dapat mengubah persepsi orag lain terhadap komunikator. Misalnya, seorang profesor dari perguruan tinggi terkemuka didandani pakaian robek-robek, lusuh dan dekil. Maka kita dapat meramalkan kredibilitas sang profesor tersebut akan jatuh, akan lain halnya apabila sang profesor tersebut mengunakan jas dan dasi lengkap. Dengan demikian kredibilitas dapat dibentuk, dimanupulasi berdasarkan keinginan tertentu. Persepsi komunikate terhadap komunikator tidaklah berdiri sendiri, salah satunya dipengaruhi prior ethos, yaitu persepsi komunikate tentang komunikator sebelum ia melakukan komunikasi. Adapun prior ethos dapat dibangun melalui:
1. Dibangun melalui pengalaman langsung (artinya komunikate dan komunikator pernah bertemu langsung).
2. Dibangun melalui pengalaman wakilan (vicarious experiences). Misalnya, komunikator sering ditampilkan oleh media massa sebagai seseorang yang “hebat”, maka komunikate akan memberikan persepsi baik meskipun belum pernah berjumpa tatap muka (langsung).
3. Dibangun melaui kelompok rujukan (dibangun melalui skema kognitif). Misalnya: anda akan mendengarkan petuah seseorang yang diperkenalkan sebagai kiyai haji. Gelar (kiyai/haji) dinisbatkan kepada orang yang memiliki ilmu “luhur”, oleh karena itu persepsi kita akan terpengaruh oleh gelar-gelar tersebut.
Selain prior ethos, pesepsi komunikate terhadap komunikator dipengaruhi pula oleh intrinsic ethos. Secara sederhana intrinsic ethos adalah kepercayaan yang datangnya dari dalam diri komunikator secara berproses (terjemahan penulis). Misalnya, pada suatu kesempatan anda diundang untuk mendengarkan ceramah seseorang. Seseorang (komunikator) tersebut terlihat menggunakan pakaian seadanya: celana jeans sedikit agak lusuh, mengenakan kaos tanpa kerah, serta hanya mengunakan sendal gunung. Ia akan berbicara tentang kemiskinan dan kaitannya dengan fenomena bunuh diri dikalangan masyarakat tidak mampu. Setelah beberapa saat komunikator tersebut berbicara, pembicaraannya begitu mendalam dengan menggunakan contoh-contoh yang mudah dimengerti serta tata susunan bahasaya yang menawan. Maka perlahan-lahan komuniktor tersebut menampakan kredibilitasnya yang tinggi. Kredibilitas akan sangat ditentkan oleh persepsi. Di samping itu, terdapat dua komponen yang menentukan kredibilitas, yaitu:
1. Keahlian adalah kesan yang dibentuk oleh komunikate tentang kemampuan komunikator dalam hubunganya dengan topik yang dibicarakan. Indikatornya adalah cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman, atau terlatih.
2. Kepercayaan adalah kesan komunikate tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya. Indikatornya adalah jujur, tulus, bermoral, adil, sopan dan etis. Aristoteles menyebut indikator tersebut dengan: good moral character.
Tokoh lain, Koehler, Annatol, dan Applbaum menambahkan empat komponen kredibilitas, yaitu:
1. Dinamisme: bila komunikator dipandang bergairah, bersemangat, aktif, tegas, dan berani. Lawannya: pasif, ragu-ragu, lesu dan lemah.
2. Sosiabilitas: bila komunikator sebagai seorang yang periang dan sangat bergaul (gaul gitu lho...)
3. Koorientasi: bila komunikator mewakili kelompok yang kita senangi, yang mewakili nilai-nilai kita.
4. Karisma: bila komunikator menunjukkan sifat luar biasa yang dimilikiya sehingga dapat menarik dan mengendalikan komunikate seperti magnet.
Effendy, menyebut beberapa hal yang terkait dengan ethos, di antaranya:
1. Komponen-komponen ethos yang meliputi:
- competence (kemampuan/kewenangan)
- integrity (integritas/kejujuran)
- good will (tenggang rasa)
2. Faktor-faktor pendukung ehos
- persiapan (preparation)
- kesungguhan (seriousness)
- ketulusan (sincerity)
- kepercayaan (confidence)
- ketenangan (poise)
- keramahan (friendship)
- kesederhanaan (moderation)
2. ATRAKSI
Atraksi (attractiveness) adalah daya tarik komunikator yang besumber dari fisik. Seorang komunikator akan mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan sikap melalui mekanisme daya tarik (fisik), misalnya, komunikator disenangi atau dikagumi yang memungkinkan komunikate menerima kepuasan. Atau daya tarik ini disebabkan oleh adanya faktor kesamaan antara komunikator dan komunikate, sehingga memungkinkan komunikate tunduk terhadap pesan yang dikomunikasikan komunikator. Daya tarik fisik adalah salah satu yang dapat menyebabkan pihak lain (komunikate) merasa tertarik kepada komunikator. Misalnya, kita menyenangi orang-orang yang cantik atau tampan, atau mungkin kita akan menyenangi orang-orang yang memiliki banyak kesamaan dengan kita, atau mungkin juga kita akan menyenangi orang-orang yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi dari kita. Hal-hal itu terkait dengan daya tarik fisik, ganjaran, kesamaan, dan kemampuan. Komunikator yang menarik secara fisik akan memiliki daya tarik tersendiri yang memungkinkan ia memiliki pesona persuasif.
Daya tarik pun dapat dikarenakan oleh homophily dan heterophily di antara komunikator dan komunikate. Homophily terjadi ketika antara komunikator dan komunikate merasa ada kesamaan dalam: status sosial ekonomi, pendidikan, sikap, dan kepercayaan. Kesamaan ini menjadi daya tarik. Oleh karena itu, komunikator yang ingin memengaruhi orang lain sebaiknya memulai dengan menegaskan kesamaan antara dirinya dengan komunikate. Upaya ini dalam konteks retorika disebut “strategy of identification” ujar Kenneth Burke, atau “establishing common grounds”.
Heterophily, terdapat perbedaan staus ekonomi, pendidikan, sikap, dan kepercayaan antara komunikator dan komunikate. Namun demikian, komunikasi akan lebih efektif pada kondisi yang memiliki homophily. Pada kondisi homophily komunikator yang dipersepsi memiliki kesamaan dengan komunikate akan lebih efektif dalam berkomunikasi, sebab:
  1. Kesamaan mempermudah proses penyandibalikan (decoding), yaitu proses menerjemahkan lambang-lambang yang diterima menjadi gagasan-gagasan.
2. Kesamaan membantu membangun premis yang sama. Premis yang sama mempermudah proses deduksi.
3. Kesamaan menyebabkan komunikate tertarik pada komunikator. Kita cenderung menyukai orang-orang yang memiliki kesamaan disposisional dengan kita. Karena kita menyukai komunikator maka kita cenderung akan menerima gasgasan gagasannya.
4. Kesamaan menumbuhkan rasa hormat dan percaya kepada komunikator (meskipun alasan ini belum dibuktikan secara sahih).
3.KEKUASAAN
Kekuasaan adalah kemampuan menimbulkan ketundukan. Ketundukan timbul dari interaksi antara komunikator dan komunikate. Kekuasaan menyebabkan seorang komunikator “memaksakan” kehendaknya kepada orang lain, karena ia memiliki sumber daya penting (critical reseorces). Atas dasar kekuasaan French dan Raven menyebut beberapa jenis kekuasaan, yaitu:
1. Kekuasaan Koersif (coersive power): menunjukkan kemampuan komunikator untuk mendatangkan ganjaran atau mendatangkan hukuman bagi komunikate. Misalnya hukuman yang bersifat personal: benci atau kasih sayang.
2. Kekuasaan Keahlian (Expert Power): berasal dari pengetahuan, pengalaman, keterampilan, atau kemampuan yang dimiliki komunikator. Seorang dosen memiliki kekuasaan keahlian, sehingga ia dapat menyuruh mahasiswanya menafsirkan suatu teori sesuai dengan pendapatnya.
3. Kekuasaan Informasional (Informational Power): berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki oleh komunikator. Seorang ahli mesin dapat menyarankan manajernya untuk membeli mesin jenis/keluaran baru yang lebih baik cara kerjanya.
4. Kekuasaan rujukan (Referent Power): Komunikate menjadikan komunikator sebagai kerangka rujukan untuk menilai dirinya. Misalnya: menjadikan komunikator sebagai teladan, karena perilakunya yang baik.
5. Kekuasaan Legal (Legitimate Power): berasal dari seperangkat aturan atau norma yang menyebabkan komunikator berwewenang untuk melakukan suatu tindakan. Misalnya: seorang manajer bisa saja mengeluarkan pegawainya yang melanggar aturan.
Komunikator yang baik
Jika individu akan menyampaikan suatu pesan, informasi ataupun gagasan kepada individu yang lain secara baik, maka diperlukan niatan dan motivasi yang baik pula. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi antara lain
a. Adanya kesiapan, artinya pesan atau informasi, cara penyampaian, waktu penyampaian dan salurannya harus dipersiapkan dahulu secara matang.
b. Kesungguhan, artinya apapun ujud dari pesan atau informasi tersebut tetap harus disampaikan secara sungguh-sungguh atau serius. Hal ini dapat dilihat dan dirasakan oleh komunikan dari bahasa Verbal maupun non-verbal
c. Ketulusan, artinya sebelum individu memberikan informasi atau pesan kepada individu yang lain pemberi informasi harus merasa yakin bahwa apa yang akan disampaikan itu merupakan sesuatu yang baik dan memang perlu serta berguna untuk individu tersebut
d. Kepercayaan Diri, artinya jika individu memiliki rasa percaya diri maka hal ini sangat berpengaruh pada cara penyampaiannya dan bagi penerimanya.
e. Ketenangan, artinya sebaik apapun dan sejelek apapun yang disampaikan, individu harus bersikap tenang, tidak emosi memancing emosi penerima, karena dengan adanya ketenangan maka informasi akan lebih jelas, baik dan lancer.
f. Keramahan, artinya bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses dari kegiatan komunikasi, karena dengan keramahan yang tulus tanpa dibuat-buat akan menimbulkan perasaan tenang, senag dan aman bagi penerima.
g. Kesederhanaan, artinya didalam penyampaian informasi, sebaiknya dibuat sederhana baik bahasa, pengungkapan dan penyampaiannya. Meskipun informasi itu panjang dan rumit akan tetapi kalau diberikan secara sederhana, berurutan dan lengkap maka memberikan kejelasan dan pemahaman.
B. PHATOS
Pathos diartikan sebagai “imbauan emosional (emitional appeals)” yang ditunjukkan oleh seorang rhetor dengan menampilkan gaya dan bahasanya yang membangkitkan kegairahan dengan semangat yang berkobar-kobar pada khalayak. Sejatinya, pathos ini perlu dimiliki oleh seorang ahli pidato (rethor) yang tercemin dari gaya serta bahasanya yang mampu membangkitkan khalayak untuk tujuan-tujuan tertentu. Indonesia memiliki Ir. Soekarno yang memiliki pesona dalam berbicara di depan umum (publik). Semangat pergerakan untuk mengusir penjajah pada waktu itu, bukan semata-mata ditentukan oleh ujung senjata, melainkan pula terletak diujung lidah. Retorika yang baik akan sanggup “membius” khalayak untuk bersatu mengusir penjajah.
C. LOGOS
Logos diartikan sebagai “imbauan logis (logical appeals) yang ditunjukkan oleh seorang orator bahwa uraiannya masuk akal sehingga patut diikuti dan dilaksanakan oleh khalayak. Sama halnya dengan pathos, logos pun perlu dimiliki oleh seorang orator/rethor. Kahaayak akan mau dan “bersuka rela” mengikuti ajakan/anjuran komunikator apabila pesannya disampaikan dengan uraiannya yang masuk akal, dan dengan argumentasi yang kuat. Tidak semua orang memiliki logos dalam setiap perkataan yang disampaikanya. Mungkin ada orang yang cenderung memiliki pathos daripada logos atau sebaliknya. Ada satu mitos yang mungkin anda bisa percaya atau tidak: “selain kematian, hal lain yang menakutkan adalah berbicara di depan umum”. Namun bagi seorang komunikator “ulung” yang melengkapi dirinya dengan ethos, pathos dan logos, hal itu tidak berlaku. Sebelum ketiga faktor tersebut diuraikan, terlebih dahulu akan dijelaskan pengaruh komunikasi kita pada orang lain, sebagaimana dikemukakan oleh Herbert C. Kelman.
Menurut Kelman, pengaruh komunikasi kita pada orang lain berupa 3 hal :
  • Internalisasi
Internalisasi terjadi bila orang menerima pengaruh karena perilaku yang dianjurkan itu sesuai dengan sistem nilai yang dimilikinya. Kita menerima gagasan, pikiran, atau anjuran orang lain karena gagasan, pikiran, atau anjuran orang lain itu berguna untuk memecahkan masalah, penting dalam menunjukkan arah, atau dituntut oleh sistem nilai kita. Internalisasi terjadi ketika kita menerima anjuran orang lain atas dasar rasional. Misalnya kita berhenti merokok, karena kita ingin memelihara kesehatan kita karena kita tahu bahwa merokok tidak sesuai nilai-nilai yang kita anut.Dimensi ethos yang paling relevan dalam hal ini adalah kredibilitas, yaitu keahlian yang dimiliki oleh komunikator atau kepercayaan kita pada komunikator.
  • Identifikasi
Identifikasi terjadi bila individu mengambil perilaku yang berasal dari orang atau kelompok lain karena perilaku itu berkaitan dengan hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan (satisfying self-defining relationship) dengan orang atau kelompok itu. Hubungan yang mendefinisikan diri artinya memperjelas konsep diri. Dalam identifikasi, individu mendefinisikan perannya sesuai dengan peranan orang lain. Dengan perkataan lain, ia berusaha seperti atau benar-benar menjadi orang lain. Dengan mengatakan apa yang ia katakan, melakukan apa yang ia lakukan, mempercayai apa yang ia percayai, individu mendefinisikan dirinya sesuai dengan orang yang mempengaruhinya.Identifikasi terjadi ketika anak berperilaku mencontoh ayahnya, murid meniru tindak tanduk gurunya, atau penggemar bertingkah dan berpakaian seperti bintang yang dikaguminya.Dimensi ethos yang paling relevan dengan identifikasi ialah atraksi (daya tarik komunikator).
  • Ketundukan
Ketundukan terjadi bila individu menerima pengaruh dari orang atau kelompok lain karena ia berharap memperoleh reaksi yang menyenangkan dari orang atau kelompok lain tersebut. Ia ingin memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman dari pihak yang mempengaruhinya. Dalam ketundukan, orang menerima perilaku yang dianjurkan bukan karena mempercayainya, tetapi karena perilaku tersebut membantunya untuk menghasilkan efek sosial yang memuaskan.  Bawahan yang mengikuti perintah atasannya karena takut dipecat, pegawai negeri yang masuk parpol tertentu karena kuatir diberhentikan, petani yang menanam sawahnya karena ancaman pamong desa adalah contoh-contoh ketundukan, Dimensi ethos yang berkaitan dengan ketundukan ialah kekuasaan.


 SYARAT-SYARAT KOMUNIKATOR YANG EFEKTIF
            Diperlukan persyaratan tertentu untuk para komunikator dalam sebuah program komunikasi, baik dalam segi sosok kepribadian maupun dalam kinerja kerja. Dari segi kepribadian, agar pesan yang disampaikan bisa diterima oleh khalayak maka seorang komunikator haruslah memiliki syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat Komunikator secara Umum:
1)        Respect
Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita sampaikan.
Rasa hormat dan saling menghargai merupakan hukum yang pertama dalam kita berkomunikasi dengan orang lain. Ingatlah bahwa pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap penting. Jika kita bahkan harus mengkritik atau memarahi seseorang, lakukan dengan penuh respek terhadap harga diri dan kebanggaaan seseorang. Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun kerjasama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim.
Bahkan menurut mahaguru komunikasi Dale Carnegie dalam bukunya How to Win Friends and Influence People, rahasia terbesar yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam berurusan dengan manusia adalah dengan memberikan penghargaan yang jujur dan tulus. Seorang ahli psikologi yang sangat terkenal William James juga mengatakan bahwa "Prinsip paling dalam pada sifat dasar manusia adalah kebutuhan untuk dihargai." Dia mengatakan ini sebagai suatu kebutuhan (bukan harapan ataupun keinginan yang bisa ditunda atau tidak harus dipenuhi), yang harus dipenuhi. Ini adalah suatu rasa lapar manusia yang tak terperikan dan tak tergoyahkan. Lebih jauh Carnegie mengatakan bahwa setiap individu yang dapat memuaskan kelaparan hati ini akan menggenggam orang dalam telapak tangannya.
Charles Schwabb, salah satu orang pertama dalam sejarah perusahaan Amerika yang mendapat gaji lebih dari satu juta dolar setahun, mengatakan bahwa aset paling besar yang dia miliki adalah kemampuannya dalam membangkitkan antusiasme pada orang lain. Dan cara untuk membangkitkan antusiasme dan mendorong orang lain melakukan hal-hal terbaik adalah dengan memberi penghargaan yang tulus. Hal ini pula yang menjadi satu dari tiga rahasia manajer satu menit dalam buku Ken Blanchard dan Spencer Johnson, The One Minute Manager.
2)      Empathy
Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Secara khusus Covey menaruh kemampuan untuk mendengarkan sebagai salah satu dari 7 kebiasaan manusia yang sangat efektif, yaitu kebiasaan untuk mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti (Seek First to Understand-understand then be understood to build the skills of empathetic listening that inspires openness and trust). Inilah yang disebutnya dengan Komunikasi Empatik. Dengan memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerjasama atau sinergi dengan orang lain.
Rasa empati akan memampukan kita untuk dapat menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan (receiver) menerimanya. Oleh karena itu dalam ilmu pemasaran (marketing) memahami perilaku konsumen (consumer's behavior) merupakan keharusan. Dengan memahami perilaku konsumen, maka kita dapat empati dengan apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, minat, harapan dan kesenangan dari konsumen. Demikian halnya dengan bentuk komunikasi lainnya, misalnya komunikasi dalam membangun kerjasama tim. Kita perlu saling memahami dan mengerti keberadaan orang lain dalam tim kita. Rasa empati akan menimbulkan respek atau penghargaan, dan rasa respek akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam membangun teamwork.
Jadi sebelum kita membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan memahami dengan empati calon penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari penerima.
Empati bisa juga berarti kemampuan untuk mendengar dan bersikap perseptif atau siap menerima masukan ataupun umpan balik apapun dengan sikap yang positif. Banyak sekali dari kita yang tidak mau mendengarkan saran, masukan apalagi kritik dari orang lain. Padahal esensi dari komunikasi adalah aliran dua arah. Komunikasi satu arah tidak akan efektif manakala tidak ada umpan balik (feedback) yang merupakan arus balik dari penerima pesan. Oleh karena itu dalam kegiatan komunikasi pemasaran above the lines (mass media advertising) diperlukan kemampuan untuk mendengar dan menangkap umpan balik dari audiensi atau penerima pesan.
3)      Audible
Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui media atau delivery channel sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan membantu kita agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik. Dalam komunikasi personal hal ini berarti bahwa pesan disampaikan dengan cara atau sikap yang dapat diterima oleh penerima pesan.
4)      Clarity
Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Ketika saya bekerja di Sekretariat Negara, hal ini merupakan hukum yang paling utama dalam menyiapkan korespondensi tingkat tinggi. Karena kesalahan penafsiran atau pesan yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran akan menimbulkan dampak yang tidak sederhana. Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan atau anggota tim kita. Karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan semangat dan antusiasme kelompok atau tim kita.
5)      Humble
Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah
hati yang kita miliki. Dalam edisi Mandiri 32 Sikap Rendah Hati pernah kita bahas, yang pada intinya antara lain: sikap yang penuh melayani (dalam bahasa pemasaran Customer First Attitude), sikap menghargai, mau mendengar
dan menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar. Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator yang handal dan pada gilirannya dapat membangun jaringan hubungan dengan orang lain yang penuh dengan penghargaan (respect), karena inilah yang dapat membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dan saling menguatkan.[1]



           KOMUNIKATOR YANG BAIK
Jika individu akan menyampaikan suatu pesan, informasi ataupun gagasan kepada individu yang lain secara baik, maka diperlukan niatan dan motivasi yang baik pula. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi antara lain :
a. Adanya kesiapan, artinya pesan atau informasi, cara penyampaian, waktu penyampaian dan salurannya harus dipersiapkan dahulu secara matang.
b. Kesungguhan, artinya apapun ujud dari pesan atau informasi tersebut tetap harus disampaikan secara sungguh-sungguh atau serius. Hal ini dapat dilihat dan dirasakan oleh komunikan dari bahasa Verbal maupun non-verbal
c. Ketulusan, artinya sebelum individu memberikan informasi atau pesan kepada individu yang lain pemberi informasi harus merasa yakin bahwa apa yang akan disampaikan itu merupakan sesuatu yang baik dan memang perlu serta berguna untuk individu tersebut.
d. Kepercayaan Diri, artinya jika individu memiliki rasa percaya diri maka hal ini sangat berpengaruh pada cara penyampaiannya dan bagi penerimanya.
e. Ketenangan, artinya sebaik apapun dan sejelek apapun yang disampaikan, individu harus bersikap tenang, tidak emosi memancing emosi penerima, karena dengan adanya ketenangan maka informasi akan lebih jelas, baik dan lancer.
f. Keramahan, artinya bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses dari kegiatan komunikasi, karena dengan keramahan yang tulus tanpa dibuat-buat akan menimbulkan perasaan tenang, senag dan aman bagi penerima.
g. Kesederhanaan, artinya didalam penyampaian informasi, sebaiknya dibuat sederhana baik bahasa, pengungkapan dan penyampaiannya. Meskipun informasi itu panjang dan rumit akan tetapi kalau diberikan secara sederhana, berurutan dan lengkap maka memberikan kejelasan dan pemahaman manusia.
TUGAS KOMUNIKATOR
            Dari satu sisi komunikator adalah mereka yang menyampaikan gagasan dan informasi kapada pihak lain. Tetapi di sisi lain sang komunikator wajib mendengar . Dengan kemampuan untuk mendengar aspirasi komunikan atau pihak yang lain ternyata komunikasi  lebih bisa dimengerti. Membuat orang lain mengerti memang penting, sebab gagasan kita bisa masuk dan bisa terlaksana. Berusaha untuk berhenti bicara dan mendengarkan apa yang menjadi gagasan orang lain, sebaliknya membuat komunikasi berjalan timbal balik disusul adanya saling pengertian antara pihak-pihak yang terkait di dalam sebuah organisasi. Berikut adalah tugas seorang komunikator :
            Berhentilah bicara
            Sebab begitu kita mulai membuka mulut, usaha kita ditujukan sepenuhnya untuk membuat orang lain mengerti. Rangkaian argumen yang kita ungkapkan hanya untuk memperkuat posisi. Belajar untuk berhenti bicara bukanlah persolan yang mudah terutama bagi orang-orang yang merasa memiliki jabatan penting dan menganggap orang yang dihadapinya lebih rendah posisinya.
Biarkan orang lain bicara dengan leluasa
            Sebab apa yang dipikirkan dan juga dirasakan orang lain merupakan energi yang kuat untuk bekerja atau berhenti bekerja. Biarkan orang lain memiliki kesempatan yang cukup nyaman untuk mengutarakan segala gagasannya. Sering kali ide-ide brilian justru muncul dari arah yang tidak pernah kita sangka-sangka sebelumnya. Syarat untuk menjaring ide-ide cemerlang adalah kemampuan untuk menahan diri tidak menyela pembicaran orang lain.
Berikan apresiasi dan perhatian kepada pembicara
            Sebab sesederhana apapun yang disampaikan seorang pembicara, perlu diketahui adanya gunung es yang masih tersembunyi dibalik keberanian si pembicara untuk membuka mulut. Jangan ada keinginan untuk memotong pembicaraan orang lain dengan alasan bahwa waktu rapat sangat terbatas atau dengan mengatakan sebaiknya gagasan orang itu dituliskan saja.
Janganlah menyela dan mengganggu pembicara
            Sebab pembicara ingin sekali mendapatkan perhatian, memalingkan wajah pun sangat mengganggu perasaan dari pembicara. Sangat tidak dibenarkan bila kita memberikan kesempatan orang lain untuk berbicara, sementara kita menulis atau membaca koran, misalnya. Kalaupun pembicara dan pendengar itu terhalang oleh hiasan bunga di meja, kita perlu segera memindahkannya. Biarkan si pembicara tuntas menyuarakan pikirannya.
            Berusaha mencermati uraian yang disampaikan dengan memperhatikan segala hal yang terkait kita harus bisa melihat pesan itu dari isi, bahasa dan konteks yang muncul dalam pembicaraan. Pemahaman terhadap karakter pembicara pun sangat berguna untuk mengambil intisari pembicaraannya.
            Usahakan untuk bersabar mendengar pembicaraan sehingga kita tidak perlu menyela dan segera ingin menjawab sesuai dengan argumen yang kita yakini. Jika kesabaran kita bisa dirasakan oleh pembicara, kita berada pada posisi yang aman.
            Berusaha untuk menahan segala macam emosi yang mungkin muncul sebagai reaksi spontan atas pembicaraan yang disampaikan. Kebalikan dengan sikap sabar, kalau kita mengumbar emosi dan naik pitam, segala pertimbangan kita menjadi negatif dan tidak akan menyelesaikan masalah. Seandainya kita merasa perlu berargumen, sampaikan dengan cara yang santun dan bijaksana sebab usaha memberikan kesempatan berbicara adalah sarana komunikasi yang saling menguntungkan, tidak untuk memenangkan satu pihak terhadap pihak lainnya. Gunakan strategi bertanya untuk menggali informasi lebih dalam sebab selalu ada hal-hal yang tak terungkap atau belum sempat diutarakan oleh seseorang yang berbicara. Bertanya menjadi sarana untuk memastikan keinginan pembicara yang sebenarnya. Berhentilah bicara sebab betapapun pentingnya pikiran kita, kita belum akan bisa memberikan kesempatan orang lain untuk berbicara bila kita tidak menahan mulut untuk bersuara. Strategi mendengar yang efektif adalah dengan diam dan menyimak pembicaraan. Ini juga bisa menjadi waktu bagi kita untuk berpikir lebih jernih.

1 komentar:

Crash Rul mengatakan...

tks ilmunya, sangat bermanfaat. teruslah berkarya agar menjadi ladang amal yang terus menerus mengalir.

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates