Pendahuluan
Dalam Paket 7 (tujuh) ini, pembahasannya difokuskan pada hal-hal atau kegiatan-kegiatan layanan yang
diperlukan sebagai pendukung dalam administrasi kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah.
Dalam paket ini akan diuraiankan
berbagai pemikiran dasar tentang alat tes dan alat non tes yang digunakan untuk
memperoleh data psikologis dan data sosial, yang kemudian ditafsirkan dalam
hubungannya satu sama lain. Adapun pembahasan tentang alat-alat tes dibatasi:
(a) Aspek-aspek testing yang relevan bagi
pelayanan bimbingan,
(b) Pembagian alat tes
yang ada dan yang relevan bagi pelayanan bimbingan di sekolah, dan
(c) Program testing
serta penggunaan data hasil testing secara tepat dan bijaksana.
Dalam paket ini dilengkapi pula dengan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dosen, yang di dalamnya berisi: kompetensi dasar yang harus
dikuasai mahasiswa, indicator kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran,
rincian waktu menyampaikann materi
kepada mahasiswa, serta kegiatan pembelajarannya yang meliputi pembukaannya,
kegiatan inti dan penutup. Untuk menciptakan pembelajaran yang aktif dan
kreatif dicantumkan pula lembar kerja mahasiswa serta beberapa lathan yang
dikerjakan secara mandiri oleh mahasiswa.
Rencana Pelaksanaan Perkuliahan
Kompetensi Dasar
Mahasiswa memahami layanan-layanan
pendukung bimbingan dan konseling di sekolah.
Indikator
Pada akhir perkuliahan mahasiswa diharapkan
dapat:
1.
Menjelaskan beberapa kegiatan pendukung dalam bimbingan dan
konseling di sekolah.
2.
Menyebutkan aspek-aspek testing yang relevan bagi palayanan bimbingan di sekolah.
3.
Mengidentifikasi macam-macam tes yang relevan bagi pelayanan bimbingan di
sekolah.
4.
Menganalisis program testing serta penggunaan data hasil testing secara
tepat dan bijaksana.
Waktu
2x50 menit
Materi Pokok
1. Aspek-aspek testing yang relevan bagi pelayanan bimbingan,
2. Pembagian alat tes
yang ada dan yang relevan bagi pelayanan bimbingan di sekolah, dan
3. Program testing serta penggunaan data hasil testing secara
tepat dan bijaksana.
Kegiatan Perkuliahan
Kegiatan Awal (15
menit)
1.Brainstorming dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan ketidakcocokan antara hasil tes
dengan kenyataan prilaku yang ada pada siswa.
2.Penjelasan tujuan dan pentingnya
mempelajari materi melalui slide tentang:
a. Aspek-aspek testing yang relevan
bagi pelayanan bimbingan,
b. pembagian alat tes yang ada dan yang
relevan bagi pelayanan bimbingan di sekolah, dan
c. program testing
serta penggunaan data hasil testing secara tepat dan bijaksana.
Kegiatan Inti (70
menit)
1. Dosen mengajukan beberapa pertanyaan :
a. aspek-aspek testing
yang relevan,
b. pembagian alat-alat
tes,
c. program testing dan
penggunaan hasil testing
2. Membagi mahasiswa dalam 4 kelompok, dan masing-masing
kelompok diberi materi yang berupa modul/bahan perkuliahan
3. Masing-masing kelompok mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan
yang yang diajukan oleh dosen.
4. Presentasi hasil diskusi dari masing-masing kelompok
diwakili oleh seorang foluntir.
5. Selesai presentasi setiap kelompok, kelompok lain
memberikan klarifikasi.
6. Penguatan hasil diskusi dari dosen
7.
Dosen memberi
kesempatan kepada mahasiswa untuk menanyanyakan sesuatu yang belum paham atau
menyampaikan konfirmasi
Kegiatan Penutup (10
menit)
1.
Menyimpulkan hasil
perkuliahan
2.
Merefleksikan hasil
perkuliahan oleh mahasiswa
3.
Memberi dorongan
psikologis/saran/nasehat dari dosen
Kegiatan Tindak lanjut
(5 menit)
1.
Memberi tugas latihan
2.
Mempersiapkan
perkuliahan selanjutnya.
Lembar Kegiatan
Mencatat hasil diskusi dari 4 kelompok yang telah dibentuk, yang berisi konsep
dasar organinasi bimbingan dan konseling di sekolah.
Tujuan
Mahasiswa dapat membangun
pemahaman tentang: a. Aspek-aspek testing yang relevan bagi pelayanan bimbingan, b. pembagian alat tes yang ada dan yang
relevan bagi pelayanan bimbingan di sekolah, dan c. program testing serta
penggunaan data hasil testing secara tepat dan bijaksana, melalui kreatifitas ungkapan ide dari anggota kelompok diskusi.
Bahan dan Alat
Kertas plano,
spidol berwarna, dan solasi.
Langkah Kegiatan
1. Pilihlah seorang moderator dan penulis hasil kerja dalam
setiap kelompok!
2. Diskusikan persoalan-persoalan yang telah diutarakan oleh
dosen!
3. Tuliskan hasil diskusi dalam lembar kerja yang telah
disediakan!
4. Tempelkan hasil kerja kelompok di papan tulis/dinding kelas!
5. Pilihlah satu anggota kelompok untuk presentasi!
6. Presentasikan hasil kerja
kelompok secara bergiliran, dengan waktu masing-masing +7
menit!
7. Berikan tanggapan/klarifikasi dari presentasi kelompok
lain!
Uraian Materi
ALAT-ALAT TES
1. Aspek-aspek Testing
yang Relevan
Testing adalah suatu
metode penelitian psikologis untuk memperoleh informasi tentang berbagai aspek
dalam tingkah laku dan kehidupan batin seseorang, dengan menggunakan pengukuran
(meassurement) yang menghasilkan suatu deskripsi kuantitatif tentang
aspek yang diteliti. [1]
Alat yang digunakan
adalah tes yang distandardisasikan (standardized test), yang
memuat koleksi persoalan, pertanyaan atau tugas, yang dianggap representatif
bagi aspek bersangkutan (sample of items). Standardisasi berarti,
bahwa cara penyelenggaraan tes, cara memeriksanya dan penentuan norma
penafsiran adalah seragam. Norma penafsiran ditentukan dengan memberikan tes
itu kepada kelompok besar yang dianggap representatif (sample) bagi
semua subyek yang akan dikenai tes itu (populasi), dengan menentukan
hasil rata-rata (skor rata-rata; skor deviasi).
Tes merupakan
instrumen penelitian yang obyektif, dalam arti bahwa penyelenggaraan,
pemeriksaan atau skoring, dan penafsiran tidak tergantung pada pendapat pribadi
orang yang menggunakan alat itu; juga taraf validitas dan taraf reliabilitas
keseluruhan tes serta taraf kesukaran dan taraf diskriminasi masing-masing item
dalam tes, diketahui dengan melalui penelitian eksperimental sebelum alat tes
diedarkan secara luas.
Dengan demikian, berdasarkan taraf prestasi
yang diperoleh oleh sseorang dalam mengejarkan suatu tes yang
distandardisasikan, dapat ditarik kesimpulan tentang posisi orang itu dalam
suatu aspek tingkah laku atau kehidupan batin, bila dibadingkan dengan semua
orang lain yang mengerjakan tes sama.
Pengertian validitas
menunjuk pada kesesuaian antara apa yang diteliti dalam tes dengan aspek yang
direncakan untuk diteliti melalui tes itu; misalnya, bilamana suatu tes
intelegensi memiliki validitas yang tinggi, bererti bahwa tes itu benar-benar
mengukur kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah, yang didalamnya berpikir
memegang peranan pokok.
Terdapat empat jenis
validitas, yaitu:
a. validitas isi (content
validity),
b. validitas peramal (predictive
validity),
c. validitas
perbandingan (concurrent validity), dan
d. validitas konsptual
(construct validity). [2]
Jenis validitas tes
yang paling relevan bagi pelayanan bimbingan di sekolah adalah validitas isi
dan validitas peramal. Misalnya, suatu tes hasil belajar dibidang studi
matematika harus diketahui benar-benar meneliti prestasi dibidang studi itu dan
bukan prestasi dibidang studi yang lain. Misalnya pula, suatu tes intelegensi
harus diketahui memiliki daya peramal yang tinggi mengenai taraf prestasi
belajar yang kelak dapat dicapai oleh siswa. Oleh karena itu, tes-tes yang
sudah lama digunakan dan direvisi kembali, sehingga taraf validitas isi dan
validitas peramal terjamin, lebih berguna bagi keperluan bimbingan dari pada
tes-tes yang baru saja dikembangkan dan hanya diketahui taraf validitas
perbandingan atau taraf validitas konseptual.
Pengertian reliabilitas
menunjuk pada keajegan dalam hasil yang diperoleh bilamana seseorang
mengerjakan suatu tes pada waktu yang berlainan. Bilamana taraf reliabilitas
tes tertentu tinggi, berarti bahwa hasil yang diperoleh pada saat sekarang
reliabilitas tes tertentu tinggi, berarti bahwa hasil yang diperoleh pada saat
sekarang dan beberapa waktu kemudian tidak akan jauh berbeda. Misalnya,
bilamana siswa di SMA akan mengambil tes intelegensi yang sama sampai beberapa
kali dengan jarak waktu yang cukup lama antara saat-saat mengambil tes, skor
total yang diperoleh akan hampir sama. Variasi-variasi kecil dalam skor total
itu akan jatuh dalam rentang skor-skor tertentu. Oleh karena itu, hanyalah
suatu tes yang taraf realibilitasnya terjamin dan terandalkan, berguna sebagai
alat pengumpul data dalam rangka pelayanan bimbingan di sekolah. Dengan kata
lain, tes-tes baru yang sedang dikembangkan di Indonesia, namun belum memenuhi
persyaratan standardisasi dan obyektivitas sebagaimana dijelaskan di atas,
belum patut dipergunakan secara luas sebagai alat pengumpul data. Demikian
pula, tes-tes lama yang telah bertahun-tahun diterapkan di lain negara dan
kemudian diterjemahkan atau disadur ke dalam bahasa Indonesia, belum tentulah
langsung memenuhi persyaratan standardisasi dan obyektivitas dalam lingkungan
kebudayaan pendidikan di Indonesia.
Setelah suatu tes
diperiksa sesuai dengan kunci jawaban, diperoleh skor total yang menjelaskan
berapa item dalam tes dijawab betul atau dijawab salah. Skor itu masih bersifat
mentah (raw score) dan merupakan data yang paling dasar, tetapi skor
mentah itu tidak begitu bermanfaat untuk menafsirkan hasil yang diperoleh.
Untuk itu, perlu diketahui bagaimana perbandingan skor itu dengan skor-skor
yang diperoleh oleh orang-orang lain yang mengambil tes yang sama. Perbandingan
itu dilakukan dengan mengubah skor mentah menjadi skor komparatif, yang
memungkinkan mengetahui posisi orang tertentu terhadap orang-orang lain. Salah
satu skor komparatif adalah skor persentil, yang menjelaskan persentase orang
yang mendapat skor tertentu atau skor lebih rendah. Misalnya, bila A mendapat
skor total 86 pada suatu tes dan skor itu sama dengan skor persentil yang ke
54, berarti bahwa 54% dari jumlah subyek yang mengambil tes itu mendapat skor
86 atau skor yang lebih rendah. Maka, berarti bahwa taraf prestasi A tidak
mencolok tinggi, karena 46% dari jumlah subyek memperoleh taraf prestasi yang
lebih baik. Dua skor komparatif yang lain adalah Z skor dan T skor, yang
dihitung berdasarkan skor rata-rata dan deviasi standar.
Yang penting bagi
seorang konsoler di sekolah ialah menangkap arti dari suatu skor total dalam
perbandingan dengan skor-skor total yang lain, dengan memperhatikan besar
kecilnya skor komparatif. Segi teknis proses perhitungan berbagai macam skor
komparatif sudah dipelajari dalam rangka program pendidikan konselor. Meskipun
konselor yang sudah terjun ke lapangan jarang akan menghitung sendiri skor
komparatif itu, namun maknanya harus betul-betul dipahaminya agar dapat
menafsirkan data hasil testing secara tepat.
Alat-alat tes akan
digunakan dengan tujuan tertentu. Keempat tujuan yang pokok adalah sebagai
berikut :
a. Untuk meramalkan atau
memperkirakan. Data hasil testing menjadi dasar untuk mengambil beberapa
ketentuan, yang mengandung peramalan atau perkiraan mengenai taraf prestasi
atau corak perilaku di kelak kemudian hari. Perkiraan berdasarkan data
kuantitatif lebih dapat diandalkan daripada bila didasarkan pada keinginan saja
(wishful thinking)
b. Untuk mengadakan
seleksi. Data hasil testing digunakan oleh perusahaan, perkumpulan, kantor,
departemen dan pula institusi pendidikan untuk menerima orang tertentu dan
menolak orang lain
c. Untuk mengadakan
klasifikasi. Data hasil testing digunakan untuk menentukan dalam kelompok mana
seseorang sebaiknya dimasukkan untuk mengikuti suatu program pendidikan
tertentu, bekerja dalam jabatan tertentu, atau dikenai program rehabilitasi
tertentu
d. Untuk mengadakan
evaluasi. Hasil data testing digunakan untuk memperoleh gambaran deskriptif
tentang bermacam-macam program studi, metode mengajar, serta kegiatan
rehabilitasi dan sebagainya, yang kemudian akan ditafsirkan.
Keterlibatan seorang
konsoler sekolah dalam testing terutama berkaitan dengan tugasnya mendampingi
siswa dan mahasiswa secara individual untuk mengembangkan diri secara maksimal
dan menyusun rencana masa depan secara realistis. Oleh karena itu, tujuan
testing untuk meramalkan dan mengadakan klasifikasi paling relevan untuk
pekerjaan seorang konsoler, yang harus membantu peserta didik untuk memahami
diri dalam berbagai aspek kepribadiannya, memperkirakan gradasi kemungkinan
untuk berhasil dalam program studi lanjutan tertentu, atau dalam memangku jenis
jabatan tertentu, serta mengambil beberapa keputusan yang mengkonkretkan
rencana pembangunan masa depan.
2. Pembagian Alat-alat
Tes menurut Isi
Di bawah ini akan
diuraikan secara singkat macam-macam tes menurut aspek isi sejauh dikenal dewasa
ini. Daftar alat tes yang distandardisasikan, yang digunakan oleh berbagai
institusi pendidikan di Indonesia, belum dapat disusun secara pasti karena,
sejauh pengetahuan pengarang, alat tes yang baru masih dalam taraf pengembangan
dan belum tersebar secara luas. Aneka tes yang ada pada umumnya merupakan
adaptasi atau saduran dari tes-tes psikologis yang telah dikembangkan di negara
lain dan belum memenuhi persyaratan untuk dapat dianggap representatif bagi
keadaan budaya pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, pemakaian alat-alat
itu terbatas pada lingkungan tertentu dan administrasinya serta penafsirannya
berada di tangan psikolog yang ahli dibidang testing atau di tangan lembaga
testing, yang mengetahui keterbatasan suatu tes. Pada konsoler sekolah dapat
menggunakan jasa seorang psikolog atau suatu lembaga testing, asal mempelajari
secara seksama brosur/laporan hasil testing. Untuk dapat memahami
brosur/laporan hasil testing itu, konsoler di institusi pendidikan harus
mengetahui, antara lain, macam-macam tes yang dikenal dewasa ini.
Adapun pembagian
alat-alat tes menurut aspek isi adalah sebagai berikut :
a. Tes Hasil Belajar (achievement
test), yang mengukur apa yang telah dipelajari diberbagai bidang studi. Ada
tes yang khusus meneliti penguasaan materi bidang studi tertentu saja; ada pula
tes yang meliputi materi beberapa bidang studi dalam lingkup yang agak luas,
yang menghasilkan skor-skor terpisah (subtest) untuk saling dibandingkan
(Achievement Battery; Survey Test). Tipe tes hasil belajar yang khusus
adalah tes kesiapan, yang bertujuan memperkirakan sampai berapa jauh subyek
dapat mengambil manfaat dari suatu program pendidikan, misalnya testing dalam
keterampilan membaca dan penalaran numerik menjelang saat masuk sekolah dasar (Readiness
Test; Prognostic Test). Tipe khusus yang lain adalah tes diagnostik yang
meneliti sebab-sebab timbulnya kesulitan dalam mempelajari suatu bidang studi
tertentu, agar siswa dapat ditolong dalam mengatasi kesulitan dan melengkapi
kekurangannya (Diagnostic Test). Akhir-akhir ini dikembangkan tipe yang
baru, yaitu tes kompetensi, yang menuntut para siswa untuk menunjukkan taraf
penguasaan dalam keterampilan-keterampilan dasar, seperti membaca, menulis dan
berhitung (Competency Test)
b. Tes kemampuan
intelektual, yang mengukur taraf kemampuan berpikir, terutama berkaitan dengan
potensi untuk mencapai taraf prestasi tertentu dalam belajar di sekolah (Mental
Ability Tes; Intellegence Tes; Academic Ability Test; Scholastic Aptitude Test).
Meskipun hasil yang diperoleh dalam tes kemampuan tidak seluruhnya lepas dari
pengaruh pengalaman belajar di masa yang lampau, termasuk pendidikan sekolah,
namun diusahakan supaya tes semacam ini lebih menonjolkan potensi untuk
berhasil dalam belajar dikemudian hari. Ada tes yang diberikan secara
individual; ada pula yang diberikan kepada kelompok siswa.
c. Tes Kemampuan Khusus
atau Tes Bakat Khusus, yang mengukur taraf kemampuan seseorang untuk berhasil
dalam bidang studi tertentu, program pendidikan vokasional tertentu atau bidang
pekerjaan tertentu; lingkupnya lebih terbatas dari tes Kemampuan Intelektual (Test
of Specific Ability; Aptitude Test). Kemampuan khusus yang diteliti itu
juga mencakup unsur intelengensi, hasil belajar, minat dan kepribadian, yang
bersama-sama memungkinkan untuk maju dan berhasil dalam suatu bidang tertentu
dan mengambil manfaat dari pengalaman belajar dibidang itu. Ada tes yang
mengukur potensi di satu bidang saja, seperti kemampuan mekanik, kemampuan
musikal, kemampuan artistik dan kemampuan dalam pekerjaan administratif. Ada
pula tes yang mencakup sejumlah kemampuan di aneka bidang yang berlainan
seperti berpikir verbal, penalaran numerik, berpikir abstrak, pengamatan ruang,
kecepatan dan ketajaman pengamatan, kemampuan mekanik, penggunaan bahasa dalam
hal mengeja dan menyusun kalimat. Masing-masing subtes menghasilkan skor
tersendiri, yang dapat saling dibandingkan untuk mendapatkan deskripsi tentang
positif relatif dalam masing-masing potensi (Multifactor Battery; Survey
Test).
d. Tes Minat, yang
mengukur kegiatan/kesibukan macam apa paling disukai seseorang. Tes macam ini
bertujuan membantu orang muda dalam memilih macam pekerjaan yang kiranya paling
sesuai baginya (Test of Vocational Interest). Pola jawaban pada
item-item dalam tes memberikan indikasi tentang golongan pekerjaan yang
paling memberikan harapan untuk berhasil (tipe of occupation). Subyek
dituntut mengecek (check list) atau memilih (force choice)
diantara sejumlah tipe pekerjaan yang disukai atau tidak disukai (interest
inventory). Donald E. Super sudah
membedakan pernyataan verbal minat, ungkapan minat dalam melakukan aktivitas
tertentu, minat yang terungkap dalam jawaban-jawaban pada suatu tes dengan
menunjukkan akumulasi pengetahuan di suatu bidang studi atau bidang pekerjaan
dan minat yang dimunculkan dengan menyatakan sendiri kesukaan atau
ketidaksukaan (preference) terhadap sejumlah aktivitas, bidang pekerjaan
atau nilai-nilai kehidupan (Interest Inventory)
e. Tes Perkembangan
Vokasional, yang mengukur taraf perkembangan orang muda dalam hal kesadaran
kelak akan mengaku suatu pekerjaan atau jabatan (vocation), dalam
memikirkan hubungan antara memangku suatu jabatan dan ciri-ciri kepribadiannnya
serta beraneka tuntutan sosial-ekonomi; dan dalam menyusun serta
mengimplementasikan rencana pembangunan masa depannya sendiri. Tes semacam ini
meneliti taraf kedewasaan orang muda dalam mempersiapkan diri bagi
partisipasinay dalam dunia pekerjaan (career maturity)
f. Tes Kepribadian, yang
mengukur ciri-ciri kepribadian yang bukan khas bersifat kognitif, seperti sifat
karakter, gaya temperamen, corak kehidupan emosional, kesehatan mental,
jaringan relasi sosial dengan orang lain, dan aneka bidang kehidupan yang
menimbulkan kesukaran dalam penyusaian diri. Termasuk dalam kelomopok tes ini:
Tes Proyektif (Projective Test), yang meneliti sifat-sifat kepribadian
seseorang melalui segala reaksinya terhadap suatu kisah, suatu gambar atau
suatu kata; angket kepribadian (Personalitiy Inventory, Adjustive Inventory),
yang meneliti berbagai ciri kepribadian seseorang dengan menganalisis semua
jawaban tertulis atas sejumlah pertanyaan untuk menemukan suatu pola bersikap,
bermotivasi atau bereaksi emosional, yang khas untuk orang itu. Suatu Tes
Proyektif ini hanya diadministrasikan oleh psikolog yang berpengalaman dalam
menggunakan alat itu dan ahli dalam menafsirkannya. Data yang diperoleh
berdasarkan suatu angket kepribadian, yang dimanfaatkan oleh konselor di
institusi pendidikan, juga harus ditafsirkan dengan sangat hati-hati dan selalu
diintegrasikan dengan data yang lain yang tersedia mengenai orang bersangkutan.[3]
3. Program Testing dan
Penggunaan Hasil Testing
Secara ideal
siswa-siswi di jenjang pendidikan dasar sampai dengan jenjang pendidikan
menengah dikenakan sejumlah tes yang diberikan pada waktu-waktu tertentu.
Inilah program testing yang berlaku bagi semua siswa dan merupakan program
testing umum. Program testing umum ini diselenggarakan atas tanggung jawab
institusi pendidikan.[4]
Pimpinan sekolah
bersama staf guru dan staf tenaga bimbingan menyusun suatu program testing
berkala, dengan memilih tes-tes yang paling relevan berkaitan dengan tujuan
pendidikan institusional. Disamping itu, dapat direncanakan suatu program
testing khusus bagi siswa tertentu yang ternyata membutuhkan lebih banyak
informasi tentang dirinya sendiri; kebutuhan itu biasanya menjadi nyata dalam
rangka proses konseling individual. Dalam keadaan ini konselor di sekolah,
bersama dengan siswa dan/atau orang tuanya serta guru berkepentingan untuk menyusun
suatu program testing selama periode waktu yang tidak terlalu lama. Data hasil
program testing umum dapat sangat berguna bagi siswa yang sedang menjalani
proses konseling, karena data itu sengaja didayaupayakan supaya proses
konseling dapat membawa hasil positif. Maka, seorang konselor sekolah harus
menguasai cara yang mengena untuk menyampaikan data itu kepada seluruh peserta
didik dan untuk menjamin penafsiran tepat data itu oleh mereka. Konselor
diperguruan tinggi biasanya hanya dilibatkan dalam suatu program testing bagi
mahasiswa yang ternyata membutuhkan.
Mengingat kenyataan
bahwa irama perkembangan dalam berbagai aspeknya bagi masing-masing siswa
berbeda dan setiap tes hanya mengukur keadaan siswa pada saat tes itu
dikerjakan, sangat tepatlah tes-tes tertentu diberikan secara berulang kali
dengan jarak waktu yang wajar diantara saat-saat testing. Shertzer dan Stone (1981)
menyarankan supaya dalam rangka program testing umum selama masa pendidikan di
jenjang pendidikan dasar sampai dengan jenjang pendidikan menengah diberikan
tes kemampuan intelektual paling sedikit empat kali, tes hasil belajar di semua
bidang studi yang pokok paling sedikit tiga tahun sekali, dan tipe tes hasil
belajar tes kompetensi pada waktu-waktu tertentu.
Dalam rangka program
testing khusus dianjurkan supaya tes diagnostik dan tes kesiapan diberikan
secara individual menurut kebutuhan. Demikian pula tes kemampuan khusus, tes
perkembangan vokasional, tes minat dan tes kepribadian menurut kebutuhan yang
tampak dalam proses konseling. Namun, saran ini hanya berlaku pada umumnya dan
tetap diakui kemungkinan jumlah kali penyelenggaraan testing dan jumlah macam
tes ditambah, lebih-lebih dalam rangka program testing umum.
Tabel
Standardized Tests Commonly Used in
Educational Settings
(Dari
Fundamentals of Guidance 1981, Halaman 248)
Individual
Intellegence
|
Group
Test of General Ability
|
Achievement
Measure
|
Multifactor
Aptitude
|
Specific
Aptitude
|
Vocational
Interest
|
Career
Development
|
Personal
Inventorice
|
Stanford-Binet
Intellegent Scale, From LM
Wechsler
Intellegence Scale for Children-Revised
Wechsler
Adult Intellegence Scale
Wechsler
Pre-School and Primary Scale of Intellegence
Merrill-Palmer
Scales (Pre-School)
Peabody
Picture Vocabulary Test
Raven
Progressive Matrices
|
California
Test of Mental Maturity
Cooperative
school and College Ability Test
Hanmon-Nelson
Text of Mental Ability
Kuhlman-Anderson
Test
Otis-Lennon
Mental Ability Test
ACT Test
Battery
Scholastic
Aptitude Test (College Board)
Preliminary
SAT adn Tha National Merit Scholarship Qualifying Test
Graduate
Record Examination
Miller
Analogies Test
Remote
Associates Test (Creativity)
Torrence
Tests of Creative Thinking
|
Comprehensive
Tests of Basic Skills
Iowa Test of
Basic Skills
Metropolitan
Achievement Test
SRA
Achievement Series
Iowa Tests of
Educational Development
Sequential
Tests of Educational Progress
Tests of
Academic Progress
College-Level
Examination Program
National
Teacher Examination
Law School
Admissions Test
Medical
College Admissions Test
Wide Range
Achievement Test
|
Differential
Aptitude Test
General
Aptitude Test Battery
Armed
Services Vocational Aptitude Battery
Flanagan
Aptitude Classification Tests
Cognitive
Abilities Tests
|
Minnesota
Clerical Test
General
Clerical Test
Revised
Minnesota Paper Form Board Test
Purdue
Pegboard
Scashore
Measures of Musical Talents
Musical
Aptitude Profile
Meier Art
Tests
Graver Design
Judgment Test
|
Strong
Vocational Interest Blanks
Strong-Campbell
Interest Inventory
Kuder
Preference Record, Vocational (Form C, Form D, Form DD, and Form E)
Ohio
Vocational Maturity Test
Brainard
Occupational Preference Inventory
|
Career
Assessment Inventory
Self-Directed
Search (Holland)
Career
Development Inventory
Word Values
Career
Maturity
Inventory
Cognitive
Vocational Maturity Test
|
Edwards
Personal Preference Schedule
Myers-Briggs
Type Indicator
Personality
Research Form
Piers-Harris
Children’s Self-Concept Scale
Tennessee
Self-Concept Scale
California
Psychological Inventory
Minnesota
Multiphasic Personality Inventory.
Mooney Problem
Checklist.
Eysenck
Personality Inventory
Guilford-Zimmerman
Temperament Survey
Bell
Adjustment Inventory
Minnesota
Counselling Inventory
Sixteen
Personality Factors
Study of
Values
|
Tes-tes mana yang
sebaiknya diberikan perlu dipertimbangkan dengan seksama. Dalam rangka program
testing umum dapat dibentuk sebuah panitia, yang terdiri atas beberapa anggota
staf tenaga pendidik dari kalangan guru dan petugas bimbingan. Dalam hal testing
hasil belajar (achievement testing), tenaga pengajarlah yang harus
meninjau relevansi isi tes terhadap materi suatu bidang studi; dalam hal
testing kemampuan intelektual petugas bimbinganlah yang dapat memberikan
pandangan mengenai relevansi tes terhadap tujuan pendidikan institusional.
Dalam rangka program testing khusus petugas bimbinganlah yang paling berwenang
menilai kegunaan tes kemampuan khusus, tes minat, tes perkembangan vokasional
dan tes kepribadian.
Manfaat dari suatu tes diagnostik dan tes kesiapan
perlu dikonsultasikan dengan tenaga pengajar dari bidang studi bersangkutan.
Bagaimanapun juga, setiap tes yang ditawarkan untuk diberikan kepada siswa,
baik dalam rangka program testing umum maupun dalam rangka program testing
khusus, harus dipelajari secara kritis dengan meninjau: taraf validitas dan jenis validitas; taraf
reliabiliats; relevansi sampel terhadap siswa di institusi pendidikan
bersangkutan; macam skor komparatif yang digunakan; besarnya penyimpangan dalam
pengukuran (standard error of measurement) untuk dapat memperkirakan
skor yang sebenarnya diperoleh siswa; praktibilitas tes; dan cara hasil
dilaporkan serta ditafsirkan.
Penawaran sebuah tes
oleh pihak luar, yang dikatakan telah memenuhi persyaratan untuk suatu tes yang
distandardisasikan, belumlah merupakan jaminan bahwa tes itu sungguh-sungguh
memenuhi semua persyaratan itu dan sesuai dengan kebutuhan siswa di lembaga
pendidikan bersangkutan. Disamping itu, sebelum kelompok siswa dikenai suatu
tes, perlu dijelaskan kepada mereka, apa tujuan tes itu diberikan dan manfaat
apa yang mereka peroleh dalam mengerjakan tes itu. Dengan kata lain, siswa
harus diberi motivasi. Kalau tidak, siswa akan mengerjakan tes itu
secara serampangan tanpa berusaha sungguh-sungguh, dengan alasan: “Hasil tes
itu tidak akan dimasukkan dalam buku rapor; kenapa sih memeras otak tanpa
guna?”.
Testing dalam rangka
proses konseling dengan siswa dan mahasiswa tertentu termasuk program testing
khusus sebagaimana dijelaskan di atas. Apakah siswa dan mahasiswa sebaiknya
menempuh suatu tes, tergantung dari beberapa pertimbangan, antara lain: apakah
tes akan menghasilkan suatu deskripsi tentang salah satu aspek dalam tingkah
laku atau kehidupan batin konseli yang bermanfaat untuk ditelaah lebih lanjut?;
Apakah testing akan menyajikan informasi dengan cara yang lebih efisien
daripada suatu metode yang lain?; apakah testing akan meningkatkan pemahaman
konseli terhadap diri sendiri dan pemahaman konselor terhadap konseli? Kalau
empat pertanyaan penting ini dapat dijawab dengan Ya, penggunaan suatu tes
dapat dipertanggungjawabkan. Dalam keadaan ini testing dapat bermanfaat bagi:
a. Konselor, untuk
menentukan apakah dia mampu dan cukup berwenang untuk memberikan pelayanan, dan
untuk memperoleh gambaran global tentang inti permasalahan serta taraf berat
ringannya, sebelum konseling yang sebenarnya dimulai. Untuk itu suatu angket
kepribadian atau daftar cek masalah yang terandalkan dapat sangat sesuai
b. Konselor, untuk
memperoleh gambaran lebih mendalam dan lebih lengkap tentang berbagai aspek
dalam kepribadian konseli dan dengan demikian dapat memberikan pelayanan yang
lebih baik. Suatu tes kemampuan intelektual dan hasil belajar (kalau belum
termasuk program testing umum), tes minat, tes perkembangan vokasional, dan tes
kepribadian dapat membantu konselor dalam hal ini
c. Konseli, untuk dapat
menentukan apakah suatu program pendidikan lanjutan atau jenis pekerjaan sesuai
baginya atau tidak. Dalam hal ini suatu tes kemampuan intelektual, tes hasil
belajar, tes kemampuan khusus dan tes minat dapat sangat bermanfaat, karena
data hasil testing bersama dengan penafsirannya menyajikan informasi yang patut
dipertimbangkan dalam membuat pilihan dan mengambil keputusan. Mengingat
kenyataan bahwa banyak siswa cenderung membuat suatu pilihan berdasarkan kesan
subyektif tentang diri sendiri dan kecocokan program studi atau jenis pekerjaan
baginya sebelum diadakan testing, data hasil testing akan memberikan
konfirmasi terhadap pilihannya atau memberikan indikasi bahwa pilihannya
sebaiknya ditinjau kembali. Seandainya siswa belum membuat pilihan, data hasil
testing bersama dengan penafsirannya yang menyatakan tidak sesuai sangat
bermanfaat, karena memberikan indikasi tentang bidang studi atau bidang
pekerjaan yang sebaiknya tidak ditinjau lagi. Dengan demikian, siswa
berpikir dengan cara mengesampingkan alternatif-alternatif yang tidak
mengandung banyak harapan, sebelum meninjau alternatif kebalikan yang
memberikan harapan. Berkaitan dengan validitas peramal, hasil testing yang
rendah mengandung daya peramal yang lebih kuat daripada hasil testing yang
tinggi. Untuk seorang mahasiswa yang kurang berhasil dalam program studi yang
telah dipilihnya, hasil testing dapat memberikan indikasi mengenai persoalan,
apakah dia salah pilih pada waktu masuk perguruan tinggi
d. Konseli, untuk
memahami dirinya dengan lebih baik, juga sebelum dihadapkan pada keharusan
untuk membuat suatu pilihan mengenai program studi atau jenis pekerjaan. Data
hasil testing mengenai berbagai aspek dalam tingkah laku dan kehidupan batin,
yang ditafsirkan secara tepat dan dikomunikasikan kepada konseli secara mengena
dan jelas, dapat meningkatkan kemampuan refleksi diri dan mengembangkan
ketajaman serta ketepatan evaluasi diri, terutama dalam hal taraf prestasi
belajar, kemampuan intelektual dan minat.[6]
Sama seperti dalam
program testing umum, konseli harus bermotivasi baik sebelum akan menempuh
suatu tes psikologis, supaya bersikap serius dalam mengerjakannya dan lebih
siap menerima hasilnya sebagai informasi yang berguna baginya, juga bilamana
hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Testing tidak dapat dipaksa, tetapi
boleh dianjurkan bila data yang dibutuhkan tidak dapat diperoleh dengan lain
cara dan tersedia alat tes yang relevan. Konselor harus menjelaskan informasi
yang dapat diperoleh dari testing dan untuk apa hasil testing dapat digunakan,
dengan menekankan bahwa testing bukan sumber informasi tentang konseli yang
bertaraf sama dengan suatu wahyu ilahi kepadanya, melainkan menyajikan
informasi yang nantinya harus diintegrasikan dengan data lain yang tersedia,
seperti cita-cita hidup, pandangan orangtua serta saudara, dan keadaan
sosial-ekonomis keluarga.
Penentuan tentang tes
mana yang paling relevan bagi kebutuhan konseli adalah wewenang konselor di
institusi pendidikan, yang seharusnya mengetahui kelebihan dan kelemahan dari
tes-tes yang tersedia, biarpun bukan konselor sendiri yang mengadministrasikan.
Data hasil testing dan laporan hasil testing yang dikirimkan oleh psikolog atau
lembaga yang berwenang, tidak terbuka bagi siapa saja, tetapi hanya untuk
mereka yang berkepentingan dan menggunakan informasi itu untuk membantu
konseli, misalnya orangtua konseli, guru bidang studi yang bersangkutan,
psikolog atau psikiater yang dihubungi kemudian dan dengan sendirinya konseli
sendiri. Maka, berlakulah suatu etika testing, yang biasanya terumuskan
dalam Kode Etik Konselor Sekolah. Bahkan, data hasil program testing umum
bukanlah milik umum yang terbuka bagi siapa saja tanpa kualifikasi apa pun.
Pemberian informasi
kepada siswa dan mahasiswa tentang hasil testing termasuk juga dalam layanan
Pengumpulan Data, adalah sangat penting, agar pemberian informasi dilaksanakan
sedemikian rupa, sehingga bersifat akurat, bermakna bagi subyek yang telah
menempuh tes, dan tidak menimbulkan salah paham. Panitia staf sekolah yang
bertanggung jawab atas penyelenggaraan program testing umum di sekolah
menengah, seharusnya memikirkan juga prosedur untuk menyampaikan hasil testing
kepada siswa. Seandainya konselor sekolah diminta bantuannya dalam hal ini,
konselor dapat memberikan penjelasan yang bersifat umum didalam kelas dan
mengundang siswa satu per satu untuk melihat serta membicarakan hasil testing di
ruang kerjanya.
Dalam kasus konseli
tertentu, yang telah menempuh suatu program testing khusus, konselor harus
mempelajari keseluruhan hasil testing lebih dahulu sebelum mengundang konseli
untuk membicarakan hasil testing. Dalam mempelajari hasil testing, diusahakan
untuk menemukan suatu pola, indikasi tentang inti permasalahan, dan indikasi
tentang alternatif-alternatif pilihan yang dimungkinkan atau tidak dianjurkan.
Dengan kata lain, hasil testing diolah dan ditafsirkan lebih dahulu sebelum
siswa diajak berbicara.
Dalam diskusi dengan
konseli selanjutnya, konselor pada umumnya akan berpegang pada kebijaksanaan
sebagai berikut :
a. Menghindari penggunaan
istilah teknis yang sukar dipahami atau dijelaskan secara memadai
b. Tidak memberitahukan
skor mentah tanpa menjelaskan artinya, misalnya “skor sekian berarti hasil
tinggi, hasil cukup, atau hasil rendah”. Bahkan sering cukup memberitahukan,
misalnya: Dari hasil tes ini tampak bahwa Anda mengalami kesulitan dalam bidang
ini-itu; Anda cocok atau tidak cocok untuk bidang ini-itu; Anda sebaiknya
memikirkan lagi pilihan ini-itu, karena hasil testing memberikan indikasi bahwa
...., dan sebagainya
c. Tidak menggunakan
kata-kata normal atau abnormal dalam mendeskripsikan posisi
konseli terhadap orang-orang lain yang mengambil tes itu, lebih-lebih pada tes
minat dan tes kepribadian. Seandainya tersedia profil testing (testing
profile) dan tabel ramalah/perkiraan (expectancy table), posisi
konseli dapat dijelaskan sehingga konseli sendiri dapat menarik kesimpulan
tentang keadaan diri
d. Memberikan kesempatan
kepada konseli untuk mengutarakan pendapat dan perasaannya terhadap informasi
yang disampaikan kepadanya, lebih-lebih bila konselor mendapat indikasi bahwa
konseli merasa kecewa, terkejut dan ragu-ragu serta cenderung untuk tidak yakin
akan relevansi data hasil testing baginya. Sikap dan perasaan konseli
mengungkapkan makna yang diambilnya
e. Membicarakan hasil
testing minat lebih dahulu sebelum membicarakan hasil testing kemampuan;
demikian pula skor-skor tinggi sebelum membicarakan skor-skor rendah. Para
konseli pada umumnya cenderung lebih bersikap defensif terhadap hasil testing
kemampuan dan kenyataan yang tercermin dalam skor-skor rendah
f. Memperhitungkan
kemungkinan, bahwa hasil testing kemampuan dan hasil testing belajar menyimpang
dari penilaian yang telah diberikan oleh para guru, sebagaimana, misalnya;
tercermin dalam aneka nilai di buku rapor. Hal ini dapat terjadi karena norma
penilaian yang diterapkan oleh guru-guru lebih murah daripada yang diterapkan
dalam tes. Bahkan dewasa ini banyak guru cenderung untuk semakin murah dalam
memberikan penilaian, supaya tidak muncul terlalu banyak nilai kurang dan siswa
tidak merasa frustasi. Sebagai akibatnya, banyak siswa cenderung untuk lebih
percaya pada hasil penilaian guru bila hal ini lebih menguntungkan bagi mereka,
misalnya; berkaitan dengan pilihan program studi di SMA, daripada percaya pada
hasil testing yang bertaraf lebih rendah. Pengarang sudah mengalami
berkali-kali bahwa siswa menuntut diterima di program studi SMA yang
diinginkan bila hasil penilaian guru memungkinkan, meskipun hasil testing
memberikan indikasi negatif.[7]
Latihan
Jawablah
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini!
1.
Jelaskan aspek-aspek
testing yang relevan!
2. Uraikan secara
singkat tentang macam-macam tes yang ada dan yang relevan bagi pelayanan dan
bimbingan di sekolah!
3.
Buatlah perencanaan
program testing untuk memperoleh data psikologis dan data social siswa secara
lengkap!
Daftar Pustaka
Wingkel, W.S. & M.M. Sri Hastuti, Bimbingan dan
Konseling di Institusi Pendidikan (Yogyakarta: Media Abadi, 2010).
0 komentar:
Posting Komentar