Senin, 29 April 2013

Paket 7 ADMINISTRASI KEGIATAN LAYANAN PENDUKUNG BIMBINGAN DAN KONSELING 1



 Pendahuluan

Dalam Paket 7 (tujuh) ini, pembahasannya difokuskan pada hal-hal  atau kegiatan-kegiatan layanan yang diperlukan sebagai pendukung dalam administrasi kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah.
  Dalam paket ini akan diuraiankan berbagai pemikiran dasar tentang alat tes dan alat non tes yang digunakan untuk memperoleh data psikologis dan data sosial, yang kemudian ditafsirkan dalam hubungannya satu sama lain. Adapun pembahasan tentang alat-alat tes dibatasi:
 (a) Aspek-aspek testing yang relevan bagi pelayanan bimbingan,
(b) Pembagian alat tes yang ada dan yang relevan bagi pelayanan bimbingan di sekolah, dan
(c) Program testing serta penggunaan data hasil testing secara tepat dan bijaksana.
Dalam paket ini dilengkapi pula dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dosen, yang di dalamnya berisi: kompetensi dasar yang harus dikuasai mahasiswa, indicator kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran, rincian waktu  menyampaikann materi kepada mahasiswa, serta kegiatan pembelajarannya yang meliputi pembukaannya, kegiatan inti dan penutup. Untuk menciptakan pembelajaran yang aktif dan kreatif dicantumkan pula lembar kerja mahasiswa serta beberapa lathan yang dikerjakan secara mandiri oleh mahasiswa.


Rencana Pelaksanaan Perkuliahan
Kompetensi Dasar
Mahasiswa memahami layanan-layanan pendukung bimbingan dan konseling di sekolah.

Indikator
Pada akhir perkuliahan mahasiswa diharapkan dapat: 
1.      Menjelaskan beberapa kegiatan pendukung dalam bimbingan dan konseling di sekolah.
2.      Menyebutkan aspek-aspek testing yang relevan bagi palayanan bimbingan di sekolah.
3.      Mengidentifikasi macam-macam tes yang relevan bagi pelayanan bimbingan di sekolah.
4.      Menganalisis program testing serta penggunaan data hasil testing secara tepat dan bijaksana.

Waktu
2x50 menit

Materi Pokok
1.   Aspek-aspek testing yang relevan bagi pelayanan bimbingan,
2.    Pembagian alat tes yang ada dan yang relevan bagi pelayanan bimbingan di sekolah, dan
3.   Program testing serta penggunaan data hasil testing secara tepat dan bijaksana.

Kegiatan Perkuliahan
Kegiatan Awal (15 menit)
1.Brainstorming dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan ketidakcocokan antara hasil tes dengan kenyataan prilaku yang ada pada siswa.
2.Penjelasan tujuan dan pentingnya mempelajari materi melalui slide tentang: 
 a. Aspek-aspek testing yang relevan bagi pelayanan bimbingan,
 b. pembagian alat tes yang ada dan yang relevan bagi pelayanan bimbingan di sekolah, dan
c. program testing serta penggunaan data hasil testing secara tepat dan bijaksana.
Kegiatan Inti (70 menit)
1.      Dosen mengajukan beberapa pertanyaan :
a. aspek-aspek testing yang relevan,
b. pembagian alat-alat tes,
c. program testing dan penggunaan hasil testing
2.      Membagi mahasiswa dalam 4 kelompok, dan masing-masing kelompok diberi materi yang berupa modul/bahan perkuliahan
3.      Masing-masing kelompok mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan yang yang diajukan oleh dosen.
4.      Presentasi hasil diskusi dari masing-masing kelompok diwakili oleh seorang foluntir.
5.      Selesai presentasi setiap kelompok, kelompok lain memberikan klarifikasi.
6.      Penguatan hasil diskusi dari dosen
7.      Dosen memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk menanyanyakan sesuatu yang belum paham atau menyampaikan konfirmasi
Kegiatan Penutup (10 menit)
1.      Menyimpulkan hasil perkuliahan
2.      Merefleksikan hasil perkuliahan oleh mahasiswa
3.      Memberi dorongan psikologis/saran/nasehat dari dosen
Kegiatan Tindak lanjut (5 menit)
1.      Memberi tugas latihan
2.      Mempersiapkan perkuliahan selanjutnya.

Lembar Kegiatan
Mencatat hasil diskusi dari 4 kelompok yang telah dibentuk, yang berisi konsep dasar organinasi bimbingan dan konseling di sekolah.

Tujuan
Mahasiswa dapat membangun pemahaman tentang: a. Aspek-aspek testing yang relevan bagi pelayanan bimbingan,  b. pembagian alat tes yang ada dan yang relevan bagi pelayanan bimbingan di sekolah, dan c. program testing serta penggunaan data hasil testing secara tepat dan bijaksana, melalui kreatifitas ungkapan ide dari anggota kelompok diskusi.

Bahan dan Alat
Kertas plano, spidol berwarna, dan solasi.

Langkah Kegiatan
1.    Pilihlah seorang moderator dan penulis hasil kerja dalam setiap kelompok!
2.    Diskusikan persoalan-persoalan yang telah diutarakan oleh dosen!
3.    Tuliskan hasil diskusi dalam lembar kerja yang telah disediakan!
4.    Tempelkan hasil kerja kelompok di papan tulis/dinding kelas!
5.    Pilihlah satu anggota kelompok untuk presentasi!
6.    Presentasikan hasil kerja kelompok secara bergiliran, dengan waktu masing-masing +7 menit!
7.    Berikan tanggapan/klarifikasi dari presentasi kelompok lain!


Uraian Materi

ALAT-ALAT TES
1.   Aspek-aspek Testing yang Relevan
Testing adalah suatu metode penelitian psikologis untuk memperoleh informasi tentang berbagai aspek dalam tingkah laku dan kehidupan batin seseorang, dengan menggunakan pengukuran (meassurement) yang menghasilkan suatu deskripsi kuantitatif tentang aspek yang diteliti. [1]
Alat yang digunakan adalah tes yang distandardisasikan (standardized test), yang memuat koleksi persoalan, pertanyaan atau tugas, yang dianggap representatif bagi aspek bersangkutan (sample of items). Standardisasi berarti, bahwa cara penyelenggaraan tes, cara memeriksanya dan penentuan norma penafsiran adalah seragam. Norma penafsiran ditentukan dengan memberikan tes itu kepada kelompok besar yang dianggap representatif (sample) bagi semua subyek yang akan dikenai tes itu (populasi), dengan menentukan hasil rata-rata (skor rata-rata; skor deviasi).
Tes merupakan instrumen penelitian yang obyektif, dalam arti bahwa penyelenggaraan, pemeriksaan atau skoring, dan penafsiran tidak tergantung pada pendapat pribadi orang yang menggunakan alat itu; juga taraf validitas dan taraf reliabilitas keseluruhan tes serta taraf kesukaran dan taraf diskriminasi masing-masing item dalam tes, diketahui dengan melalui penelitian eksperimental sebelum alat tes diedarkan secara luas.
 Dengan demikian, berdasarkan taraf prestasi yang diperoleh oleh sseorang dalam mengejarkan suatu tes yang distandardisasikan, dapat ditarik kesimpulan tentang posisi orang itu dalam suatu aspek tingkah laku atau kehidupan batin, bila dibadingkan dengan semua orang lain yang mengerjakan tes sama.
Pengertian validitas menunjuk pada kesesuaian antara apa yang diteliti dalam tes dengan aspek yang direncakan untuk diteliti melalui tes itu; misalnya, bilamana suatu tes intelegensi memiliki validitas yang tinggi, bererti bahwa tes itu benar-benar mengukur kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah, yang didalamnya berpikir memegang peranan pokok.
Terdapat empat jenis validitas, yaitu:
a. validitas isi (content validity),
b. validitas peramal (predictive validity),
c. validitas perbandingan (concurrent validity), dan
d. validitas konsptual (construct validity). [2]
Jenis validitas tes yang paling relevan bagi pelayanan bimbingan di sekolah adalah validitas isi dan validitas peramal. Misalnya, suatu tes hasil belajar dibidang studi matematika harus diketahui benar-benar meneliti prestasi dibidang studi itu dan bukan prestasi dibidang studi yang lain. Misalnya pula, suatu tes intelegensi harus diketahui memiliki daya peramal yang tinggi mengenai taraf prestasi belajar yang kelak dapat dicapai oleh siswa. Oleh karena itu, tes-tes yang sudah lama digunakan dan direvisi kembali, sehingga taraf validitas isi dan validitas peramal terjamin, lebih berguna bagi keperluan bimbingan dari pada tes-tes yang baru saja dikembangkan dan hanya diketahui taraf validitas perbandingan atau taraf validitas konseptual.
Pengertian reliabilitas menunjuk pada keajegan dalam hasil yang diperoleh bilamana seseorang mengerjakan suatu tes pada waktu yang berlainan. Bilamana taraf reliabilitas tes tertentu tinggi, berarti bahwa hasil yang diperoleh pada saat sekarang reliabilitas tes tertentu tinggi, berarti bahwa hasil yang diperoleh pada saat sekarang dan beberapa waktu kemudian tidak akan jauh berbeda. Misalnya, bilamana siswa di SMA akan mengambil tes intelegensi yang sama sampai beberapa kali dengan jarak waktu yang cukup lama antara saat-saat mengambil tes, skor total yang diperoleh akan hampir sama. Variasi-variasi kecil dalam skor total itu akan jatuh dalam rentang skor-skor tertentu. Oleh karena itu, hanyalah suatu tes yang taraf realibilitasnya terjamin dan terandalkan, berguna sebagai alat pengumpul data dalam rangka pelayanan bimbingan di sekolah. Dengan kata lain, tes-tes baru yang sedang dikembangkan di Indonesia, namun belum memenuhi persyaratan standardisasi dan obyektivitas sebagaimana dijelaskan di atas, belum patut dipergunakan secara luas sebagai alat pengumpul data. Demikian pula, tes-tes lama yang telah bertahun-tahun diterapkan di lain negara dan kemudian diterjemahkan atau disadur ke dalam bahasa Indonesia, belum tentulah langsung memenuhi persyaratan standardisasi dan obyektivitas dalam lingkungan kebudayaan pendidikan di Indonesia.
Setelah suatu tes diperiksa sesuai dengan kunci jawaban, diperoleh skor total yang menjelaskan berapa item dalam tes dijawab betul atau dijawab salah. Skor itu masih bersifat mentah (raw score) dan merupakan data yang paling dasar, tetapi skor mentah itu tidak begitu bermanfaat untuk menafsirkan hasil yang diperoleh. Untuk itu, perlu diketahui bagaimana perbandingan skor itu dengan skor-skor yang diperoleh oleh orang-orang lain yang mengambil tes yang sama. Perbandingan itu dilakukan dengan mengubah skor mentah menjadi skor komparatif, yang memungkinkan mengetahui posisi orang tertentu terhadap orang-orang lain. Salah satu skor komparatif adalah skor persentil, yang menjelaskan persentase orang yang mendapat skor tertentu atau skor lebih rendah. Misalnya, bila A mendapat skor total 86 pada suatu tes dan skor itu sama dengan skor persentil yang ke 54, berarti bahwa 54% dari jumlah subyek yang mengambil tes itu mendapat skor 86 atau skor yang lebih rendah. Maka, berarti bahwa taraf prestasi A tidak mencolok tinggi, karena 46% dari jumlah subyek memperoleh taraf prestasi yang lebih baik. Dua skor komparatif yang lain adalah Z skor dan T skor, yang dihitung berdasarkan skor rata-rata dan deviasi standar.
Yang penting bagi seorang konsoler di sekolah ialah menangkap arti dari suatu skor total dalam perbandingan dengan skor-skor total yang lain, dengan memperhatikan besar kecilnya skor komparatif. Segi teknis proses perhitungan berbagai macam skor komparatif sudah dipelajari dalam rangka program pendidikan konselor. Meskipun konselor yang sudah terjun ke lapangan jarang akan menghitung sendiri skor komparatif itu, namun maknanya harus betul-betul dipahaminya agar dapat menafsirkan data hasil testing secara tepat.
Alat-alat tes akan digunakan dengan tujuan tertentu. Keempat tujuan yang pokok adalah sebagai berikut :
a.    Untuk meramalkan atau memperkirakan. Data hasil testing menjadi dasar untuk mengambil beberapa ketentuan, yang mengandung peramalan atau perkiraan mengenai taraf prestasi atau corak perilaku di kelak kemudian hari. Perkiraan berdasarkan data kuantitatif lebih dapat diandalkan daripada bila didasarkan pada keinginan saja (wishful thinking)
b.   Untuk mengadakan seleksi. Data hasil testing digunakan oleh perusahaan, perkumpulan, kantor, departemen dan pula institusi pendidikan untuk menerima orang tertentu dan menolak orang lain
c.    Untuk mengadakan klasifikasi. Data hasil testing digunakan untuk menentukan dalam kelompok mana seseorang sebaiknya dimasukkan untuk mengikuti suatu program pendidikan tertentu, bekerja dalam jabatan tertentu, atau dikenai program rehabilitasi tertentu
d.   Untuk mengadakan evaluasi. Hasil data testing digunakan untuk memperoleh gambaran deskriptif tentang bermacam-macam program studi, metode mengajar, serta kegiatan rehabilitasi dan sebagainya, yang kemudian akan ditafsirkan.
Keterlibatan seorang konsoler sekolah dalam testing terutama berkaitan dengan tugasnya mendampingi siswa dan mahasiswa secara individual untuk mengembangkan diri secara maksimal dan menyusun rencana masa depan secara realistis. Oleh karena itu, tujuan testing untuk meramalkan dan mengadakan klasifikasi paling relevan untuk pekerjaan seorang konsoler, yang harus membantu peserta didik untuk memahami diri dalam berbagai aspek kepribadiannya, memperkirakan gradasi kemungkinan untuk berhasil dalam program studi lanjutan tertentu, atau dalam memangku jenis jabatan tertentu, serta mengambil beberapa keputusan yang mengkonkretkan rencana pembangunan masa depan.

2.      Pembagian Alat-alat Tes menurut Isi
Di bawah ini akan diuraikan secara singkat macam-macam tes menurut aspek isi sejauh dikenal dewasa ini. Daftar alat tes yang distandardisasikan, yang digunakan oleh berbagai institusi pendidikan di Indonesia, belum dapat disusun secara pasti karena, sejauh pengetahuan pengarang, alat tes yang baru masih dalam taraf pengembangan dan belum tersebar secara luas. Aneka tes yang ada pada umumnya merupakan adaptasi atau saduran dari tes-tes psikologis yang telah dikembangkan di negara lain dan belum memenuhi persyaratan untuk dapat dianggap representatif bagi keadaan budaya pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, pemakaian alat-alat itu terbatas pada lingkungan tertentu dan administrasinya serta penafsirannya berada di tangan psikolog yang ahli dibidang testing atau di tangan lembaga testing, yang mengetahui keterbatasan suatu tes. Pada konsoler sekolah dapat menggunakan jasa seorang psikolog atau suatu lembaga testing, asal mempelajari secara seksama brosur/laporan hasil testing. Untuk dapat memahami brosur/laporan hasil testing itu, konsoler di institusi pendidikan harus mengetahui, antara lain, macam-macam tes yang dikenal dewasa ini.
Adapun pembagian alat-alat tes menurut aspek isi adalah sebagai berikut :
a.    Tes Hasil Belajar (achievement test), yang mengukur apa yang telah dipelajari diberbagai bidang studi. Ada tes yang khusus meneliti penguasaan materi bidang studi tertentu saja; ada pula tes yang meliputi materi beberapa bidang studi dalam lingkup yang agak luas, yang menghasilkan skor-skor terpisah (subtest) untuk saling dibandingkan (Achievement Battery; Survey Test). Tipe tes hasil belajar yang khusus adalah tes kesiapan, yang bertujuan memperkirakan sampai berapa jauh subyek dapat mengambil manfaat dari suatu program pendidikan, misalnya testing dalam keterampilan membaca dan penalaran numerik menjelang saat masuk sekolah dasar (Readiness Test; Prognostic Test). Tipe khusus yang lain adalah tes diagnostik yang meneliti sebab-sebab timbulnya kesulitan dalam mempelajari suatu bidang studi tertentu, agar siswa dapat ditolong dalam mengatasi kesulitan dan melengkapi kekurangannya (Diagnostic Test). Akhir-akhir ini dikembangkan tipe yang baru, yaitu tes kompetensi, yang menuntut para siswa untuk menunjukkan taraf penguasaan dalam keterampilan-keterampilan dasar, seperti membaca, menulis dan berhitung (Competency Test)
b.   Tes kemampuan intelektual, yang mengukur taraf kemampuan berpikir, terutama berkaitan dengan potensi untuk mencapai taraf prestasi tertentu dalam belajar di sekolah (Mental Ability Tes; Intellegence Tes; Academic Ability Test; Scholastic Aptitude Test). Meskipun hasil yang diperoleh dalam tes kemampuan tidak seluruhnya lepas dari pengaruh pengalaman belajar di masa yang lampau, termasuk pendidikan sekolah, namun diusahakan supaya tes semacam ini lebih menonjolkan potensi untuk berhasil dalam belajar dikemudian hari. Ada tes yang diberikan secara individual; ada pula yang diberikan kepada kelompok siswa.
c.    Tes Kemampuan Khusus atau Tes Bakat Khusus, yang mengukur taraf kemampuan seseorang untuk berhasil dalam bidang studi tertentu, program pendidikan vokasional tertentu atau bidang pekerjaan tertentu; lingkupnya lebih terbatas dari tes Kemampuan Intelektual (Test of Specific Ability; Aptitude Test). Kemampuan khusus yang diteliti itu juga mencakup unsur intelengensi, hasil belajar, minat dan kepribadian, yang bersama-sama memungkinkan untuk maju dan berhasil dalam suatu bidang tertentu dan mengambil manfaat dari pengalaman belajar dibidang itu. Ada tes yang mengukur potensi di satu bidang saja, seperti kemampuan mekanik, kemampuan musikal, kemampuan artistik dan kemampuan dalam pekerjaan administratif. Ada pula tes yang mencakup sejumlah kemampuan di aneka bidang yang berlainan seperti berpikir verbal, penalaran numerik, berpikir abstrak, pengamatan ruang, kecepatan dan ketajaman pengamatan, kemampuan mekanik, penggunaan bahasa dalam hal mengeja dan menyusun kalimat. Masing-masing subtes menghasilkan skor tersendiri, yang dapat saling dibandingkan untuk mendapatkan deskripsi tentang positif relatif dalam masing-masing potensi (Multifactor Battery; Survey Test).
d.   Tes Minat, yang mengukur kegiatan/kesibukan macam apa paling disukai seseorang. Tes macam ini bertujuan membantu orang muda dalam memilih macam pekerjaan yang kiranya paling sesuai baginya (Test of Vocational Interest). Pola jawaban pada item-item dalam tes memberikan indikasi tentang golongan pekerjaan yang paling memberikan harapan untuk berhasil (tipe of occupation). Subyek dituntut mengecek (check list) atau memilih (force choice) diantara sejumlah tipe pekerjaan yang disukai atau tidak disukai (interest inventory). Donald E. Super  sudah membedakan pernyataan verbal minat, ungkapan minat dalam melakukan aktivitas tertentu, minat yang terungkap dalam jawaban-jawaban pada suatu tes dengan menunjukkan akumulasi pengetahuan di suatu bidang studi atau bidang pekerjaan dan minat yang dimunculkan dengan menyatakan sendiri kesukaan atau ketidaksukaan (preference) terhadap sejumlah aktivitas, bidang pekerjaan atau nilai-nilai kehidupan (Interest Inventory)
e.    Tes Perkembangan Vokasional, yang mengukur taraf perkembangan orang muda dalam hal kesadaran kelak akan mengaku suatu pekerjaan atau jabatan (vocation), dalam memikirkan hubungan antara memangku suatu jabatan dan ciri-ciri kepribadiannnya serta beraneka tuntutan sosial-ekonomi; dan dalam menyusun serta mengimplementasikan rencana pembangunan masa depannya sendiri. Tes semacam ini meneliti taraf kedewasaan orang muda dalam mempersiapkan diri bagi partisipasinay dalam dunia pekerjaan (career maturity)
f.    Tes Kepribadian, yang mengukur ciri-ciri kepribadian yang bukan khas bersifat kognitif, seperti sifat karakter, gaya temperamen, corak kehidupan emosional, kesehatan mental, jaringan relasi sosial dengan orang lain, dan aneka bidang kehidupan yang menimbulkan kesukaran dalam penyusaian diri. Termasuk dalam kelomopok tes ini: Tes Proyektif (Projective Test), yang meneliti sifat-sifat kepribadian seseorang melalui segala reaksinya terhadap suatu kisah, suatu gambar atau suatu kata; angket kepribadian (Personalitiy Inventory, Adjustive Inventory), yang meneliti berbagai ciri kepribadian seseorang dengan menganalisis semua jawaban tertulis atas sejumlah pertanyaan untuk menemukan suatu pola bersikap, bermotivasi atau bereaksi emosional, yang khas untuk orang itu. Suatu Tes Proyektif ini hanya diadministrasikan oleh psikolog yang berpengalaman dalam menggunakan alat itu dan ahli dalam menafsirkannya. Data yang diperoleh berdasarkan suatu angket kepribadian, yang dimanfaatkan oleh konselor di institusi pendidikan, juga harus ditafsirkan dengan sangat hati-hati dan selalu diintegrasikan dengan data yang lain yang tersedia mengenai orang bersangkutan.[3]
3.      Program Testing dan Penggunaan Hasil Testing
Secara ideal siswa-siswi di jenjang pendidikan dasar sampai dengan jenjang pendidikan menengah dikenakan sejumlah tes yang diberikan pada waktu-waktu tertentu. Inilah program testing yang berlaku bagi semua siswa dan merupakan program testing umum. Program testing umum ini diselenggarakan atas tanggung jawab institusi pendidikan.[4]
Pimpinan sekolah bersama staf guru dan staf tenaga bimbingan menyusun suatu program testing berkala, dengan memilih tes-tes yang paling relevan berkaitan dengan tujuan pendidikan institusional. Disamping itu, dapat direncanakan suatu program testing khusus bagi siswa tertentu yang ternyata membutuhkan lebih banyak informasi tentang dirinya sendiri; kebutuhan itu biasanya menjadi nyata dalam rangka proses konseling individual. Dalam keadaan ini konselor di sekolah, bersama dengan siswa dan/atau orang tuanya serta guru berkepentingan untuk menyusun suatu program testing selama periode waktu yang tidak terlalu lama. Data hasil program testing umum dapat sangat berguna bagi siswa yang sedang menjalani proses konseling, karena data itu sengaja didayaupayakan supaya proses konseling dapat membawa hasil positif. Maka, seorang konselor sekolah harus menguasai cara yang mengena untuk menyampaikan data itu kepada seluruh peserta didik dan untuk menjamin penafsiran tepat data itu oleh mereka. Konselor diperguruan tinggi biasanya hanya dilibatkan dalam suatu program testing bagi mahasiswa yang ternyata membutuhkan.
Mengingat kenyataan bahwa irama perkembangan dalam berbagai aspeknya bagi masing-masing siswa berbeda dan setiap tes hanya mengukur keadaan siswa pada saat tes itu dikerjakan, sangat tepatlah tes-tes tertentu diberikan secara berulang kali dengan jarak waktu yang wajar diantara saat-saat testing. Shertzer dan Stone (1981) menyarankan supaya dalam rangka program testing umum selama masa pendidikan di jenjang pendidikan dasar sampai dengan jenjang pendidikan menengah diberikan tes kemampuan intelektual paling sedikit empat kali, tes hasil belajar di semua bidang studi yang pokok paling sedikit tiga tahun sekali, dan tipe tes hasil belajar tes kompetensi pada waktu-waktu tertentu.
Dalam rangka program testing khusus dianjurkan supaya tes diagnostik dan tes kesiapan diberikan secara individual menurut kebutuhan. Demikian pula tes kemampuan khusus, tes perkembangan vokasional, tes minat dan tes kepribadian menurut kebutuhan yang tampak dalam proses konseling. Namun, saran ini hanya berlaku pada umumnya dan tetap diakui kemungkinan jumlah kali penyelenggaraan testing dan jumlah macam tes ditambah, lebih-lebih dalam rangka program testing umum.
Tabel  Standardized Tests Commonly Used in Educational Settings
(Dari Fundamentals of Guidance 1981, Halaman 248)
Individual Intellegence
Group Test of General Ability
Achievement Measure
Multifactor Aptitude
Specific
Aptitude
Vocational Interest
Career Development
Personal Inventorice

Stanford-Binet Intellegent Scale, From LM

Wechsler Intellegence Scale for Children-Revised

Wechsler Adult Intellegence Scale

Wechsler Pre-School and Primary Scale of Intellegence

Merrill-Palmer Scales (Pre-School)

Peabody Picture Vocabulary Test

Raven Progressive Matrices

California Test of Mental Maturity

Cooperative school and College Ability Test

Hanmon-Nelson Text of Mental Ability
Kuhlman-Anderson Test

Otis-Lennon Mental Ability Test

ACT Test Battery

Scholastic Aptitude Test (College Board)

Preliminary SAT adn Tha National Merit Scholarship Qualifying Test

Graduate Record Examination

Miller Analogies Test

Remote Associates Test (Creativity)

Torrence Tests of Creative Thinking

Comprehensive Tests of Basic Skills

Iowa Test of Basic Skills

Metropolitan Achievement Test

SRA Achievement Series

Iowa Tests of Educational Development

Sequential Tests of Educational Progress

Tests of Academic Progress

College-Level Examination Program

National Teacher Examination

Law School Admissions Test

Medical College Admissions Test

Wide Range Achievement Test

Differential Aptitude Test

General Aptitude Test Battery

Armed Services Vocational Aptitude Battery

Flanagan Aptitude Classification Tests

Cognitive Abilities Tests


Minnesota Clerical Test

General Clerical Test

Revised Minnesota Paper Form Board Test

Purdue Pegboard

Scashore Measures of Musical Talents

Musical Aptitude Profile

Meier Art Tests

Graver Design Judgment Test

Strong Vocational Interest Blanks

Strong-Campbell Interest Inventory

Kuder Preference Record, Vocational (Form C, Form D, Form DD, and Form E)

Ohio Vocational Maturity Test

Brainard Occupational Preference Inventory

Career Assessment Inventory

Self-Directed Search (Holland)

Career Development Inventory

Word Values

Career Maturity

Inventory

Cognitive Vocational Maturity Test

Edwards Personal Preference Schedule

Myers-Briggs Type Indicator

Personality Research Form

Piers-Harris Children’s Self-Concept Scale

Tennessee Self-Concept Scale

California Psychological Inventory

Minnesota Multiphasic Personality Inventory.
Mooney Problem Checklist.
Eysenck Personality Inventory

Guilford-Zimmerman Temperament Survey

Bell Adjustment Inventory

Minnesota Counselling Inventory

Sixteen Personality Factors

Study of Values

Tes-tes mana yang sebaiknya diberikan perlu dipertimbangkan dengan seksama. Dalam rangka program testing umum dapat dibentuk sebuah panitia, yang terdiri atas beberapa anggota staf tenaga pendidik dari kalangan guru dan petugas bimbingan. Dalam hal testing hasil belajar (achievement testing), tenaga pengajarlah yang harus meninjau relevansi isi tes terhadap materi suatu bidang studi; dalam hal testing kemampuan intelektual petugas bimbinganlah yang dapat memberikan pandangan mengenai relevansi tes terhadap tujuan pendidikan institusional. Dalam rangka program testing khusus petugas bimbinganlah yang paling berwenang menilai kegunaan tes kemampuan khusus, tes minat, tes perkembangan vokasional dan tes kepribadian.
 Manfaat dari suatu tes diagnostik dan tes kesiapan perlu dikonsultasikan dengan tenaga pengajar dari bidang studi bersangkutan. Bagaimanapun juga, setiap tes yang ditawarkan untuk diberikan kepada siswa, baik dalam rangka program testing umum maupun dalam rangka program testing khusus, harus dipelajari secara kritis dengan meninjau:  taraf validitas dan jenis validitas; taraf reliabiliats; relevansi sampel terhadap siswa di institusi pendidikan bersangkutan; macam skor komparatif yang digunakan; besarnya penyimpangan dalam pengukuran (standard error of measurement) untuk dapat memperkirakan skor yang sebenarnya diperoleh siswa; praktibilitas tes; dan cara hasil dilaporkan serta ditafsirkan.
Penawaran sebuah tes oleh pihak luar, yang dikatakan telah memenuhi persyaratan untuk suatu tes yang distandardisasikan, belumlah merupakan jaminan bahwa tes itu sungguh-sungguh memenuhi semua persyaratan itu dan sesuai dengan kebutuhan siswa di lembaga pendidikan bersangkutan. Disamping itu, sebelum kelompok siswa dikenai suatu tes, perlu dijelaskan kepada mereka, apa tujuan tes itu diberikan dan manfaat apa yang mereka peroleh dalam mengerjakan tes itu. Dengan kata lain, siswa harus diberi motivasi. Kalau tidak, siswa akan mengerjakan tes itu secara serampangan tanpa berusaha sungguh-sungguh, dengan alasan: “Hasil tes itu tidak akan dimasukkan dalam buku rapor; kenapa sih memeras otak tanpa guna?”.
Testing dalam rangka proses konseling dengan siswa dan mahasiswa tertentu termasuk program testing khusus sebagaimana dijelaskan di atas. Apakah siswa dan mahasiswa sebaiknya menempuh suatu tes, tergantung dari beberapa pertimbangan, antara lain: apakah tes akan menghasilkan suatu deskripsi tentang salah satu aspek dalam tingkah laku atau kehidupan batin konseli yang bermanfaat untuk ditelaah lebih lanjut?; Apakah testing akan menyajikan informasi dengan cara yang lebih efisien daripada suatu metode yang lain?; apakah testing akan meningkatkan pemahaman konseli terhadap diri sendiri dan pemahaman konselor terhadap konseli? Kalau empat pertanyaan penting ini dapat dijawab dengan Ya, penggunaan suatu tes dapat dipertanggungjawabkan. Dalam keadaan ini testing dapat bermanfaat bagi:
a.       Konselor, untuk menentukan apakah dia mampu dan cukup berwenang untuk memberikan pelayanan, dan untuk memperoleh gambaran global tentang inti permasalahan serta taraf berat ringannya, sebelum konseling yang sebenarnya dimulai. Untuk itu suatu angket kepribadian atau daftar cek masalah yang terandalkan dapat sangat sesuai
b.      Konselor, untuk memperoleh gambaran lebih mendalam dan lebih lengkap tentang berbagai aspek dalam kepribadian konseli dan dengan demikian dapat memberikan pelayanan yang lebih baik. Suatu tes kemampuan intelektual dan hasil belajar (kalau belum termasuk program testing umum), tes minat, tes perkembangan vokasional, dan tes kepribadian dapat membantu konselor dalam hal ini
c.       Konseli, untuk dapat menentukan apakah suatu program pendidikan lanjutan atau jenis pekerjaan sesuai baginya atau tidak. Dalam hal ini suatu tes kemampuan intelektual, tes hasil belajar, tes kemampuan khusus dan tes minat dapat sangat bermanfaat, karena data hasil testing bersama dengan penafsirannya menyajikan informasi yang patut dipertimbangkan dalam membuat pilihan dan mengambil keputusan. Mengingat kenyataan bahwa banyak siswa cenderung membuat suatu pilihan berdasarkan kesan subyektif tentang diri sendiri dan kecocokan program studi atau jenis pekerjaan baginya sebelum diadakan testing, data hasil testing akan memberikan konfirmasi terhadap pilihannya atau memberikan indikasi bahwa pilihannya sebaiknya ditinjau kembali. Seandainya siswa belum membuat pilihan, data hasil testing bersama dengan penafsirannya yang menyatakan tidak sesuai sangat bermanfaat, karena memberikan indikasi tentang bidang studi atau bidang pekerjaan yang sebaiknya tidak ditinjau lagi. Dengan demikian, siswa berpikir dengan cara mengesampingkan alternatif-alternatif yang tidak mengandung banyak harapan, sebelum meninjau alternatif kebalikan yang memberikan harapan. Berkaitan dengan validitas peramal, hasil testing yang rendah mengandung daya peramal yang lebih kuat daripada hasil testing yang tinggi. Untuk seorang mahasiswa yang kurang berhasil dalam program studi yang telah dipilihnya, hasil testing dapat memberikan indikasi mengenai persoalan, apakah dia salah pilih pada waktu masuk perguruan tinggi
d.      Konseli, untuk memahami dirinya dengan lebih baik, juga sebelum dihadapkan pada keharusan untuk membuat suatu pilihan mengenai program studi atau jenis pekerjaan. Data hasil testing mengenai berbagai aspek dalam tingkah laku dan kehidupan batin, yang ditafsirkan secara tepat dan dikomunikasikan kepada konseli secara mengena dan jelas, dapat meningkatkan kemampuan refleksi diri dan mengembangkan ketajaman serta ketepatan evaluasi diri, terutama dalam hal taraf prestasi belajar, kemampuan intelektual dan minat.[6]
Sama seperti dalam program testing umum, konseli harus bermotivasi baik sebelum akan menempuh suatu tes psikologis, supaya bersikap serius dalam mengerjakannya dan lebih siap menerima hasilnya sebagai informasi yang berguna baginya, juga bilamana hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Testing tidak dapat dipaksa, tetapi boleh dianjurkan bila data yang dibutuhkan tidak dapat diperoleh dengan lain cara dan tersedia alat tes yang relevan. Konselor harus menjelaskan informasi yang dapat diperoleh dari testing dan untuk apa hasil testing dapat digunakan, dengan menekankan bahwa testing bukan sumber informasi tentang konseli yang bertaraf sama dengan suatu wahyu ilahi kepadanya, melainkan menyajikan informasi yang nantinya harus diintegrasikan dengan data lain yang tersedia, seperti cita-cita hidup, pandangan orangtua serta saudara, dan keadaan sosial-ekonomis keluarga.
Penentuan tentang tes mana yang paling relevan bagi kebutuhan konseli adalah wewenang konselor di institusi pendidikan, yang seharusnya mengetahui kelebihan dan kelemahan dari tes-tes yang tersedia, biarpun bukan konselor sendiri yang mengadministrasikan. Data hasil testing dan laporan hasil testing yang dikirimkan oleh psikolog atau lembaga yang berwenang, tidak terbuka bagi siapa saja, tetapi hanya untuk mereka yang berkepentingan dan menggunakan informasi itu untuk membantu konseli, misalnya orangtua konseli, guru bidang studi yang bersangkutan, psikolog atau psikiater yang dihubungi kemudian dan dengan sendirinya konseli sendiri. Maka, berlakulah suatu etika testing, yang biasanya terumuskan dalam Kode Etik Konselor Sekolah. Bahkan, data hasil program testing umum bukanlah milik umum yang terbuka bagi siapa saja tanpa kualifikasi apa pun.
Pemberian informasi kepada siswa dan mahasiswa tentang hasil testing termasuk juga dalam layanan Pengumpulan Data, adalah sangat penting, agar pemberian informasi dilaksanakan sedemikian rupa, sehingga bersifat akurat, bermakna bagi subyek yang telah menempuh tes, dan tidak menimbulkan salah paham. Panitia staf sekolah yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan program testing umum di sekolah menengah, seharusnya memikirkan juga prosedur untuk menyampaikan hasil testing kepada siswa. Seandainya konselor sekolah diminta bantuannya dalam hal ini, konselor dapat memberikan penjelasan yang bersifat umum didalam kelas dan mengundang siswa satu per satu untuk melihat serta membicarakan hasil testing di ruang kerjanya.
Dalam kasus konseli tertentu, yang telah menempuh suatu program testing khusus, konselor harus mempelajari keseluruhan hasil testing lebih dahulu sebelum mengundang konseli untuk membicarakan hasil testing. Dalam mempelajari hasil testing, diusahakan untuk menemukan suatu pola, indikasi tentang inti permasalahan, dan indikasi tentang alternatif-alternatif pilihan yang dimungkinkan atau tidak dianjurkan. Dengan kata lain, hasil testing diolah dan ditafsirkan lebih dahulu sebelum siswa diajak berbicara.
Dalam diskusi dengan konseli selanjutnya, konselor pada umumnya akan berpegang pada kebijaksanaan sebagai berikut :
a.       Menghindari penggunaan istilah teknis yang sukar dipahami atau dijelaskan secara memadai
b.      Tidak memberitahukan skor mentah tanpa menjelaskan artinya, misalnya “skor sekian berarti hasil tinggi, hasil cukup, atau hasil rendah”. Bahkan sering cukup memberitahukan, misalnya: Dari hasil tes ini tampak bahwa Anda mengalami kesulitan dalam bidang ini-itu; Anda cocok atau tidak cocok untuk bidang ini-itu; Anda sebaiknya memikirkan lagi pilihan ini-itu, karena hasil testing memberikan indikasi bahwa ...., dan sebagainya
c.       Tidak menggunakan kata-kata normal atau abnormal dalam mendeskripsikan posisi konseli terhadap orang-orang lain yang mengambil tes itu, lebih-lebih pada tes minat dan tes kepribadian. Seandainya tersedia profil testing (testing profile) dan tabel ramalah/perkiraan (expectancy table), posisi konseli dapat dijelaskan sehingga konseli sendiri dapat menarik kesimpulan tentang keadaan diri
d.      Memberikan kesempatan kepada konseli untuk mengutarakan pendapat dan perasaannya terhadap informasi yang disampaikan kepadanya, lebih-lebih bila konselor mendapat indikasi bahwa konseli merasa kecewa, terkejut dan ragu-ragu serta cenderung untuk tidak yakin akan relevansi data hasil testing baginya. Sikap dan perasaan konseli mengungkapkan makna yang diambilnya
e.       Membicarakan hasil testing minat lebih dahulu sebelum membicarakan hasil testing kemampuan; demikian pula skor-skor tinggi sebelum membicarakan skor-skor rendah. Para konseli pada umumnya cenderung lebih bersikap defensif terhadap hasil testing kemampuan dan kenyataan yang tercermin dalam skor-skor rendah
f.       Memperhitungkan kemungkinan, bahwa hasil testing kemampuan dan hasil testing belajar menyimpang dari penilaian yang telah diberikan oleh para guru, sebagaimana, misalnya; tercermin dalam aneka nilai di buku rapor. Hal ini dapat terjadi karena norma penilaian yang diterapkan oleh guru-guru lebih murah daripada yang diterapkan dalam tes. Bahkan dewasa ini banyak guru cenderung untuk semakin murah dalam memberikan penilaian, supaya tidak muncul terlalu banyak nilai kurang dan siswa tidak merasa frustasi. Sebagai akibatnya, banyak siswa cenderung untuk lebih percaya pada hasil penilaian guru bila hal ini lebih menguntungkan bagi mereka, misalnya; berkaitan dengan pilihan program studi di SMA, daripada percaya pada hasil testing yang bertaraf lebih rendah. Pengarang sudah mengalami berkali-kali bahwa siswa menuntut diterima di program studi SMA yang diinginkan bila hasil penilaian guru memungkinkan, meskipun hasil testing memberikan indikasi negatif.[7]
Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini!
1.      Jelaskan aspek-aspek testing yang relevan!
2.       Uraikan secara singkat tentang macam-macam tes yang ada dan yang relevan bagi pelayanan dan bimbingan di sekolah!
3.      Buatlah perencanaan program testing untuk memperoleh data psikologis dan data social siswa secara lengkap!
Daftar Pustaka

Wingkel, W.S.   & M.M. Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (Yogyakarta: Media Abadi, 2010).


[1]W.S. Winkel dan M.M. Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan  (Yogyakarta:Media Abadi, cet. 7, 2010), hal. 257
[2] Ibid., hal. 258
[3] Ibid., hal. 260-263
[4] Ibid., hal. 263.
[5] Ibid., hal. 264
[6] Ibid., hal. 265-267
[7] Ibid., hal 267-269

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates