Pendekatan
behavioristik dalam psikoterapi, adalah salah satu dari beberapa “revolusi” dalam
dunia pengetahuan psikologi, khususnya psikoterapi. Pendekatan behavioristik
yang dewasa ini banyak depergunakan dalam rangka melakukan kegiatan psikoterapi
dalam arti luas atau konseling dalam arti sempitnya, bersumber pada aliran
behaviorisme. Aliran ini pada mulanya tumbuh subur di amerika dengan tokohnya
yang terkenal ekstrim, yakni john broadus watson, suatu aliran yang menitik
beratkan peranan lingkungan, peranan dunia luar sebagai faktor penting di mana
seseorang dipengaruhi, seseorang belajar. Pada abad ke-17, dunia pengetahuan
filsafat ditandai oleh dua kubu besar yakni kubu “empiricism” (physical science) dan kubu “naturalism” (biological science). Pada akhir abad yang lalu,
mempengaruhi lahirnya aliran behaviorisme dengan pendekatan-pendekatannya yang
kemudian menjadi terkenal dengan terapi perilaku (behavior therapy) dan perubahan perilaku (behavior modification).
Pendekatan
behavioristik memandang konseling merupakan proses pendidikan. Pusat konseling
adalah membantu klien mempelajari tingkahlaku baru untuk memecahkan masalahnya.
Konseling ini memandang tingkah laku sebagai suatu yang dipelajari atau tidak
dipelajari oleh klien. Oleh karena itu, peran konselor pada konseling ini
adalah aktif, direktif, sebagai guru, ahliu diagnosis dan sekaligus menjadi
model. Dengan demikian klien juga dituntut aktif dan mengalami sendiri.
Beberapa
konstalen di atas telah mendasari kami dalam pembuatan makalah ini. Selanjutnya
akan kami bahas dan jabarkan lebih luas pada bab pembahasan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun
beberapa hal yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
sejarah perkembangan konseling behavioristik?
2. Bagaimana
hakikat manusia dalam konseling behavioristk?
3. Bagaimana
perkembangan perilaku dalam konseling behavioristik?
4. Bagaimana
hakikat konseling dalam konseling behavioristik?
5. Bagaimana
kondisi pengubahan dalam konseling behavioristik?
6. Bagaimana
mekanisme pengubahan dalam konseling behavioristik?
7. Bagaimana
kelebihan dan kekurangan dari konseling behavioristik?
Semua
permasalahan tersebut akan kami bahas lebih rinci selanjutnya pada bab
pembahasan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SEJARAH
PERKEMBANGAN
Ø Diantara tokoh-tokoh behavior therapy
1) B.F. Skinner
BF
Skinner (1904-1990), dibesarkan di lingkungan keluarga yang hangat dan stabil.
Skinner sangat tertarik dalam membangun segala macam hal. Ia menerima gelar PhD
di bidang psikologi dari Harvard
University pada tahun 1931 dan akhirnya kembali ke Harvard setelah mengajar di beberapa universitas. Skinner adalah
seorang juru bicara terkemuka untuk behaviorisme dan dapat dianggap sebagai
bapak dari pendekatan behavior. Ia juga seorang ahli eksperimen di
laboratorium.
Skinner
tidak mempercayai menusia memiliki pilihan bebas. Menurutnya tindakan tidak
dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan. Ia menekankan pandangannya pada sebab
akibat antara tujuan, kondisi lingkungan dan perilaku yang dapat diamati. Pandangannya
muncul sebagai bentuk protes terhadap psikoanalitik yang berfokus pada pikiran
dan motif-motif yang tidak terlihat, sehingga ia merasa prihatin akan fokus
yang terlalu kecil terhadap lingkungan yang dapat diamati. Skinner tertarik
pada konsep penguatan dan menerapkannya dalam dirinya sendiri. Skinner percaya
iptek dapat menjanjikan masa depan yang lebih baik.
2) Albert Bandura
Albert
Bandura (lahir 1925), dia adalah anak bungsu dari enam anak di sebuah keluarga
keturunan Eropa Timur. Selama SD dan SMA ia bersekolah di sekolah yang
kekurangan guru dan sumber daya. Hal ini yang menjadi asset awal Bandura dalam
mempelajari keterampilan memimpin diri, ia Memperoleh gelar PhD dalam psikologi
klinis dari University of Iowa pada
tahun 1952, dan setahun kemudian ia bergabung dengan fakultas di Universitas Stanford.
Bandura
dan rekan-rekannya yang merintis dalam bidang social modeling dan
memperkenalkannya sebagai suatu proses yang kuat yang menjelaskan beragam
bentuk pembelajaran. Teori yang dihasilkan ialah Social Cognitive Theory, yang menyatakan manusia dapat mengatur
diri sendiri, dapat mempengaruhi tingkah laku dengan mengatur lingkungan, dapat
menciptakan dukungan positif, dan dapat melihat konsekuensi bagi tingkah laku
sendiri. Gagasan ini menyatakan bahwa manusia tidak hanya dibentuk oleh
kekuatan lingkungan, tetapi juga oleh kekuatan batin yang memotifasi.
Bandura
berkonsentrasi pada empat bidang penelitian: (1) kekuatan pemodelan psikologis
dalam membentuk pikiran, emosi, dan tindakan, (2) mekanisme agensi manusia,
atau cara orang mempengaruhi motivasi mereka sendiri dan perilaku melalui
pilihan; (3) persepsi masyarakat atas kemanjuran mereka untuk menjalankan
pengaruh atas peristiwa yang mempengaruhi hidup mereka, dan (4) bagaimana
reaksi stres dan depres disebabkan. Bandura telah menciptakan salah satu dari
beberapa teori besar yang masih berkembang pada awal abad ke-21.
Ø Sejarah Perkembangan
Terapi
behavior tradisional diawali pada tahun 1950-an dan awal 1960-an di Amerika
Serikat, Afrika Selatan, dan Inggris sebagai awal radikal menentang perspektif
psikoanalisis yang dominan. Fokusnya adalah pada menunjukkan bahwa teknik
pengkondisian perilaku yang efektif dan merupakan alternatif untuk terapi
psikoanalitik. Secara garis besar sejarah perkembangan pendekatan behavioral
terdiri dari sebagai berikut :
1)
Classical
Conditioning
Ivan
Pavlov adalah seorang psikolog dari Rusia lahir di Rjsan 14 September 1849 dan
meninggal di Leningrad 27 Februari 1936. Hasil penelitiannya bersama Watson
yang terkenal adalah classical conditioning.Penelitiannya menggunakan anjing
yang dalam keadaan lapar ditempatkan diruang kedap suara.
Pada
dasarnya classical conditioning itu melibatkan Unconditioning Stimulus (UCS)
yang secara otomatis membangkitkan Conditioning Response (CR), yang sama dengan
Unconditioning Response (UCR) apabila diasosiasikan dengan UCS. Jika UCS
dipasangkan dengan suatu Stimulus Conditioning (CS ), lambat laun CS
mengarahkan kemunculan CR. Dalam contoh yang diperlihatkan pada Gambar 1.
UCS
(makanan anjing) membangkitkan UCR (air liur). Bunyi bel menjadi CS karena
dipasangkan dengan makanan anjing, sehingga membangkitkan CR pengeluaran air
liur anjing.
UCS ——————–> UCR
(makanan
Anjing) (pengeluaran
air liur anjing)
CS ———————> CR
(bunyi
bel)
(pengeluaran air liur anjing)
Gambar 1. Rancangan Classical
Conditioning
2)
Operant
Conditioning
Tokoh
yang mengembangkan operant conditioning adalah BF. Skinner Pengkondisian
operan, salah satu aliran utama lainnya dari pendekatan terapi yang
berlandaskan teori belajar, melibatkan pemberian ganjaran kepada individu atas
pemunculan tingkah lakunya (yang diharapkan) pada saat tingkah laku itu muncul.
Pengkondisian operan ini dikenal dengan istilah pengkondisian instrumental
(instrumental conditioning)karena memperlihatkan bahwa tingkah laku
instrumental bisa dimunculkan oleh organisme yang aktif sebelum penguatan
diberikan untuk tingkah laku tersebut.
Skinner,
yang dianggap sebagai pencetus gagasan pengkondisian operan, telah
mengembangkan prinsip-prinsip penguatan yang digunakan pada upaya memperoleh
pola-pola tingkah laku tertentu yang dipelajari. Dalam pengkondisian operan,
pemberian penguatan positif bisa memperkuat tingkah laku, sedangkan pemberian penguatan
negatif bisa memperlemah tingkah laku. Tingkah laku berkondisi muncul di
lingkungan dan instrumental bagi perolehan
Dalam perkembangannya pendekatan behavior
terdiri dari tiga trend utama, yaitu:
1) Gelombang
1: Pada tahun 1960 Albert Bandura mengembangkan teori belajar sosial, yang
dikombinasikan pengkondisian klasik dan operan kondisioning sdengan
pembelajaran observasional. Bandura membuat kognisi fokus yang sah untuk terapi
bahavior. Selama tahun 1960-an sejumlah pendekatan perilaku kognitif bermunculan,
dan mereka masih memiliki dampak signifikan pada praktek terapi. Terapi
behavior kontemporer muncul sebagai kekuatan utama dalam psikologi selama
1970-an, dan itu memiliki dampak signifikan pada pendidikan, psikologi,
psikoterapi, psikiatri, dan pekerjaan sosial. Teknik behavior yang diperluas
untuk memberikan solusi terhadap masalah bisnis, industri, dan membesarkan juga
anak. Dikenal sebagai "gelombang pertama" di lapangan behavior,
teknik terapi behavior dipandang sebagai pilihan perawatan untuk banyak masalah psikologis.
2) Gelombang
2: Tahun 1980-an yang ditandai dengan pencarian konsep dan metode baru yang
melampaui teori belajar tradisional. Terapis behavior melakukan evaluasi
terhadap metode yang mereka gunakan dan mempertimbangkan dampak dari praktek
terapi pada klien mereka dan masyarakat yang lebih luas. Meningkatnya perhatian
diberikan kepada peran emosi dalam perubahan terapi, serta peran faktor
biologis dalam gangguan psikologis. Dua perkembangan yang paling signifikan
adalah (1) munculnya terus terapi kognitif behavior sebagai kekuatan utama dan
(2) penerapan teknik perilaku untuk pencegahan dan pengobatan gangguan kesehatan terkait.
Pada
akhir 1990-an Asotiation Behavior and
Cognitive Therapi (ABCT) menyatakan keanggotaan dari sekitar 4.300.
Gambaran saat ABCT adalah "sebuah organisasi keanggotaan lebih dari 4.500
profesional kesehatan mental dan mahasiswa yang tertarik dalam terapi bahavior
berbasis empiris atau terapi behavior kognitif." Perubahan nama dan
deskripsi mengungkapkan pemikiran saat ini mengintegrasikan terapi perilaku dan
kognitif. Terapi kognitif dianggap sebagai “gelombang kedua” dari tradisi
behavior.
3) Gelombang
3: Pada awal 2000-an, "gelombang ketiga" dari tradisi perilaku
muncul, memperbesar ruang lingkup penelitian dan praktek. Perkembangan terbaru
termasuk terapi perilaku dialektis, kesadaran berbasis pengurangan stres,
kesadaran berbasis terapi kognitif, dan penerimaan dan terapi komitmen.
2.2 HAKIKAT MANUSIA
Menurut
Behavior Therapy, manusia adalah
produk dan produsen (penghasil) dari lingkungannya. Pandangan ini tidak
tergantung pada asumsi deterministik bahwa manusia adalah produk belaka dari
pengkondisian sosiokultural mereka. Manusia dipandang memiliki potensi untuk
berperilaku baik atau buruk, tepat atau salah. Pendekatan behavior berpandangan
bahwa setiap perilaku dapat dipelajari. Manusia mampu melakukan refleksi atas
tingkahlakunya sendiri, dan dapat mengatur serta mengontrol perilakunya dan
dapat belajar tingkah laku baru atau dapat mempengaruhi orang lain. Terapi
behavior bertujuan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat sehingga mereka
memiliki lebih banyak pilihan untuk merespon. Dengan mengatasi perilaku
melemahkan yang membatasi pilihan, orang lebih bebas untuk memilih dari
kemungkinan yang tidak tersedia sebelumnya.[1]
Hakikat
manusia dalam pandangan para behaviorist adalah fasif dan mekanistis, manusia
dianggap sebagai sesuatu yang dapat dibentuk dan diprogram sesuai dengan
keinginan lingkungan yang membentuknya. Lebih jelas lagi menurut Muhamad Surya
menjelaskan tentang hakikat manusia dalam pandangan teori behavioristik sebagai
berikut : ‘dalam teori ini menganggap manusia bersifat mekanistik atau merespon
kepada lingkungan dengan kontrol terbatas, hidup dalam alam deterministik dan
sedikit peran aktifnya dalam memilih martabatnya’.
Manusia
memulai kehidupnya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya, dan
interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk
kepribadian. Perilaku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang
diterima dalam situasi hidupnya. Dapat kita simpulkan dari anggapan teori ini
bahwa perilaku manusia adalah efek dari lingkungan, pengaruh yang paling kuat
maka itulah yang akan membentuk diri individu.
Beberapa
konsep tentang hakikat dasar manusia:[2]
1. Tingkah
laku manusia diperoleh dari belajar dan proses terbentuknya kepribadian adalah
dari proses pemasakan dan proses belajar.
2. Kepribadian
manusia berkembang bersama-sama dengan interaksinya dengan lingkungan
3. Setiap
orang lahir dengan membawa kebutuhan bawaan, tetapi sebagian besar kebutuhan
dipelajari dari interaksi dengan lingkungan.
4. Manusia
tidak lahir baik atau jahat, tetapi netral. Bagaimana kepribadian seseorang
dikembangakan tergantung interaksi dengan lingkungan.
5. Manusia
mempunyai tugas untuk berkembang. Dan semua tugas perkembangan adalah tugas
yang harus diselesaikan dengan belajar.
2.3 PERKEMBANGAN
PERILAKU
1) Struktur Kepribadian
Dalam
pandangan behavioral, kepribadian manusia itu pada hakikatnya adalah perilaku,
karena hanya perilakulah yang dapat diuji di laboratorium. Perilaku itu
terbentuk melalui suatu proses belajar dari lingkungannya. Kepribadian
seseorang merupakan cerminan dari pengalaman belajarnya, yaitu situasi atau
stimulus yang diterimanya. Oleh karena itu untuk memahami kepribadian individu
ialah dengan melihat perilakunya yang tampak. Perilaku yang tampak itu dapat
berupa perilaku adaptif (perilaku yang sesuai) atau perilaku maladaptif (perilaku yang tidak sesuai).[3]
Kaum
behavioris tidak menjelaskan struktur kepribadian seperti pada aliran lain
seperti psikoanalis, tetapi menurut teori kepribadian behavioristik bahwa
kepribadian manusia adalah perilaku organisme itu sendiri. Dengan kata lain
bahwa kerpribadian manusia dapat di ketahui melalui tingkah laku yang tampak
dan diamati (observable behavior).
Selain itu ada pandangan dualiasme yang berkembang dalam pendekatan behavior
bahwa manusia memiliki jiwa, raga, mental, fisik, sikap, perilaku dan
sebagainya. Seperti yang dijabarkan dibawah ini:[4]
a.
Lingkungan dan
pengalaman menjelaskan bagaimana kepribadian seseorang dibentuk.
b.
Dualisme,
seperti jiwa-raga, raga-semangat, raga-pikiran bukan merupakan validitas
keilmuan pada pembentukan, prediksi dan control dari perilaku manusia.
c.
Walaupun
pembentukan kepribadian memiliki batsan genetis namun efek dari lingkungan dan
stimulus dari dalam memiliki pengaruh dominan.
d.
Dalam membentuk
sebuah teori dari kepribadian prediksi dan control dan perilaku merupakan hal
terpenting. Tidak ada yang lebih penting selain kebebasan dalam penentuan
respon.
e.
Semua perilaku
dapat dipisah menjadi operant respondent yaitu individual respon yang berbeda
dalam pengaruh control dari stimulus lingkungan.
2) Pribadi
Sehat dan Bermasalah
Berdasarkan
pandangan behavioral tentang kepribadian maka pribadi sehat menurut pandangan ini
ialah perilaku atau kebiasaan-kebiasaan
negatif atau perilaku yang tidak tepat, yaitu perilaku yang tidak sesuai
dengan yang diharapkan, perilaku bermasalah ini merupakan hasil belajar yang
salah. Perilaku ini disebut dengan perilaku maladaptif. Sedangakan pribadi sehat merupakan kebalikan
dari pribadi bermasalah, yang disebut dengan perilaku adaptif.[5]
v Pribadi
Sehat:
a)
Dapat merespon
stimulus yang ada di lingkungan secara cepat.
b)
Tidak kurang dan
tidak berlebihan dalam tingkah laku, memenuhi kebutuhan.
c)
Mempunyai
derajat kepuasan yang tinggi atas tingkah laku atau bertingkah laku dengan
tidak mengecewakan diri dan lingkungan.
d)
Dapat mengambil
keputusan yang tepat atas konflik yang dihadapi.
e)
Mempunyai self
control yang memadai
v Pribadi
Bermasalah:
a) Tingkah
laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan.
b) Tingkah
laku yang salah hakikatnya terbentuk dari cara belajar atau lingkungan yang
salah.
c) Tingkah
laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam menanggapi lingkungan
dengan tepat.
d) Ketidak
mampuan dalam mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan lingkungannya
e) Tingkah
laku yang tidak wajar menurut standard nilai,
yang kemudian menimbulkan konflik dengan lingkungan
2.4 HAKIKAT
KONSELING
Konseling menurut pandangan behavioral ialah proses
terapeutik dengan menggunakan prosedur-prosedur sistematik untuk mengubah
perilaku maladaptif (perilaku yang tidak sesuai) menjadi perilaku adaptif (perilaku yang
sesuai) melalui proses belajar perilaku baru.
Hakikat
konseling menurut Behavioral adalah proses membantu orang dalam situasi
kelompok belajar bagaimana menyelesaikan masalah-masalah interpersonal,
emosional, dan pengambilan keputusan dalam mengontrol kehidupan mereka sendiri
untuk mempelajari tingkah laku baru yang sesuai.
Konseling
dilakukan dengan menggunakan prosedur tertentu dan sistematis yang disengaja
secara khusus untuk mengubah perilaku dalam batas-batas tujuan yang disusun
secara bersama-sama konselor dan konseli. Prosedur konseling dalam pendekatan
behavior adalah ; penyusunan kontrak, asesmen, penyusunan tujuan, implementasi
strategi, dan eveluasi perilaku. Dengan prosedur tersebut konseling/terapi
behavior berorientasi pada pengubahan tingkah laku yang maladaptif menjadi
adaptif.
Konseling
identik dengan pemberian bantuan, penyuluhan dan hubungan timbal balik antara
konselor (yang memberikan konseling) dan konseli (yang membutuhkan
bantuan/klien). Menurut Patterson, konseling memiliki ciri khas yang merupakan
hakekat konseling. Ciri-ciri itu adalah:
1. Konseling
berurusan dengan upaya mempengaruhi perubahan tingkah laku secara sadar pada
pihak klien (klien mau mengubahnya dan mencari bantuan konselor bagi perubahan
ini).
2. Tujuan
konseling adalah mendapatkan kondisi-kondisi yang memudahkan perubahan secara
sadar (kondisi-kondisi dimaksud berupa hak-hak individual untuk membuat
pilihan, untuk mandiri dan “berswatantra”,
autonomous).
3. Sebagaimana
dalam sebuah hubungan, terdapat pembatasan-pembatasan tertentu bagi konseli
(pembatasan-pembatasan ditentukan oleh tujuan-tujuan konseling yang dipengaruhi
oleh nilai-nilai dan falsafah konselor).
4. Kondisi-kondisi
yang memudahkan perubahan tingkahlaku diperoleh melalui wawancara-wawancara
(tidak seluruh konseling adalah wawancara, tetapi konseling selalu melibatkan
wawancara).
5. Mendengarkan
(dengan penuh perhatian) berlangsung dalam konseling tapi tidak seluruh
konseling melulu mendengarkan.
6. Konselor
memahami kliennya (perbedaan antara cara orang-orang lain dengan cara konselor
dalam melakukan pemahaman lebih bersifat kualitatif ketimbang kuantitatif dan
pemahaman belaka tidak menjadi pembeda antara situasi konseling dengan situasi
lain).
2.5 KONDISI
PENGUBAHAN
1) Tujuan
Tujuan
umum dari terapi behavior ialah untuk meningkatkan pilihan pribadi dan untuk
menciptakan kondisi baru untuk belajar; mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi
perilaku dan menemukan tindakan untuk mengatasi tingkah laku bermasalah.
Terapi
behavioral bertujuan untuk membantu klien memperoleh perilaku baru,
mengeliminasi perilaku yang maladaptif dan memperkuat serta mempertahankan
perilaku yang adaptif.
v Tujuan
dalam proses konseling
Tujuan
memiliki tempat sentral dalam terapi Behavior. Behavior kontemporer menekankan
peran aktif klien dalam menentukan tentang pengobatan mereka. Klien, dengan
bantuan terapis, mendefinisikan tujuan pengobatan khusus pada awal proses
terapi. Tujuan terapi harus jelas, konkret, dipahami, dan disepakati oleh klien
dan konselor. Konselor dan klien mendiskusikan perilaku yang terkait dengan
tujuan, keadaan yang diperlukan untuk perubahan, sifat sub tujuan, dan rencana
tindakan untuk bekerja ke arah tujuan ini. Proses penentuan tujuan terapi ini
memerlukan negosiasi antara klien dan konselor yang menghasilkan kontrak yang
memandu jalannya terapi. Tujuan yang ditetapkan akan digunkan sebagai tolak
ukur untuk melihat keberhasilan proses terapi. Proses terapi akan dihentikan
jika telah mencapai tujuan.
Perilaku
terapis dan klien mengubah tujuan selama proses terapi yang diperlukan.
Meskipun penilaian dan pengobatan terjadi bersama-sama, penilaian formal
terjadi sebelum perawatan untuk menentukan perilaku yang menjadi sasaran
perubahan. Penilaian terus-menerus sepanjang terapi menentukan sejauh mana
mengidentifikasi tujuan yang terpenuhi. Hal ini penting untuk menemukan cara
untuk mengukur kemajuan menuju tujuan berdasarkan validasi empiris.
2) Sikap, peran, dan tugas Konselor
Konselor
dalam behavior therapy secara umum
berfungsi sebagai guru dalam mendiaknosa tingkah laku yang tidak tepat dan
mengarah pada tingkah laku yang lebih baik. Peran konselor secara khusus
diantaranya: (a) Merumuskan masalah yang dialami klien dan menetapkan apakah
konselor dapat membantu pemecahannya atu tidak; (b) Konselor memegang sebagian
besar tanggung jawab atas kegiatan konseling, khususnya tentang teknik-teknik
yang digunakan dalam konseling; (c) Konselor mengontrol proses konseling dan
bertanggung jawab atas hasil-hasilnya.
Sikap
yang dimiliki oleh konselor behavior ialah menerima, dan mencoba memahami apa
yang dikemukakan konseli tanpa menilai atau mengkritiknya. Dalam proses terapi,
konselor berperan sebagai guru atau mentor.
Praktisi
behavior harus memiliki keterampilan, sensitivitas, dan kecerdasan klinis.
Mereka menggunakan beberapa teknik umum dengan pendekatan lain, seperti
meringkas klarifikasi, refleksi, dan pertanyaan terbuka. Namun, terapis
behavior melakukan fungsi lain juga:
·
Berdasarkan
penilaian fungsional yang komprehensif, terapis merumuskan tujuan pengobatan
awal dan desain dan mengimplementasikan rencana perawatan untuk mencapai tujuan
tersebut.
·
Para terapis
menggunakan strategi behavior yang memiliki dukungan penelitian untuk digunakan
dengan jenis tertentu dari masalah. Strategi-strategi ini digunakan untuk
kemajuan generalisasi dan pemeliharaan perubahan perilaku.
·
Terapis
mengevaluasi keberhasilan rencana perubahan dengan mengukur kemajuan menuju
tujuan sepanjang durasi pengobatan. Ukuran hasil yang diberikan kepada klien
pada awal pengobatan dan dikumpulkan lagi secara periodik selama dan setelah
perawatan untuk menentukan apakah rencana strategi dan pengobatan bekerja. Jika
tidak, penyesuaian dilakukan dalam strategi yang digunakan.
·
Tugas utama
terapis adalah untuk melakukan tindak lanjut penilaian untuk melihat apakah
perubahan yang tahan lama dari waktu ke waktu. Klien belajar bagaimana
mengidentifikasi dan mengatasi kemunduran potensial. Penekanannya adalah pada
membantu klien mempertahankan perubahan dari waktu ke waktu dan memperoleh
keterampilan mengatasi perilaku dan kognitif untuk mencegahnya kambuh.
3) Sikap, peran, dan tugas Konseli
Dalam
konseling behavioral klien dan konselor aktif terlibat di dalamnya. Klien
secara aktif terlibat dalam pemilihan dan penentuan tujuan serta memiliki
motivasi untuk berubah dan bersedia bekerjasama dalam melaksanakan kegiatan
konseling. Peran penting klien dalam konseling adalah klien didorong untuk
bereksperimen dengan tingkah laku baru yang bertujuan untuk memperluas
perbendaharaan tingkah laku adaptifnya serta dapat menerapkan perilaku tersebut
dalah kehidupan sehari-hari.
Terapi
behavior memiliki prosedur kerja yang jelas, sehingga konselor dan konseli
memiliki peran yang jelas. Ini berarti untuk mencapai tujuan terapi sangat
dibutuhkan kerjasama yang baik antara konselor dan konseli. Adapun sikap, peran
dan tugas konseli dalam proses terapi ialah meliputi :
·
Memiliki
motivasi untuk berubah
·
Kesadaran dan
partisipasi konseli dalam proses terapi, baik selama sesi terapi maupun dalam
kehidupan sehari-hari
·
Klien terlibat
dalam latihan perilaku baru dan umumnya menerima pekerjaan rumah yang aktif
(seperti self-monitoring perilaku bermasalah) untuk menyelesaikan antara sesi
terapi.
·
Terus menerapkan
perilaku baru setelah pengobatan resmi telah berakhir.
4) Situasi Hubungan
Bukti
klinis dan penelitian menunjukkan bahwa hubungan terapeutik, bahkan dalam
konteks orientasi perilaku, dapat memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap proses perubahan perilaku. Kebanyakan praktisi behavior menekankan
nilai membangun hubungan kerja kolaboratif. Para terapis behavior terampil
mengkonseptualisasikan masalah perilaku dan memanfaatkan hubungan klien-terapis
dalam memfasilitasi perubahan. Sebagian besar praktisi behavior berpendapat
bahwa faktor-faktor seperti kehangatan, empati, keaslian, permisif, dan
penerimaan diperlukan, tetapi tidak cukup, untuk perubahan perilaku terjadi.
Terapis behavior berasumsi bahwa klien membuat kemajuan terutama karena teknik
perilaku khusus yang digunakan bukan karena hubungan dengan terapis.
Dalam
terapi behavioral, hubungan antara terapis dan klien dapat memberikan
kontribusi penting bagi perubahan perilaku klien. Hubungan terapis sebagai
fasilitator terjadinya perubahan. Sikap konselor seperti empati, permisif,
acceptance dianggap sebagai hal yang harus ada, namun tidak cukup untuk bisa
menciptakan perubahan perilaku. Masalah ada pada bukan pentingnya hubungan
namun peranan hubungan sebagai landasan strategi konseling untuk membantu klien
berubah sesuai dengan arah yang dikehendaki.
Dalam
kegiatan konseling, konselor memegang peranan aktif dan langsung. Hal ini
bertujuan agar konselor dapat menggunakan pengetahuan ilmiah untuk menemukan
masalah-masalah konseli sehingga diharapkan kepada perubahan perilaku yang
baru. Sistem dan prosedur konseling behavioral amat terdefinisikan, demikian
pula peranan yang jelas dari konselor dan konseli.
Konseli
harus mampu berpartisipasi dalam kegiatan konseling, ia harus memiliki motivasi
untuk berubah, harus bersedia bekerjasama dalam melakukan aktivitas konseling,
baik ketika berlangsung konseling maupun diluar konseling.
Dalam
hubungan konselor dengan konseli ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu :
1. Konselor
memahami dan menerima konseli
2. Antara
konselor dan konseli saling bekerjasama
3. Konselor
memberikan bantuan dalam arah yang diinginkan konseli.
2.6 MEKANISME PENGUBAHAN
1) Tahap-tahap konseling
Berbicara
tentang langkah-langkah dasar/tahap-tahap dalam proses konseling ditemukan
sejumlah bagian yang berbeda-beda. Mengapa identifikasi ini dilakukan adalah
untuk mengajarkan ketrampilan-ketrampilan konseling. Walaupun pembagiannya
berbeda-beda dapat ditemukan lima tahap pokok yakni:
a. Assesment, langkah
awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika perkembangan klien (untuk
mengungkapkan kesuksesan dan kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, pola
hubungan interpersonal, tingkah laku penyesuaian, dan area masalahnya) Konselor
mendorong klien untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya pada
waktu itu. Assesment diperlukan untuk mengidentifikasi motode atau teknik mana
yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin diubah.
b. Goal setting,
yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling. Berdasarkan informasi yang
diperoleh dari langkah assessment konselor dan klien menyusun dan merumuskan
tujuan yang ingin dicapai dalam konseling. Perumusan tujuan konseling dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut: (a) Konselor dan klien mendifinisikan masalah
yang dihadapi klien; (b) Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki
sebagai hasil konseling; (c) Konselor dan klien mendiskusikan tujuan yang telah
ditetapkan klien : (a) apakah merupakan tujuan yang benar-benar dimiliki dan diinginkan
klien; (b) apakah tujuan itu realistik; (c) kemungkinan manfaatnya; dan (d) kemungkinan
kerugiannya; (e) Konselor dan klien membuat keputusan apakahmelanjutkan
konseling dengan menetapkan teknik yang akan dilaksanakan, mempertimbangkan
kembali tujuan yang akan dicapai, atau melakukan referal.
c. Technique
implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan
teknik konseling yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan
yang menjadi tujuan konseling.
d. Evaluation
termination, yaitu melakukan kegiatan penilaian
apakah kegiatan konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil
sesuai dengan tujuan konseling.
e. Feedback,
yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk memperbaiki dan meingkatkan
proses konseling
2) Teknik-Teknik Konseling Behavioral
Adapun
beberapa teknik-teknik dalam konseling behavioral antara lain:
a) Latihan
Asertif
Teknik
ini dugunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan
diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di
antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan
tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon
posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan
bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam
latihan asertif ini.
b) Desensitisasi
Sistematis
Desensitisasi
sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan
untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan
klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang
diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah
laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang
tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi
sistematis hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus
tingkah laku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia
menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.
c) Pengkondisian
Aversi
Teknik
ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan
untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang
disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.
Stimulus
yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan
dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya.
Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak
dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
d) Pembentukan
Tingkah laku Model
Teknik
ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan
memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor
menunjukkan kepada klien tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model
audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis
tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh
memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran
sosial.
2.7 KELEMAHAN DAN KELEBIHAN
Setiap
teori yang ada pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan, kelebihan dan
kekurangan teori behavioristik dintaranya:
Ø Kelebihan:
·
Telah
mengembangkan konseling sebagai ilmu karena mengundang penelitian dan menerapkan
IPTEK kepada proses konseling
·
Pengembangan
prilaku yang spesifik sebagai hasil konseling yang dapat diukur
·
Memberikan
ilustrasi bagaimana keterbatasan lingkungan
·
Penekanan bahwa
konseling hendaknya memusatkan pada perilaku sekarang dan bukan prilaku yang
ada dimasa lalu.
·
Pembuatan
tujuan terapi antara konselor dan
konseli di awal konseli dan itu
dijadikan acuan keberhasilan proses terapi
·
Memiliki
berbagai macam teknik konseling yang teruji dan selalu diperbaharui
·
Waktu konseling
relatif singkat
·
Kolaborasi yang
baik antara konselor dan konseli dalam penetapan tujuan dan pemilihan teknik
Ø Kelemahan
·
Bersifat dingin,
kurang menyentuh aspek pribadi sifat manipulatif dan mengabaikan hubungan
pribadi. Dapat mengubah perilaku tetapi tidak mengubah perasaan
·
Lebih
konsentrasi pada teknik
·
Pemilihan tujuan
sering ditentukan oleh konselor
·
Meskipun
konselor behaviour menegaskan klien unik dan menuntut perlakuan yang spesifik
tapi masalah klien sering sama dengan klien yang lain dan karena itu tidak
menuntut strategi konseling.
·
Konstruk belajar
dikembangkan dan digunakan konselor behavioral tidak cukup komprehensif untuk
menjelaskan belajar dan harus dipandang hanya sebagai hipotesis.
·
Perubahan klien
hanya berupa gejala yang dapat berpindah kepada bentuk perilaku lain.
·
Mengabaikan
faktor relasional penting dalam terapi
·
Mengobati gejala
dan bukan penyebab
·
Melibatkan
kontrol dan manipulasi oleh konselor
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian pada bab – bab sebelumnya mengenai konseling behavioristik dapat
disimpulkan bahwa:
1. Secara
garis besar sejarah perkembangan pendekatan behavioral terdiri dari sebagai
berikut:
Ø Classical
Conditioning
Pada
dasarnya classical conditioning itu melibatkan Unconditioning Stimulus (UCS)
yang secara otomatis membangkitkan Conditioning Response (CR), yang sama dengan
Unconditioning Response (UCR) apabila diasosiasikan dengan UCS. Jika UCS
dipasangkan dengan suatu Stimulus Conditioning (CS ), lambat laun CS
mengarahkan kemunculan CR.
Ø Operant
Conditioning
Pengkondisian
operan, salah satu aliran utama lainnya dari pendekatan terapi yang
berlandaskan teori belajar, melibatkan pemberian ganjaran kepada individu atas
pemunculan tingkah lakunya (yang diharapkan) pada saat tingkah laku itu muncul.
2. Hakikat
manusia dalam pandangan para behaviorist adalah fasif dan mekanistis, manusia
dianggap sebagai sesuatu yang dapat dibentuk dan diprogram sesuai dengan
keinginan lingkungan yang membentuknya.
3. Pribadi
sehat menurut pandangan ini ialah perilaku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau perilaku yang tidak tepat. Sedangakan
pribadi sehat merupakan kebalikan dari pribadi bermasalah, yang disebut dengan
perilaku adaptif.
4. Hakikat
konseling menurut Behavioral adalah proses membantu orang dalam situasi
kelompok belajar bagaimana menyelesaikan masalah-masalah interpersonal,
emosional, dan pengambilan keputusan dalam mengontrol kehidupan mereka sendiri
untuk mempelajari tingkah laku baru yang sesuai.
5. Kondisi
Pengubahan:
Ø Terapi
behavioral bertujuan untuk membantu klien memperoleh perilaku baru, mengeliminasi
perilaku yang maladaptif dan memperkuat serta mempertahankan perilaku yang
adaptif.
Ø Konselor
dalam behavior therapy secara umum
berfungsi sebagai guru dalam mendiaknosa tingkah laku yang tidak tepat dan
mengarah pada tingkah laku yang lebih baik.
Ø Peran
penting klien dalam konseling adalah klien didorong untuk bereksperimen dengan
tingkah laku baru yang bertujuan untuk memperluas perbendaharaan tingkah laku
adaptifnya serta dapat menerapkan perilaku tersebut dalah kehidupan
sehari-hari.
Ø Dalam
hubungan konselor dengan konseli ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu:
·
Konselor
memahami dan menerima konseli
·
Antara konselor
dan konseli saling bekerjasama
·
Konselor
memberikan bantuan dalam arah yang diinginkan konseli.
6. Mekanisme
Pengubahan:
Ø Tahap-tahap
konseling: Assesment, Goal setting, Technique implementation, Evaluation
termination, Feedback.
Ø Teknik-Teknik
Konseling Behavioral: Latihan Asertif, Desensitisasi Sistematis, Pengkondisian
Aversi, Pembentukan Tingkah laku Model
7. Kelebihan
dan Kekurangan:
Ø Kelebihan:
·
Telah
mengembangkan konseling sebagai ilmu karena mengundang penelitian dan
menerapkan IPTEK kepada proses konseling
·
Pengembangan
prilaku yang spesifik sebagai hasil konseling yang dapat diukur
·
Memberikan
ilustrasi bagaimana keterbatasan lingkungan
·
Penekanan bahwa
konseling hendaknya memusatkan pada perilaku sekarang dan bukan prilaku yang
ada dimasa lalu.
·
Pembuatan
tujuan terapi antara konselor dan
konseli di awal konseli dan itu
dijadikan acuan keberhasilan proses terapi
·
Memiliki
berbagai macam teknik konseling yang teruji dan selalu diperbaharui
·
Waktu konseling
relatif singkat
·
Kolaborasi yang
baik antara konselor dan konseli dalam penetapan tujuan dan pemilihan teknik
Ø Kelemahan
·
Bersifat dingin,
kurang menyentuh aspek pribadi sifat manipulatif dan mengabaikan hubungan
pribadi. Dapat mengubah perilaku tetapi tidak mengubah perasaan
·
Lebih
konsentrasi pada teknik
·
Pemilihan tujuan
sering ditentukan oleh konselor
·
Meskipun
konselor behaviour menegaskan klien unik dan menuntut perlakuan yang spesifik
tapi masalah klien sering sama dengan klien yang lain dan karena itu tidak
menuntut strategi konseling.
·
Konstruk belajar
dikembangkan dan digunakan konselor behavioral tidak cukup komprehensif untuk
menjelaskan belajar dan harus dipandang hanya sebagai hipotesis.
·
Perubahan klien
hanya berupa gejala yang dapat berpindah kepada bentuk perilaku lain.
·
Mengabaikan
faktor relasional penting dalam terapi
·
Mengobati gejala
dan bukan penyebab
·
Melibatkan
kontrol dan manipulasi oleh konselor
0 komentar:
Posting Komentar