IMPLEMENTASI KONSELING BEHAVIORAL DALAM MENANGGULANGI PERILAKU
MENYIMPANG SISWA
KELAS X DI SMK PGRI 1 SURABAYA
LAPORAN PENELITIAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“PENELITIAN KOLEKTIF”
Disusun Oleh :
Qoririalita Furqoni D73210073
Alfi Khoiriyatul Fuadah D93210075
Lailatun Nuril Khisbiyah D73210067
Nur Qomariyah D03210042
Dosen Pembimbing:
Dr. Ali Maksum, M.Ag
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi. Penguasa tiap detik waktu yang berlalu dimuka
bumi ini. Atas segala limpahan berkah, rahmat dan karunia-Nya kita dapat
merasakan kenikmatan yang begitu luar biasa dan tak dapat terukur oleh apapun. Dengan mengucap Alhamdulillah, kami sanggup
menyelesaikan Laporan yang berjudul “Implementasi Konseling Behavioral dalam
Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa Kelas X di SMK PGRI 1 Surabaya” dengan
sebaik-baiknya. Ucapan terima kasih kami
sampaikan kepada dosen pembimbing, Drs.
Ali Maksum, M.Pd. yang telah membimbing dalam
penyusunan laporan ini sehingga bisa
terselesaikan dengan baik, tak lupa kami ucapkan kepada teman-teman atas
semangat yang diberikan.
Laporan ini penulis buat dalam rangka penyelesaian tugas Mata Kuliah “Penelitian
Kolektif”. Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat, terutama bagi
dunia pendidikan di lingkungan IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Akhinya penulis tak lupa
mengucapkan banyak terima kasih atas segala bantuan dan dorongan semangat dari dosen
pembimbing. Semoga laporan
yang penulis susun ini dapat memberikan sumbangan yang positif bagi kita semua,
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Sudah sepantasnya apabila dalam
penyusunan laporan ini terdapat banyak kekurangan atau kekeliruan yang
disengaja maupun tidak disengaja kami mohon maaf yang sebesarnya. Kami menyadari tidak ada sesuatu yang
sempurna di dunia ini, ibarat tidak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca
sangat kami harapkan untuk memperbaiki hasil laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin....
Surabaya, 10
Juni 2013
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Konseling behavioral adalah pendekatan konseling
yang menekankan aspek modifikasi perilaku. Sejak perkembangannya tahun 1960-an,
teknik-teknik modifikasi perilaku semakin bervariasi baik yang menekankan aspek
perilaku nampak (fisik) maupun kognitif. Saat ini konseling behavioral
berkembang pesat dengan ditemukannya sejumlah teknik-teknik pengubahan
perilaku, baik yang menekankan pada aspek fisiologis, perilaku, maupun kognitif
(Hackman, 1993). Rachman (1963) dan Wolpe (1963) mengemukakan bahwa terapi
behavioral dapat menangani masalah perilaku mulai dari kegagalan individu untuk
belajar merespon secara adaptif hingga mengatasi gejala neurosis.[1]
Menurut Behavior Therapy, manusia adalah produk dan produsen (penghasil)
dari lingkungannya. Pandangan ini tidak tergantung pada asumsi deterministik
bahwa manusia adalah produk belaka dari pengkondisian sosiokultural mereka.
Manusia dipandang memiliki potensi untuk berperilaku baik atau buruk, tepat
atau salah. Pendekatan behavior berpandangan bahwa setiap perilaku dapat
dipelajari. Manusia mampu melakukan refleksi atas tingkahlakunya sendiri, dan
dapat mengatur serta mengontrol perilakunya dan dapat belajar tingkah laku baru
atau dapat mempengaruhi orang lain. Terapi behavior bertujuan untuk
meningkatkan keterampilan masyarakat sehingga mereka memiliki lebih banyak
pilihan untuk merespon. Dengan mengatasi perilaku melemahkan yang membatasi
pilihan, orang lebih bebas untuk memilih dari kemungkinan yang tidak tersedia
sebelumnya.[2]
Di suatu
lembaga formal, khususnya sekolah, konseling behavioral dapat digunakan oleh
guru bimbingan konseling di sekolah untuk menanggulangi siswa berprilaku
menyimpang.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku
menyimpang diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang
terhadap lingkungan
yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat.[3]
Perilaku
menyimpang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah
perilaku
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut
pandang kemanusiaan (agama)
secara individu
maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial.
Prilaku
menyimpang siswa juga kerap kali ditemui dalam berbagai lembaga sekolah formal.
Dan prilaku menyimpang siswa juga mempunyai berbagai macam bentuk perbuatan.
Salah satunya adalah membolos atau kehadiran siswa di sekolah yang tidak
teratur dengan alasan yang tidak jelas.
Kehadiran yang tidak teratur merupakan problem besar disekolah pada
saat-saat ini. Ketidakhadiran yang dimaksud disini adalah ketidak hadiran yang
disebabkan karena alasan yang tidak jelas, bukan karena alasan sakit atau lainnya, jika ketidakhadiran siswa dikarenakan
sakit atau ada kepentingan, dalam arti masih bisa memberikan alasan yang jelas,
hal itu msih bisa diterima tetapi jika alasannya tidak jelas mengapa
siswa tersebut tidak hadir atau tidak masuk sekolah, hal ini perlu penanganan
yang serius. Sebab cepat atau lambat masalah ini akan berdampak buruk baik
untuk siswa itu sendiri maupun lingkungan sekolahnya.
Membolos dapat diartikan sebagai perilaku siswa yang tidak masuk sekolah
dengan alasan yang tidak tepat, atau bisa juga dikatakan ketidakhadiran tanpa
alasan yang jelas. Membolos merupakan salah satu bentuk dari prilaku menyimpang
siswa.
Banyak siswa yang sering membolos bukan hanya di
sekolah - sekolah tertentu saja tetapi banyak sekolah mengalami hal yang sama. Seperti
halnya di SMK PGRI 1Surabaya. Hal ini disebabkan oleh faktor
- faktor internal dan faktor - faktor eksternal dari anak itu sendiri.
Faktor eksternal yang kadang kala menjadikan alasan membolos adalah mata
pelajaran yang tidak diminati atau tidak disenangi. Bagi siswa yang kebanyakan
remaja dan penuh dengan jiwa yang mementingkan kebebasan dalam berfikir dan
beraktifitas, hal ini sangat mengganggu sekali. Sebab, masa remaja adalah masa
yang penuh gelora dan semangat kreatifitas. Menurut pandangan psikologis, usia
seseorang antara 15 - 21 tahun adalah usia dalam masa pencarian jati diri.
Tentu saja sistem pendidikan yang ketat tanpa diimbangi dengan pola pengajaran
yang sifatnya 'menyejukkan' membuat anak tidak lagi betah di sekolah.
Merujuk pada terjadinya siswa yang sering membolos, Peran serta dari pembimbing
khususnya guru Bimbingan dan Konseling sangat di perlukan untuk mambantu siswa dalam
menanggulangi perilaku membolos siswa
yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Dalam membantu menanggulangi
masalah siswa yang sering membolos maka diperlukan bimbingan konseling dengan
pendekatan konseling behavioral.
Berdasarkan pada pemikiran
inilah kiranya perlu dilakukan penelitian tentang Implementasi Konseling behavioral dalam menanggulangi siswa berprilaku
menyimpang, khususnya membolos di SMK PGRI 1 Surabaya.
SMK PGRI 1 Surabaya sebagai objek
penelitian penulis adalah karena kebanyakan siswa tingkat SMA/SMK adalah masa
puber, dan menganggap dirinya paling benar, mereka mulai berani melanggar
peraturan sekolah, khususnya suka membolos karena malas berangkat ke sekolah
dengan berbagai macam alasan yang tidak jelas. Di SMK PGRI 1 Surabaya ini
siswanya adalah siswa laki-laki maka memudahkan penulis untuk mengambil data,
karena siswa yang sering membolos kebanyakan adalah siswa laki-laki. Dengan sekolah yang sudah
terakreditasi A, maka penulis ingin mengadakan penelitian bagaimana
implementasi dari teknik Konseling Behavioral dalam menanggulangi prilaku siswa
menyimpang, khususnya siswa yang sering membolos.
Jadi bagaimana penerapan teori
konseling behavioral dalam menanggulangi perilaku menyimpang siswa di SMK PGRI
1 Surabaya.
B.
Rumusan
Masalah
Merujuk dari latar belakang yang telah dibahas
sebelumnya, maka penulis dapat merumuskan suatu masalah yakni: Bagaimana Implementasi
Konseling Behavioral dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa Di SMK PGRI
1 Surabaya?
C.
Tujuan
Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana implementasi konseling behavioral dalam mengatasi perilaku
siswa menyimpang di SMK PGRI 1 Surabaya.
D.
Manfaat
Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini
adalah:
1.
Dalam Bidang Akademis
Untuk
menyumbang khazanah ilmu pengetahuan, khususnya
dalam Pendidikan di Indonesia. Memberikan sumbangan pemikiran dalam
rangka pengembangan ilmu pendidikan terutama dikaitkan dengan hal-hal yang
mempengaruhi keberhasilan belajar anak. Hasil penelitian dapat digunakan
sebagai sumbangan pemikiran dalam rangka penyempurnaan konsep maupun
implementasi praktik pendidikan sebagai upaya yang strategis dalam pengembangan
kualitas sumber daya manusia.
2.
Individu
a.
Sebagai bahan pembelajaran bagi
peneliti serta tambahan pengetahuan sekaligus untuk mengembangkan pengetahuan
penulis dengan landasan dan kerangka teoritis yang ilmiah atau pengintegrasian
ilmu pengetahuan dengan praktek serta melatih diri dalam penelitian Deskriptif
Kualitatif.
b.
Sebagai pemenuhan tugas Mata Kuliah
Penelitian Kolektif.
3.
Sosial
a.
Sebagai masukan dalam rangka
meningkatkan mutu Layanan BK di SMK PGRI 1 Surabaya.
b.
Bagi para pendidik, merupakan hasil
pemikiran yang dapat dipakai sebagai
pedoman untuk meningkatkan kualitas layanan BK di sekolah demi tercapainya
tujuan yang dicita-citakan. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan
bermanfaat bagi guru BK sebagai bahan evaluasi sekaligus sebagai masukan dalam
mengubah prilaku siswa yang berprilaku menyimpang untuk menjadi pribadi yang
lebih baik dan berprilaku sesuai dengan norma agama dan sosial.
E.
Metode
Penelitian
a.
Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis
merupakan penelitian tentang bagaimana Implementasi
Konseling Behavioral dalam menanggulangi siswa berprilaku menyimpang, sedangkan
pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan
melakukan analisa yang bersifat kualitatif. Karena dalam penelitian ini
berbentuk deskriptif kualitatif, maka untuk menganalisa data (baik dari
literatur maupun hasil penelitian) akan dianalisa dengan menggunakan teknik
analisa deskriptif kualitatif yaitu suatu analisa yang menggambarkan obyek
penelitian dengan didukung data yang bersifat kualitatif atau uraian kata-kata
atau kalimat.
Menurut M. Sayuti Ali, M. Ag., penelitian
deskriptif adalah sebuah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan gejala
sosial, politik, ekonomi dan budaya.[4] Sedangkan menurut Arif Furchan dalam bukunya “Pengantar Penelitian
Pendidikan” penelitian deskriptif adalah penelitian yang melukiskan dan
menafsirkan keadaan yang ada sekarang. Penelitian ini berkenaan dengan kondisi
atau hubungan yang ada: praktek-praktek yang sedang berlaku, keyakinan, sudut
pandang atau sikap yang dimiliki, proses-proses yang berlangsung,
pengaruh-pengaruh yang sedang dirasakan, atau kecenderungan-kecenderungan yang
sedang berkembang[5]
b.
Sumber data
Untuk mengetahui sumber data, maka harus
diketahui darimana data itu diperoleh sesuai dengan jenis dan pendekatan
penelitian di atas maka sumber data penelitian ini adalah:
a.
Library Research yaitu penelitian
yang bertujuan untuk memperoleh data teoritis dengan cara membaca dan
mempelajari literatur-literatur tentang pendidikan karakter dan yang ada
hubungannya dengan permasalahan penelitian.
b.
Field Research yaitu mencari data
dengan cara terjun langsung pada obyek penelitian yang bertujuan untuk
memperoleh data yang kongkret tentang segala sesuatu yang diselidiki, yakni
tentang implementasi konseling behavioral.
c.
Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini,
prosedur yang digunakan adalah:
a)
Observasi
Yakni teknik pengumpulan data dimana peneliti
mengadakan pengamatan secara langsung atau tidak langsung terhadap
gejala-gejala yang sedang berlangsung.[6] Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan model observasi tidak terstruktur dan
partisipasi pasif, yaitu tanpa menggunakan panduan yang telah disiapkan. Jadi
fokus observasi berkembang sewaktu peneliti melakukan kegiatan penelitian.
Sedangkan pada observasi partisipasi aktif, peneliti lebih menonjolkan perannya
sebagai peneliti atau pengamat pada obyek observasi.
Teknik ini, penulis gunakan untuk memperoleh
gambaran secara umum tentang keadaan lingkungan lembaga dan organisasi BK serta
konsep tentang bimbingan konseling di sekolah dalam menerapkan konseling
behavioral di SMK PGRI 1 Surabaya. Dalam hal ini penulis mengobservasi Guru
Bimbingan Konseling dan siswa di sekolah itu.
b)
Wawancara
Wawancara adalah suatu
teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data,
komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog (tanya jawab) secara lisan baik
langsung atau tidak langsung.[7] Dalam penelitian ini, penulis menggunakan model wawancara bebas
terpimpin yaitu gabungan dari wawancara bebas dan terpimpin. Wawancara bebas
adalah proses wawancara dimana interview tidak secara sengaja mengarahkan tanya
jawab pada pokok-pokok masalah yang akan diteliti.[8]
Jadi wawancara hanya
memuat pokok-pokok masalah yang akan diteliti. Yakni tentang layanan dan
bimbingan yang impelementasinya mengarah terhadap Implementasi konseling
behavioral dalam menanggulangi perilaku menyimpang siswa di SMK PGRI 1 Surabaya.
Selanjutnya dalam proses wawancara berlangsung mengikuti situasi dan kondisi
maka pewawancara harus pandai mengarahkan yang diwawancarai, apabila ternyata
ia menyimpang. Pedoman interview berfungsi sebagai pengendali, jangan sampai
proses wawancara kehilangan arah.
Teknik ini, penulis
gunakan untuk memperoleh data mengenai pelaksanaan penyelenggaraan Bimbingan
dan Konseling yang menggunakan Konseling Behavioral dalam menanggulangi
penyimpangan siswa.
c)
Dokumentasi
Tidak kalah penting dari teknik-teknik
pengumpulan data yang lainnya, adalah dokumentasi. Dokumentasi adalah mencari
data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku-buku,
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya.[9]
d) Analisa Data
Karena dalam penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif, maka untuk menganalisa
data (baik dari literatur maupun hasil penelitian) akan dianalisa dengan
menggunakan teknik analisa deskriptif kualitatif yaitu suatu analisa yang
menggambarkan obyek penelitian dengan didukung data yang bersifat kualitatif
atau uraian kata-kata atau kalimat. Dalam analisa data ini penulis menggunakan
pola berfikir induktif. Induktif yaitu suatu analisa yang berangkat dari
fakta-fakta yang bersifat khusus, peristiwa – peristiwa yang kongkret kemudian
dari fakta-fakta khusus dan peristiwa kongkrit tersebut ditarik suatu
generalisasi atau kesimpulan yang bersifat umum.[10]
F.
Ruang Lingkup
Penelitian
Dalam
penelitian ini yang akan menjadi objek penelitian adalah guru pembimbing dan
siswa-siswa di SMK PGRI 1 Surabaya.
G.
Sistematika Pembahasan
Agar
memperoleh gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh mengenai pembahasan
penelitian ini. Maka secara global penulis merinci dalam sistematika penulisan
sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN, merupakan kerangka dasar yang
berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, Ruang lingkup penelitian dan
sistematika pembahasan.
BAB II KAJIAN TEORI, berisi tentang kajian pustaka, dengan bab ini
dapat dijadikan dasar untuk penyajian dan analisis data yang ada relevansinya
dengan rumusan masalah.
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN, berisi tentang laporan hasil
penelitian terdiri atas latar belakang obyek, penyajian dan analisis data.
BAB IV PENUTUP, dalam bab ini berisi tentang kesimpulan,
saran-saran berkenaan dengan penelitian, kemudian dilanjutkan dengan daftar
pustaka.
H.
Jadwal
Penelitian
Penelitian
tentang Implementasi Konseling Behavioral dalam Menanggulangi Siswa Berperilaku
Menyimpang di SMK PGRI 1 Surabaya memerlukan waktu antara 15 Maret 2013 sampai
dengan batas waktu yang telah ditentukan yakni 30 mei 2013
·
Observasi pertama pada tanggal 26
Maret 2013
·
Observasi kedua pada tanggal 8 April
2013
·
Wawancara pertama dengan guru BK
tanggal 26 April 2013
·
Pengambilan data tanggal 6 Mei 2013
·
Wawancara kedua tanggal 16 Mei 2013
·
Penyelesaian pengumpulan data
tanggal 24 Mei 2013
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A. KONSELING
BEHAVIORAL
1. Konsep dasar konseling behavioral
Manusia adalah mahluk reaktif yang tingkah lakunya
dikontrol oleh faktor-faktor dari luar.Manusia memulai kehidupannya dengan
memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan
pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian.
Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan
macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya.
Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi
dengan lingkungan melalui hukum-hukum belajar : (a) pembiasaan klasik; (b)
pembiasaan operan; (c) peniruan.
Tingkah laku tertentu pada individu dipengaruhi oleh
kepuasan dan ketidak puasan yang diperolehnya.
Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar
melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi
dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku.
Karakteristik konseling behavioral adalah : (a)
berfokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifik, (b) memerlukan kecermatan
dalam perumusan tujuan konseling, (c) mengembangkan prosedur perlakuan spesifik
sesuai dengan masalah klien, dan (d) penilaian yang obyektif terhadap tujuan
konseling.[11]
2. Hakikat
Konseling menurut Behavioral
Konseling menurut pandangan behavioral ialah proses
terapeutik dengan menggunakan prosedur-prosedur sistematik untuk mengubah
perilaku maladaptif (perilaku yang tidak sesuai) menjadi perilaku adaptif (perilaku yang
sesuai) melalui proses belajar perilaku baru.[12]
Hakikat
konseling menurut Behavioral adalah proses membantu orang dalam situasi
kelompok belajar bagaimana menyelesaikan masalah-masalah interpersonal,
emosional, dan pengambilan keputusan dalam mengontrol kehidupan mereka sendiri
untuk mempelajari tingkah laku baru yang sesuai.
Konseling
dilakukan dengan menggunakan prosedur tertentu dan sistematis yang disengaja
secara khusus untuk mengubah perilaku dalam batas-batas tujuan yang disusun
secara bersama-sama konselor dan konseli. Prosedur konseling dalam pendekatan
behavior adalah ; penyusunan kontrak, asesmen, penyusunan tujuan, implementasi
strategi, dan eveluasi perilaku. Dengan prosedur tersebut konseling/terapi
behavior berorientasi pada pengubahan tingkah laku yang maladaptif menjadi
adaptif.[13]
Konseling identik
dengan pemberian bantuan, penyuluhan dan hubungan timbal balik antara konselor
(yang memberikan konseling) dan konseli (yang membutuhkan bantuan/klien).
Menurut Patterson, konseling memiliki ciri khas yang merupakan hakekat
konseling. Ciri-ciri itu adalah:
1.
Konseling berurusan dengan upaya
mempengaruhi perubahan tingkah laku secara sadar pada pihak klien (klien mau
mengubahnya dan mencari bantuan konselor bagi perubahan ini).
2.
Tujuan konseling adalah mendapatkan
kondisi-kondisi yang memudahkan perubahan secara sadar (kondisi-kondisi
dimaksud berupa hak-hak individual untuk membuat pilihan, untuk mandiri dan “berswatantra”, autonomous).
3.
Sebagaimana dalam sebuah hubungan,
terdapat pembatasan-pembatasan tertentu bagi konseli (pembatasan-pembatasan ditentukan
oleh tujuan-tujuan konseling yang dipengaruhi oleh nilai-nilai dan falsafah
konselor).[14]
4.
Kondisi-kondisi yang memudahkan
perubahan tingkah laku diperoleh melalui wawancara-wawancara (tidak seluruh
konseling adalah wawancara, tetapi konseling selalu melibatkan wawancara).
5.
Mendengarkan (dengan penuh
perhatian) berlangsung dalam konseling tapi tidak seluruh konseling melulu
mendengarkan.
6.
Konselor memahami kliennya
(perbedaan antara cara orang-orang lain dengan cara konselor dalam melakukan
pemahaman lebih bersifat kualitatif ketimbang kuantitatif dan pemahaman belaka
tidak menjadi pembeda antara situasi konseling dengan situasi lain).[15]
3.
Hakikat Manusia menurut behavioral
Menurut Behavior Therapy, manusia adalah produk
dan produsen (penghasil) dari lingkungannya. Pandangan ini tidak tergantung
pada asumsi deterministik bahwa manusia adalah produk belaka dari pengkondisian
sosiokultural mereka. Manusia dipandang memiliki potensi untuk berperilaku baik
atau buruk, tepat atau salah. Pendekatan behavior berpandangan bahwa setiap
perilaku dapat dipelajari. Manusia mampu melakukan refleksi atas tingkahlakunya
sendiri, dan dapat mengatur serta mengontrol perilakunya dan dapat belajar
tingkah laku baru atau dapat mempengaruhi orang lain. Terapi behavior bertujuan
untuk meningkatkan keterampilan masyarakat sehingga mereka memiliki lebih
banyak pilihan untuk merespon. Dengan mengatasi perilaku melemahkan yang
membatasi pilihan, orang lebih bebas untuk memilih dari kemungkinan yang tidak
tersedia sebelumnya.[16]
Hakikat manusia
dalam pandangan para behaviorist adalah fasif dan mekanistis, manusia dianggap
sebagai sesuatu yang dapat dibentuk dan diprogram sesuai dengan keinginan
lingkungan yang membentuknya. Lebih jelas lagi menurut Muhamad Surya
menjelaskan tentang hakikat manusia dalam pandangan teori behavioristik sebagai
berikut : ‘dalam teori ini menganggap manusia bersifat mekanistik atau merespon
kepada lingkungan dengan kontrol terbatas, hidup dalam alam deterministik dan
sedikit peran aktifnya dalam memilih martabatnya.
Manusia
memulai kehidupnya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya, dan
interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk
kepribadian. Perilaku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan
yang diterima dalam situasi hidupnya. Dapat kita simpulkan dari anggapan teori
ini bahwa perilaku manusia adalah efek dari lingkungan, pengaruh yang paling
kuat maka itulah yang akan membentuk diri individu.
Beberapa
konsep tentang hakikat dasar manusia:[17]
1.
Tingkah laku manusia diperoleh dari
belajar dan proses terbentuknya kepribadian adalah dari proses pemasakan dan
proses belajar.
2.
Kepribadian manusia berkembang
bersama-sama dengan interaksinya dengan lingkungan
3.
Setiap orang lahir dengan membawa
kebutuhan bawaan, tetapi sebagian besar kebutuhan dipelajari dari interaksi
dengan lingkungan.
4.
Manusia tidak lahir baik atau
jahat, tetapi netral. Bagaimana kepribadian seseorang dikembangakan tergantung
interaksi dengan lingkungan.
5.
Manusia mempunyai tugas untuk
berkembang. Dan semua tugas perkembangan adalah tugas yang harus diselesaikan
dengan belajar.
4.
Asumsi dasar prilaku bermasalah
1.
Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan
negatif atau tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak
sesuai dengan tuntutan lingkungan.
2.
Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentu dari cara belajar atau
lingkungan yang salah.
3.
Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku
negatif dari lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena
kesalapahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat.
4.
Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga tingkah
laku tersebut dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar
5.
Tujuan Konseling behavioral
Tujuan umum
dari terapi behavior ialah untuk meningkatkan pilihan pribadi dan untuk
menciptakan kondisi baru untuk belajar; mengidentifikasi faktor yang
mempengaruhi perilaku dan menemukan tindakan untuk mengatasi tingkah laku
bermasalah.
Terapi
behavioral bertujuan untuk membantu klien memperoleh perilaku baru,
mengeliminasi perilaku yang maladaptif dan memperkuat serta mempertahankan
perilaku yang adaptif.[18]
Tujuan konseling behavioral berorientasi pada
pengubahan atau modifikasi perilaku konseli, yang di antaranya :
1. Menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar
2. Penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif
3. Memberi pengalaman belajar yang adaptif namun belum
dipelajari
4. Membantu konseli membuang respon-respon yang lama yang
merusak diri atau maladaptif dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih
sehat dan sesuai (adjustive).
5. Konseli belajar perilaku baru dan mengeliminasi
perilaku yang maladaptive, memperkuat serta mempertahankan perilaku yang
diinginkan.
6. Penetapan tujuan dan tingkah laku serta upaya
pencapaian sasaran dilakukan bersama antara konseli dan konselor.
6.
Sikap, peran, dan tugas Konselor
Konselor dalam
behavior therapy secara umum
berfungsi sebagai guru dalam mendiaknosa tingkah laku yang tidak tepat dan
mengarah pada tingkah laku yang lebih baik. Peran konselor secara khusus
diantaranya: (a) Merumuskan masalah yang dialami klien dan menetapkan apakah
konselor dapat membantu pemecahannya atu tidak; (b) Konselor memegang sebagian
besar tanggung jawab atas kegiatan konseling, khususnya tentang teknik-teknik
yang digunakan dalam konseling; (c) Konselor mengontrol proses konseling dan
bertanggung jawab atas hasil-hasilnya.
Sikap yang
dimiliki oleh konselor behavior ialah menerima, dan mencoba memahami apa yang
dikemukakan konseli tanpa menilai atau mengkritiknya. Dalam proses terapi,
konselor berperan sebagai guru atau mentor.[19]
Praktisi
behavior harus memiliki keterampilan, sensitivitas, dan kecerdasan klinis.
Mereka menggunakan beberapa teknik umum dengan pendekatan lain, seperti
meringkas klarifikasi, refleksi, dan pertanyaan terbuka. Namun, terapis
behavior melakukan fungsi lain juga:
·
Berdasarkan penilaian fungsional
yang komprehensif, terapis merumuskan tujuan pengobatan awal dan desain dan
mengimplementasikan rencana perawatan untuk mencapai tujuan tersebut.
·
Para terapis menggunakan strategi
behavior yang memiliki dukungan penelitian untuk digunakan dengan jenis
tertentu dari masalah. Strategi-strategi ini digunakan untuk kemajuan
generalisasi dan pemeliharaan perubahan perilaku.
·
Terapis mengevaluasi keberhasilan
rencana perubahan dengan mengukur kemajuan menuju tujuan sepanjang durasi
pengobatan. Ukuran hasil yang diberikan kepada klien pada awal pengobatan dan
dikumpulkan lagi secara periodik selama dan setelah perawatan untuk menentukan
apakah rencana strategi dan pengobatan bekerja. Jika tidak, penyesuaian
dilakukan dalam strategi yang digunakan.
·
Tugas utama terapis adalah untuk
melakukan tindak lanjut penilaian untuk melihat apakah perubahan yang tahan
lama dari waktu ke waktu. Klien belajar bagaimana mengidentifikasi dan
mengatasi kemunduran potensial. Penekanannya adalah pada membantu klien
mempertahankan perubahan dari waktu ke waktu dan memperoleh keterampilan
mengatasi perilaku dan kognitif untuk mencegahnya kambuh.
7.
Sikap, peran, dan tugas Konseli
Dalam
konseling behavioral klien dan konselor aktif terlibat di dalamnya. Klien
secara aktif terlibat dalam pemilihan dan penentuan tujuan serta memiliki
motivasi untuk berubah dan bersedia bekerjasama dalam melaksanakan kegiatan
konseling. Peran penting klien dalam konseling adalah klien didorong untuk
bereksperimen dengan tingkah laku baru yang bertujuan untuk memperluas
perbendaharaan tingkah laku adaptifnya serta dapat menerapkan perilaku tersebut
dalah kehidupan sehari-hari.[20]
Terapi
behavior memiliki prosedur kerja yang jelas, sehingga konselor dan konseli
memiliki peran yang jelas. Ini berarti untuk mencapai tujuan terapi sangat
dibutuhkan kerjasama yang baik antara konselor dan konseli. Adapun sikap, peran
dan tugas konseli dalam proses terapi ialah meliputi :
·
Memiliki motivasi untuk berubah
·
Kesadaran dan partisipasi konseli
dalam proses terapi, baik selama sesi terapi maupun dalam kehidupan sehari-hari
·
Klien terlibat dalam latihan
perilaku baru dan umumnya menerima pekerjaan rumah yang aktif (seperti
self-monitoring perilaku bermasalah) untuk menyelesaikan antara sesi terapi.
·
Terus menerapkan perilaku baru
setelah pengobatan resmi telah berakhir.
8.
Situasi Hubungan
Bukti klinis
dan penelitian menunjukkan bahwa hubungan terapeutik, bahkan dalam konteks
orientasi perilaku, dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap proses
perubahan perilaku. Kebanyakan praktisi behavior menekankan nilai membangun
hubungan kerja kolaboratif. Para terapis behavior terampil mengkonseptualisasikan
masalah perilaku dan memanfaatkan hubungan klien-terapis dalam memfasilitasi
perubahan. Sebagian besar praktisi behavior berpendapat bahwa faktor-faktor
seperti kehangatan, empati, keaslian, permisif, dan penerimaan diperlukan,
tetapi tidak cukup, untuk perubahan perilaku terjadi. Terapis behavior
berasumsi bahwa klien membuat kemajuan terutama karena teknik perilaku khusus
yang digunakan bukan karena hubungan dengan terapis.
Dalam terapi
behavioral, hubungan antara terapis dan klien dapat memberikan kontribusi
penting bagi perubahan perilaku klien. Hubungan terapis sebagai fasilitator
terjadinya perubahan. Sikap konselor seperti empati, permisif, acceptance
dianggap sebagai hal yang harus ada, namun tidak cukup untuk bisa menciptakan
perubahan perilaku. Masalah ada pada bukan pentingnya hubungan namun peranan
hubungan sebagai landasan strategi konseling untuk membantu klien berubah
sesuai dengan arah yang dikehendaki.
Dalam kegiatan
konseling, konselor memegang peranan aktif dan langsung. Hal ini bertujuan agar
konselor dapat menggunakan pengetahuan ilmiah untuk menemukan masalah-masalah
konseli sehingga diharapkan kepada perubahan perilaku yang baru. Sistem dan
prosedur konseling behavioral amat terdefinisikan, demikian pula peranan yang jelas
dari konselor dan konseli.
Konseli harus
mampu berpartisipasi dalam kegiatan konseling, ia harus memiliki motivasi untuk
berubah, harus bersedia bekerjasama dalam melakukan aktivitas konseling, baik
ketika berlangsung konseling maupun diluar konseling.[21]
Dalam hubungan
konselor dengan konseli ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu :
1.
Konselor memahami dan menerima
konseli
2.
Antara konselor dan konseli saling
bekerjasama
3.
Konselor memberikan bantuan dalam
arah yang diinginkan konseli.
9.
Tahap-tahap konseling Behavioral
Berbicara
tentang langkah-langkah dasar/tahap-tahap dalam proses konseling ditemukan
sejumlah bagian yang berbeda-beda. Mengapa identifikasi ini dilakukan adalah
untuk mengajarkan ketrampilan-ketrampilan konseling. Walaupun pembagiannya
berbeda-beda dapat ditemukan lima tahap pokok yakni:
a.
Assesment, langkah awal yang bertujuan
untuk mengeksplorasi dinamika perkembangan klien (untuk mengungkapkan
kesuksesan dan kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan
interpersonal, tingkah laku penyesuaian, dan area masalahnya) Konselor
mendorong klien untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya pada
waktu itu. Assesment diperlukan untuk mengidentifikasi motode atau teknik mana
yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin diubah.[22]
b.
Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan
tujuan konseling. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari langkah assessment
konselor dan klien menyusun dan merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam
konseling. Perumusan tujuan konseling dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
(a) Konselor dan klien mendifinisikan masalah yang dihadapi klien; (b) Klien
mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling; (c)
Konselor dan klien mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan klien : (a)
apakah merupakan tujuan yang benar-benar dimiliki dan diinginkan klien; (b)
apakah tujuan itu realistik; (c) kemungkinan manfaatnya; dan (d) kemungkinan
kerugiannya; (e) Konselor dan klien membuat keputusan apakahmelanjutkan
konseling dengan menetapkan teknik yang akan dilaksanakan, mempertimbangkan
kembali tujuan yang akan dicapai, atau melakukan referal.[23]
c.
Technique implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan
teknik konseling yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan
yang menjadi tujuan konseling.
d.
Evaluation termination, yaitu melakukan kegiatan
penilaian apakah kegiatan konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan
mencapai hasil sesuai dengan tujuan konseling.
e.
Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis
umpan balik untuk memperbaiki dan meingkatkan proses konseling.
10.
Teknik-Teknik Konseling Behavioral
Adapun
beberapa teknik-teknik dalam konseling behavioral antara lain:
a)
Latihan Asertif
Teknik ini
dugunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri
bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di
antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan
tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon
posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan
bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam
latihan asertif ini.
b)
Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi
sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan
untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan
klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang
diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah
laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang
tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi
sistematis hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus
tingkah laku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia
menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.
c)
Pengkondisian Aversi
Teknik ini
dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan
untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang
disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.
Stimulus yang
tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan
munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini
diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan
stimulus yang tidak menyenangkan.
d)
Pembentukan Tingkah laku Model
Teknik ini
dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan memperkuat
tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada
klien tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik,
model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang
hendak dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari
konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.
B.
PERILAKU
MENYIMPANG
Perilaku menyimpang yang juga biasa
dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah perilaku yang
tidak sesuai dengan nilai-nilai
kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut
pandang kemanusiaan (agama)
secara individu
maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku
menyimpang diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang
terhadap lingkungan
yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat.[24]
Dalam
kehidupan masyarakat,
semua tindakan manusia dibatasi
oleh aturan (norma) untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan sesuatu yang
dianggap baik oleh masyarakat. Namun demikian di tengah kehidupan masyarakat
kadang-kadang masih kita jumpai tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan
aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat, misalnya seorang siswa menyontek pada
saat ulangan, berbohong, mencuri, dan mengganggu siswa lain.
Penyimpangan
terhadap norma-norma
atau nilai-nilai
masyarakat disebut deviasi (deviation), sedangkan pelaku atau individu yang
melakukan penyimpangan disebut devian (deviant). Kebalikan dari perilaku
menyimpang adalah perilaku yang tidak menyimpang yang sering disebut dengan konformitas.
Konformitas adalah bentuk interaksi
sosial yang di dalamnya seseorang berperilaku sesuai dengan harapan kelompok.[25]
Berikut
menurut pendapat para ahli tentang pengertian perilaku menyimpang:
Menurut Bruce J. Cohen
Perilaku menyimpang adalah
setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak
masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat.
Menurut Gillin
Perilaku menyimpang adalah
perilaku yang menyimpang dari norma dan nilai sosial keluarga dan masyarakat
yang menjadi penyebab memudarnya ikatan atau solidaritas kelompok.
Menurut Lewis Coser
Mengemukakan bahwa perilaku
menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan dengan
perubahan sosial.
Menurut James Vander
Zenden
Penyimpangan sosial adalah
perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan
di luar batas toleransi.
Menurut Paul B. Horton
Mengutarakan bahwa
penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran
terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat
Menurut Rifhi Siddiq
Penyimpangan sosial
merupakan ketidaksesuaian suatu perilaku yang dimiliki individu maupun kelompok
dengan nilai dan norma yang dianut oleh sebagian besar masyarakat di
lingkungannya.
Menurut Robert M.Z.
Lawang
Penyimpangan sosial adalah
semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan
menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki
perilaku yang menyimpang itu.[26]
Dari pengertian di atas, dapat kita simpulkan bahwa prilaku menyimpang
adalah prilaku yang tidak sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku di
masyarakat.
Dalam suatu lembaga formal, khususnya sekolah, banyak siswa yang melakukan
perbuatan menyimpang yakni melanggar peraturan-peraturan sekolah, salah satunya adalah membolos atau
masuk tidak teratur dengan alasan yang tidak jelas.
C.
SIKAP MEMBOLOS
1.
Pengertian
Membolos
Membolos
dapat diartikan sebagai perilaku siswa yang tidak masuk sekolah dengan alasan
yang tidak tepat, atau membolos juga dapat dikatakan sebagai ketidakhadiran
siswa tanpa adanya suatu alasan yang jelas. Membolos merupakan salah satu
bentuk dari kenakalan siswa, yang jika tidak segera diselesaikan atau dicari
solusinnya dapat menimbulkan dampak yang lebih parah. Oleh karena itu
penanganan terhadap siswa yang suka membolos menjadi perhatian yang sangat
serius.[27]
Membolos adalah tidak masuk selama waktu pelajaran
di sekolah. Teasley mendefinisikan membolos sebagai setiap kejadian ketika
seorang siswa tidak hadir sekolah. Stou menjelaskan bahwa perilaku membolos
merupakan perilaku sebagai absen dari sekolah untuk alasan yang tidak sah.
Sedangkan Reeves (2006) mendefinisikan membolos sebagai ketidakhadiran tanpa
alasan selama lima kali atau lebih per semester.
Selanjutnya Hartenstein
mendefinisikan membolos sebagai berikut: pembolos yang telah terbiasa membolos
adalah anak-anak usia sekolah yang tidak hadir tanpa alasan yang jelas selama
lima hari atau lebih secara berurutan, tujuh hari atau lebih pada hari sekolah
dalam satu bulan, dua belas hari atau lebih pada hari sekolah dalam 1(satu)
tahun ajaran. Bell et. mendefinisikan membolos sebagai ketidakhadiran yang
melanggar peraturan dimana tidak ada permintaan izin, tanpa sepengetahuan
sekolah, serta persetujuan orang tua. Ketidakhadiran yang tidak diketahui atau
disetujui oleh orang tua. Tidak disetujui oleh sekolah, dan tidak dapat untuk
dimaafkan. Jensen menjelaskan bahwa membolos termasuk jenis kenakalan yang
melawan status, artinya siswa yang membolos telah mengingkari statusnya sebagai
pelajar karena tidak hadir dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.
2.
Faktor-faktor Membolos
Penyebab siswa membolos dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Beberapa faktor - faktor penyebab siswa membolos dapat dikelompokkan
menjadi dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa bisa berupa karakter siswa
yang memang suka membolos, sekolah hanya dijadikan tempat mangkal dari
rutinitas - rutinitas yang membosankan di rumah.
Sementara
itu, faktor eksternal adalah faktor yang dipengaruhi dari luar siswa, misalnya
kebijakan sekolah yang tidak berdamai dengan kepentingan siswa, guru yang tidak
profesional, fasilitas penunjang sekolah misal laboratorium dan perpustakaan
yang tidak memadai, bisa juga kurikulum yang kurang bersahabat sehingga
mempengaruhi proses belajar di sekolah.[28]
Selain
faktor internal dan faktor eksternal yang telah dikemukakan di atas, faktor
pendukung munculnya perilaku membolos sekolah pada remaja juga dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
v Faktor Keluarga
Mungkin kita pernah mendengar (atau mungkin sering)
ada siswa yang tidak diperbolehkan masuk sekolah oleh orang tuanya. Untuk suatu
alasan tertentu mungkin hal ini dianggap paling efisien untuk mengatasi krisis
atau permasalahan dalam keluarganya. Misalkan kakaknya sakit, sementara kedua
orang tuanya harus pergi bekerja mencari nafkah. Untuk menemani kakaknya
tersebut maka adiknya terpaksa tidak masuk sekolah. Untuk alasan tersebut
bolehlah sang adik tidak masuk sekolah. Tapi yang menjadi masalah terkadang
anak tersebut tidak membuat surat izin kepada pihak sekolah, sehingga pihak sekolah tidak tahu duduk permasalahannya. Yang mereka
tahu si A membolos. Sementara dampaknya bagi anak tersebut ialah ia harus
kehilangan waktu belajarnya. Jika hal ini menjadi kebiasaan (membolos), lambat
laun siswa tersebut tidak peduli lagi dengan peraturan. Ia akan berbuat
seenaknya, terserah mau masuk atau tidak.
Di zaman modern seperti sekarang ini uang selalu dapat
berbicara, tak terkecuali pada bidang pendidikan. Banyak sekolah-sekolah yang
mengharuskan siswa-siswanya untuk membeli LKS, buku wajib, dan segala dan
kebutuhan lain demi kepentingan proses belajar. Untuk barang-barang tersebut
kadang orang tua tidak mau mengeluarkan uang untuk membelinya. Maka siswa yang
tidak membeli akan malu pada siswa lain yang membeli. Dan siswa yang tidak
membeli akan malas untuk berangkat ke sekolah.[29]
v Kurangnya Kepercayaan Diri
Sering rasa kurang percaya diri menjadi penghambat
segala aktifitas. Faktor utama penghalang kesuksesan ialah kurangnya rasa
percaya diri. Ia mematikan kreatifitas siswa. Meskipun begitu banyak ide dan
kecerdasan yang dimiliki siswa, tetapi jika tidak berani atau merasa tidak
mampu untuk melakukannya sama saja percuma. Perasaan diri tidak mampu dan takut
akan selalu gagal membuat siswa tidak percaya diri dengan segala yang
dilakukannya. Ia tidak ingin malu, merasa tidak berharga, serta dicemoohsebagai
akibat dari kegagalan tersebut. Perasaan rendah diri tidak selalu muncul pada
setiap mata pelajaran. Terkadang ia merasa tidak mampu dengan mata pelajaran
matematika, tetapi ia mampu pada mata pelajaran biologi. Pada mata pelajaran
yang ia tidak suka, ia cenderung berusaha untuk menghindarinya, sehingga ia
akan pilih-pilih jika akan masuk sekolah. Sementara itu siswa tidak menyadari
bahwa dengan tidak masuk sekolah justru membuat dirinya ketinggalan materi
pelajaran. Melarikan diri dari masalah malah akan menambah masalah tersebut.
v Perasaan yang Termarginalkan
Perasaan tersisihkan tentu tidak diinginkan semua
orang. Tetapi kadang rasa itu muncul tanpa kita inginkan. Seringkali anak
dibuat merasa bahwa ia tidak diinginkan atau diterima di kelasnya. Perasaan ini
bisa berasal dari teman sekelas atau mungkin gurunya sendiri dengan sindiran
atau ucapan. Siswa yang ditolak oleh teman-teman sekelasnya, akan merasa lebih
aman berada di rumah. Ada siswa yang tidak masuk sekolah karena takut oleh
ancaman temannya. Ada juga yang diacuhkan oleh teman-temannya, ia tidak diajak
bermain, atau mengobrol bersama. Penolakan siswa terhadap siswa lain dapat
disebabkan oleh faktor tertentu, misalnya faktor SARA (Suku, Agama, Ras, dan
Antar golongan).[30]
v Faktor Personal
Faktor personal misalnya terkait dengan menurunnya
motivasi atau hilangnya minat akademik siswa, kondisi ketinggalan pelajaran,
atau karena kenakalan remaja seperti konsumsi alkohol dan minuman keras.[31]
v Faktor yang Berasal dari
Sekolah
Tanpa disadari,
pihak sekolah bisa jadi menyebabkan perilaku membolos pada remaja, karena
sekolah kurang memiliki kepedulian terhadap apa yang terjadi pada siswa. Awalnya barangkali siswa
membolos karena faktor personal atau permasalahan dalam keluarganya. Kemudian
masalah muncul karena sekolah tidak memberikan tindakan yang konsisten, kadang
menghukum kadang menghiraukannya. Ketidakkonsistenan ini akan berakibat pada
kebingungan siswa dalam berperilaku sehingga tak jarang mereka mencoba - coba
membolos lagi. Jika penyebab banyaknya perilaku membolos adalah faktor
tersebut, maka penanganan dapat dilakukan dengan melakukan penegakan disiplin
sekolah. Peraturan sekolah harus lebih jelas dengan sangsi-sangsi yang dipaparkan secara eksplisit,
termasuk peraturan mengenai presensi siswa sehingga perilaku membolos dapat
diminimalkan.
Selanjutnya,
faktor lain yang perlu diperhatikan pihak sekolah adalah kegiatan belajar
mengajar yang berlangsung di sekolah. Dalam menghadapi siswa yang sering membolos,
pendekatan individual perlu dilakukan oleh pihak sekolah. Selain terkait dengan
permasalahan pribadi dan keluarga, kepada siswa perlu ditanyakan pandangan
mereka terhadap kegiatan belajar di sekolah, apakah siswa merasa tugas - tugas
yang ada sangat mudah sehingga membosankan dan kurang menantang atau sebaliknya
sangat sulit sehingga membuat frustasi. [32]
Tugas pihak
sekolah dalam membantu menurunkan perilaku membolos adalah mengusahakan kondisi
sekolah hingga nyaman bagi siswa - siswanya. Kondisi ini meliputi proses
belajar mengajar di kelas, proses administratif serta informal di luar kelas.[33]
Dalam setting sekolah, guru memiliki peran penting pada perilaku siswa, termasuk
perilaku membolos. Jika guru tidak memperhatikan siswanya dengan baik dan hanya
berorientasi pada selesainya penyampaian materi pelajaran di kelas, peluang
perilaku membolos pada siswa semakin besar karena siswa tidak merasakan
menariknya pergi ke sekolah. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk
memperhatikan siswa sehingga mereka tertarik datang dan merasakan manfaat
sekolah adalah dengan melakukan pengenalan terhadap apa yang menjadi minat tiap
siswa, apa yang menyulitkan bagi mereka, serta bagaimana perkembangan mereka
selama dalam proses pembelajaran. Dengan perhatian seperti itu siswa akan terdorong untuk lebih terbuka
terhadap guru sehingga jika ada permasalahan, guru dapat segera membantu.
Dengan suasana seperti itu siswa akan tertarik pergi ke sekolah dan perilaku
membolos yang mengarah pada kenakalan remaja dapat dikurangi. Tentu saja,
pendekatan dari pihak sekolah ini hanya menjadi salah satu faktor saja. Faktor
lainnya seperti faktor personal dan faktor keluarga juga tak kalah penting dan
memberi kontribusi besar dalam perilaku membolos, sehingga pencarian mengenai
penyebab yang pasti dari perilaku membolos perlu dilakukan terlebih dahulu
sebelum kita menetapkan pihak mana yang layak melakukan intervensi.
Sekolah merupakan tempat terjadinya proses belajar
mengajar. Di sana tempat siswa - siswa belajar ilmu pengetahuan. Belajar akan
lebih berhasil bila bahan yang dipelajari menarik perhatian anak. Karena itu
bahan harus dipilih yang sesuai dengan minat anak atau yang di dalamnya nampak
dengan jelas adanya tujuan yang sesuai dengan tujuan anak melakukan aktivitas
belajar. Jadi, suasana kelas sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar
siswa. Selain itu, tujuan pembelajaran yang jelas juga akan memudahkan siswa
dalam pemahamannys. Sehingga siswa tidak akan bosan dan mudah mengikuti
kegiatan pembelajaran.
Jadi, dapat
dikatakan bahwa faktor sekolah merupakan faktor yang berisiko meningkatkan
munculnya perilaku membolos pada remaja, yaitu antara lain kebijakan mengenai
pembolosan yang tidak konsisten, interaksi yang minim antara orang tua siswa
dengan pihak sekolah, guru-guru yang tidak suportif, atau tugas-tugas sekolah
yang kurang menantang bagi siswa.
3.
Akibat yang
ditimbulkan
Anak yang dapat ke sekolah
tapi sering membolos, akan mengalami kegagalan dalam pelajaran. Meskipun dalam
teori guru harus bersedia membantu anak mengejar pelajaran yang ketinggalan,
tetapi dalam prakteknya hal ini sukar dilaksanakan. Kelas berjalan terus.
Bahkan meskipun ia hadir, ia tidak mengerti apa yang diajarkan oleh guru,
karena ia tidak mempelajari dasar - dasar dari mata pelajaran - mata pelajaran
yang diperlukan untuk mengerti apa yang diajarkan.[34]
Selain mengalami kegagalan belajar, siswa tersebut
juga akan mengalami marginalisasi atau perasaan tersisihkan oleh
teman-temannya. Hal ini kadang terjadi manakala siswa tersebut sudah begitu “parah”
keadaannya sehingga anggapan teman-temannya ia anak nakal dan perlu menjaga
jarak dengannya.
Hal yang tidak mungkin terlewatkan ketika siswa
membolos ialah hilangnya rasa disiplin, ketaatan terhadap peraturan sekolah
berkurang. Bila diteruskan, siswa akan acuh tak acuh pada urusan sekolahnya.
Dan yang lebih parah siswa dapat dikeluarkan dari sekolah. Lalu karena tidak
masuk, secara otomatis ia tidak mengikuti pelajaran yang disampaikan guru.
Akhirnya ia harus belajar sendiri untuk mengejar ketertinggalannya. Masalah
akan muncul manakala ia tidak memahami materi bahasan. Sudah pasti ini juga
akan berpengaruh pada nilai ulangannya.
4.
Upaya
mengatasi siswa membolos
Sebab suatu perilaku membolos teryata mempunyai latar belakang lingkungan
dan kehidupan social yang buruk. Ini bisa dari lingkungan keluarga, teman dan masyarakat.
Tidak jarang juga dari status ekonomi keluarga dalam masyarakat.
Faktor eksogen, remaja hidup dalam interaksi dengan lingkungan, sehingga
mendapat pengaruh yang besar pula bagi pembentukan pribadinya. Lingkungan yang
sehat dengan menanamkan pendidikan yang benar dan ada hbungan yang harmonis
memungkinkan seseorang dapat menjadikan lebih dewasa dan matang dalam
kepribadian. Keadaan keluarga, sekolah dan masyarakat menentukan pula
kemungkinan berkembangnya pribadi tersebut.
Usaha penanggulangan masalah membolos salah satunya menggunakan
pendekatan behavioral therapy atau
terapi behavioral. Konsep dasarnya mengubah prilaku akibat lingkungan dan
proses belajar yang salah. Karena pada dasarnya manusia menurut teori
behavioral adalah manusia yang dapat dibentuk dari lingkungan melalui proses
belajar. pendekatan ini juga bisa dikatakan atau menekankan pada perubahan
tingkah laku. Pendekatan ini akan membimbing anak mampu mengubah prilaku yang
maladaptif, dan membentuk prilaku baru yang adaptif.[35]
BAB III
LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
1.
Sejarah SMK PGRI 1 Surabaya
Sekolah
Teknologi Menengah (STM) PGRI 1 Surabaya awal mula saat didirikan, merupakan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK ) Swasta tergolong tua di Surabaya. STM PGRI 1
Surabaya dibawah naungan YPLP PGRI Jawa Timur yang sekarang berganti PPLP PGRI
Jawa Timur.
STM PGRI 1
Surabaya berdiri pada tahun pelajaran 1997 – 1998, lebih tepatnya dokumen SK
berdiri pada tanggal 25 Nopember 1978. Kelahiran STM PGRI 1 Surabaya didorong
atas dasar melihat banyaknya siswa tamatan SMPyang ingin melanjutkan ke STM
Negeri tetapi tidak diterima karena terbatasnya fasilitas ruang, maka didirikan
STM PGRI 1 Surabaya.[36]
Pemrakarsa
berdirinya STM PGRI1 Surabaya pada tahun 1977 / 1978 adalah: Soewarno, BA,
Drs. J. Soewito, Giman Winarto, Drs. Ismanan, dan Lanjtur Soedarsono. Pada saat
didirikan terdapat 3 (tiga) jurusan: 1. Mesin Tenaga, 2.Listrik Instalasi, 3.
Bangunan Gedung.
Kegiatan
belajar mengajar dilaksanakan pada sore hari dan menumpang di STM Negeri 1
Surabaya Jl. Patua No. 26 Surabaya. Pada tahun 1997 mulai membangun gedung
sendiri, tahun 2000 mulai berangsur-angsur menempati gedung sendiri di Jl.
Jemursari VIII No. 120 Surabaya,Kelurahan Jemurwonosari, Kecamatan Wonocolo,
Kota Surabaya.
Berdasarkan
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 36/0/1997,
tanggal 7 Maret 1998 tentang perubahan nomor klatur STM menjadi SMK, maka STM
PGRI 1 Surabaya menjadi SMK PGRI 1 Surasbaya. Pada perkembangannya SMK PGRI 1
Surabaya berupaya meningkatkan pelayanan, peralatan, sehingga dapat
meningkatkan Status: TERDAFTAR, DIAKUI dan DISAMAKAN.
Perkembangan selanjutnya meningkat statusnya menjadi Sekolah Standar
Nasional (SSN). Peningkatan status merupakan tantangan bagi SMK PGRI 1
Surabaya, maka untuk itu SMK PGRI 1 Surabaya berupaya untuk mendapatkan Sertifikat
Manajemen Mutu ISO 9001 : 2008 dari Tuv Nord dan pada tanggal 5 Mei 2010 SMK
PGRI 1 Surabaya telah mendapatkan Sertifikat ISO 9001 : 2008.[37]
2. Profil SMK PGRI 1
Surabaya
a. Lokasi
1. Letak: Dalam Kota
2. Transportasi: Kendaraan Umum Lancar
3. Jarak Lokasi ke jalan raya: ± 400 m
b. Kondisi Lokasi
1. Jalan menuju sekolah: Jalan Aspal
2. Lingkungan Sekolah: Pendidikan, Rumah Sakit, & Perkampungan
3. Sumber Polusi: Tidak Ada
c. Utilitas :
1. Sarana Penerangan: 23000 kwh / 220 volt
2. Sarana Air Bersih :
1. Letak: Dalam Kota
2. Transportasi: Kendaraan Umum Lancar
3. Jarak Lokasi ke jalan raya: ± 400 m
b. Kondisi Lokasi
1. Jalan menuju sekolah: Jalan Aspal
2. Lingkungan Sekolah: Pendidikan, Rumah Sakit, & Perkampungan
3. Sumber Polusi: Tidak Ada
c. Utilitas :
1. Sarana Penerangan: 23000 kwh / 220 volt
2. Sarana Air Bersih :
·
PDAM
·
Sumur 1 titik
3. Sarana Komunikasi :
·
Telepon
·
Faximile
·
Internet
d. Tanah
1. Status: Luas : 2302,49 m2
2. Peruntukan Tanah:
d. Tanah
1. Status: Luas : 2302,49 m2
2. Peruntukan Tanah:
·
Bangunan : 816,41 m2
·
Tanpa Bangunan : 1486,08 m2
3.Keadaan
Lokasi: Tanah Paving
4.Topogravi:
Tanah datar
e. Insfrastruktur
1. Kondisi
jalam dan tempat parkir: Baik
2.
Pembuangan Limbah: Baik, saluran terbuka
3.
Pagar halaman: Tembok keliling
4.
Penerangan halaman: Ada
3. Visi dan Misi SMK
PGRI 1 Surabaya
Untuk bisa terlaksananya program
pendidikan di SMK PGRI 1 Surabaya ini dengan baik dan lancar, maka pihak
sekolah perlu membuat suatu visi dan misi dini dan kedepan. Adapun visi dan
misi SMK PGRI 1 Surabaya adalah sebagai berikut:[38]
a)
Visi Sekolah, yaitu terwujudnya Sekolah
Menengah Kejuruan bermutu yang dapat mensejahterakan siswa, guru dan karyawan.
b)
Misi sekolah, yaitu mempersiapkan siswa
menjadi tenaga tingkat menengah yang terampil,
jujur, santun, bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, untuk mengisi
lapangan kerja yang ada di DU/DI atau Mandiri.
4. Struktur Organisasi SMK PGRI 1 Surabaya[39]
|
5. Daftar Siswa Kelas X
yang Membolos di SMK PGRI 1 Surabaya
Bantuan Siswa Yang Berkasus Bulan April
SMK PGRI 1 Surabaya
Tahun ajaran 2012/2013
NO
|
NAMA
|
KELAS
|
WALI
KELAS
|
KASUS
|
KETERANGAN
|
1
|
M. Okky Jerry Reynaldo
|
X TITL
|
Wiwik P.
S.pd
|
Sering
tidak masuk
|
Surat
panggilan ke 2
|
2
|
Agung Nugroho
|
X TITL
|
Wiwik P.
S.pd
|
Sering
tidak masuk
|
Panggilan
telp
|
3
|
Muhammad Nur Cahya
|
X TITL
|
Wiwik P.
S.pd
|
Sering
tidak masuk
|
Pembinaan
|
4
|
Deni Tri Darmawan
|
X TPM 1
|
Ratnaningsih
Sw,. SE
|
Sering
tidak masuk
|
Surat
panggilan ke 2
|
5
|
Moch. Bagus Purnomo
|
X TPM 1
|
Ratnaningsih
Sw,. SE
|
Sering
tidak masuk
|
Surat
panggilan ke 2
|
6
|
M. Fadel
|
X TPM 2
|
Siti
Chamidah,. S.pd
|
Sering
tidak masuk
|
Surat
panggilan ke 2
|
7
|
Wahyu Bima M.P
|
X TPM 2
|
Siti
Chamidah,. S.pd
|
Sering
tidak masuk
|
Surat
panggilan ke 2
|
8
|
Ade Yoga Prasetyo 2x
|
X T.OKR 1
|
Soelistohadi
BR,. MM
|
Sering
tidak masuk
|
Pembinaan
|
9
|
M. David Yunus
|
X T.OKR 1
|
Soelistohadi
BR,. MM
|
Sering
tidak masuk
|
Pembinaan
|
10
|
Lintang Syaiku Muhammadun
|
X T.OKR 2
|
Santi
Lestari,. S.Pd
|
Sering
tidak masuk
|
Pembinaan
|
11
|
Boby Yulianto
|
X T.OKR 2
|
Santi
Lestari,. S.Pd
|
Sering
tidak masuk
|
Pembinaan
|
12
|
Adham Bakir
|
X T.OKR 3
|
Sutriani,. S.Pd
|
Sering
tidak masuk
|
Surat
panggilan ke 2
|
13
|
Afri Riyantoro
|
X T.OKR 3
|
Sutriani,.
S.Pd
|
Sering
tidak masuk
|
Surat
panggilan ke 2
|
14
|
Nur Wahidin
|
X T.OKR 3
|
Sutriani,.
S.Pd
|
Sering
tidak masuk
|
Surat
panggilan ke 1
|
15
|
Igham Bakir
|
X T.OKR 3
|
Sutriani,.
S.Pd
|
Sering
tidak masuk
|
Surat
panggilan ke 2
|
16
|
Alfhiyan Yudistira Fajriawan
|
X T.OKR 4
|
Abi Nahar
S.Pd
|
Sering
tidak masuk
|
Surat
panggilan ke 2
|
17
|
Amerta Adi Pranata
|
X T.OKR 4
|
Abi Nahar
S.Pd
|
Sering
tidak masuk
|
Pembinaan
|
18
|
Sandy Budi Laksono
|
X T.OKR 4
|
Abi Nahar
S.Pd
|
Sering
tidak masuk
|
Pembinaan
|
19
|
Agus Sutrisnanto
|
X T.OKR 4
|
Abi Nahar
S.Pd
|
Sering
tidak masuk
|
Pembinaan
|
20
|
Bayu Bagas Prasetyo
|
X T.OKR 4
|
Abi Nahar
S.Pd
|
Sering
tidak masuk
|
Pembinaan
|
20
|
M. Zakaria Andrianto
|
X T.OKR 4
|
Abi Nahar
S.Pd
|
Sering
tidak masuk
|
Surat panggilan ke 2
|
6. Kurikulum SMK PGRI 1 Surabaya
Kurikulum SMK PGRI 1 mengacu pada kebutuhan masyarakat akan
pentingnya pendidikan yang mampu menghasilkan tamatan yang langsung berkerja.
Proses belajar mengajar berlangsung secara teori di kelas yang ditunjang dengan
praktek di bengkel sendiri secara berkala setiap minggu. Disamping itu, siswa
juga diberi kesempatan untuk melakukan kegiatan magang kerja di
industri-industri ternama yang relevan dengan program keahlian siswa.[40]
7. Ekstrakurikuler SMK
PGRI 1 Surabaya
1.
Bola Volley
Latihan bola volley
dilakukan setiap hari rabu dan jumat. Dibina oleh guru SMK PGRI I Surabaya,
Agus Suparno Sp,d. Disini siswa dilatih cara tehnik pasing. Smas, servis dan
permainan yang benar disamping itu siswa dilatih juga fisik dan taktik
menyerang dan bertahan yang sesuai dengan peraturan PBVSI. Latihan
dilaksanakan pada pukul 18.30 ( malam hari ) di lapangan volley SMK PGRI I .
Inventarisasi
barang ekstrakurikuler:
-
Bola Volley sejumlah: 8 buah
-
Net Volley sejumlah: 2 buah
-
Kaos Team sejumlah: 12 buah
Prestasi kejuaraan yang diikuti:
·
Juara II BAPOPSI SMU/SMK se
kecamatan Wonocolo tahun 2005
·
Juara II BAPOPSI SMU/SMK
se Kegamatan Wonocolo tahun 2006
·
Juara I BZPOPSI SMU/SMK se
Kecamatan Wonocolo tahun 2007
·
Juara III Bola volley antar
SMU/SMK se Kota Surabaya ( KONI ) November 2008
·
Juara III Bola volley
STESIA CUP dalam rangka dies natalis ke 37, pada tanggal 15 – 20 mei 2009
·
Juara II antar SMU/SMK dilaksanakan oleh
Dinas Pendidikan Kota Surabaya tahun 2009
·
Juara IV ( harapan) kejuaraan bola voley
putra STESIA CUP 2010
·
Mengikuti kejuaraan kejuaraan antara lain
UPN CUP, PETRA CUP 2008. SMANDELA CUP 2007. KONI 2007,2008.2009.2010 , DINAS
PENDIDIKAN 2011
2. Sepak Takraw
Ekstrakurikuler sepak
takraw dilatih oleh Drs. Achmad Royan, pembina dari guru SMK PGRI I Surabaya
latihan dilaksanakan setiap hari minggu pukul 15.00 di lapangan SMK PGRI I.
Siswa dilatih mengenai materi pasing sila, punggung kaki, sundulan kepala,
paha, cara melempar bola tekong, menendang dan mengoper bola. Kegiatan
yang diikuti: Turnamaen antar SMU/SMK se-Kota Surabaya tahun 2011.[41]
3. Futsal
Eksrakurikuler futsal
di latih oleh Agus Suparno S.Pd. Latihan dilaksanakan diantaranya
dilapangan sekolah SMK PGRI I Surabaya dan menyewa lapangan diluar sekolah.
Latihan dilahsanakan pada hari minggu pukul 06.30. Disini siswa dilatih cara
menendang, mengoper , kengontrol disamping latihan yang tidak kalah penting
yaitu mengenai tehnik permainan dan peraturan permainan pertandingan. Latihan
yang diberikan kepada siswa antara lain fisik tehnik taktik dan mental.
Kejuaraan kejuaraan yang pernah di ikuti :
·
Turnamen futsal LP3 I Surabaya tahun 2008
·
Turnamen futsal STESIA CUP antar SMU/SMK se
Surabaya 2011
·
Turnamen UBAYA CUP 2011
·
Turnamen futsal antar SMU/SMK di
selenggarakan oleh DIKNAS KOTA Surabaya tahun 2011
Prestasi yang di capai :
·
Juara II Futsal BFC Com 2011
diselenggarakan oleh FBE UBAYA CUP
·
Juara I Futsal antar
SMU/SMK se Surabaya di selenggarakan oleh DIKNAS PENDIDIKAN KOTA Surabaya TAHUN
2011
4. Bola Basket
4. Bola Basket
Eksrakurikuler bola basket dilaksanakan setiap hari selasa pukul
18.30 ( malam) di bina oleh Drs Agus dan dibantu oleh Alumni SMK PGRI I.
Disin siswa dilatih cara pasing, dribling, sutting yang baik dan benar. Latihan
idilaksanakan di lapangan SMK PGRI I Surabaya. SMK PGRI sering mengirimkan
perwakilan siswa mengikuti lomba LKS SMK di Banyuwangi 2007, Jember 2008
juara 1, Tulungagung 2009 . Mengikuti DETEKSI JAWA POS tahun 2007 (Team
peserta turnamen).[42]
8. Fasilitas SMK PGRI
1 Surabaya
· Ruang
Praktek Instalasi Tenaga Listrik
· Ruang
Praktek Teknik Pemesinan
· Ruang
Praktek Simulator CNC
· Ruang
Praktek Dasar dan Pengukuran
· Ruang
Praktek Teknik Kendaraan Ringan
· Ruang
Bengkel Sepeda Motor
· Ruang
Kelistrikan Body Standar
· Ruang
Gambar Mesin
· Ruang
Laboratorium Komputer
· Musholla
· Koperasi
Siswa
· Perpustakaan
· Lapangan
Olahraga (Basket, Volly, Futsal)[43]
B. PENYAJIAN DATA DAN ANALISA DATA
1. Perencanaan Sistem BK
bagi Anak Membolos di SMK PGRI 1 Surabaya
SMK PGRI 1 Surabaya telah mengikuti prosedur yang ada dalam menangani
permasalahan siswa yang suka membolos, mulai dari tahap identifikasi,
instrument yang digunakan dan mekanisme yang dilaksanakan sehingga mencapai
hasil yang maksimal.
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan Waka Kurikulum
Drs. Sudjianto, penulis mengetahui bahwa perencanan dalam menaggulangi siswa
membolos dengan menerapkan teknik Reinforcement dan menggunakan teknik
pemberian Reward dan Punishment.
Program yang
dirancang dalam membentuk sistem yang tepat adalah sebagai berikut.[44]
a. Input Siswa
(peserta didik)
Penerimaan
siswa baru di SMK PGRI 1 Surabaya dilaksanakan setiap tahun ajaran baru, dan
seleksinnya adalah semua siswa berjenis kelamin laki-laki yang mempunnyai bakat
dan minat dalam mengambil program kejuruan yang akan ditemuh selama 3 tahun di
SMK. Saat penerimaan siswa baru, penjabaran peraturan tentang tata tertib
sekolah telah disampaikan melalui pemberian layanan informasi. Sejak awal,
telah terjadi kontrak ketertiban dan menekankan pada larangan membolos. Karena
notabene pelanggaran yang sering terjadi dan mendapat rating pertama kasus
penyimpangan di SMK PGRI 1 Surabaya adalah kasus membolos. Sebab dari itu,
peraturan sekolah telah di infokan sejak awal.[45]
b. Kurikulum
Kurikulum yang digunakan di SMK PGRI 1 mengacu pada kebutuhan
masyarakat akan pentingnya pendidikan yang mampu menghasilkan tamatan yang
langsung berkerja. Proses belajar mengajar berlangsung secara teori di kelas
yang ditunjang dengan praktek di bengkel sendiri secara berkala setiap minggu.
Disamping itu, siswa juga diberi kesempatan untuk melakukan kegiatan magang
kerja di industri-industri ternama yang relevan dengan program keahlian siswa.
Karena orientasi dari SMK adalah praktek kerja lapangan, maka sangat wajar
jika perilaku dari siswa cederung lebih bebas. Karena praktek di
bengkel-bengkel lebih menyenangkan, dari pada hanya duduk termangu mendengarkan
pemaparan teori dikelas.[46]
Dari penyajian data diatas, penulis dapat menganalisa bahwa penggunaan
kurikulum yang diberikan sudah cukup bagus dan relevan. Karena kurikulum yang
digunakan yakni materi serta praktek dilapangan yang diberikan sudah sesuai
dengan kebutuhan yang diperlukan masyarakat saat ini.
c. Lingkungan
Agar pendidikan SMK PGRI 1 Surabaya dapat terlaksana dengan tepat, maka
sekolah harus melibatkan semua pihak baik orang tua siswa, guru dan masyarakat.
Agar masyarakat bersedia berpartisipasi memajukan sekolah, maka pihak sekolah
melakukan berbagai macam hal yaitu dengan cara memberitahu masyarakat mengenai
program-program sekolah, serta mengenai peraturan dan tata tertib yang berlaku
di SMK PGRI 1 Surabaya. Baik program yang telah dilaksanakan, maupun program
yang akan dilaksanakan. Serta berbagai macam pemaparan tentang ancang-ancang
punishment bagi siswa yang melanggar tata tertib sekolah. Sehingga masyarakat
mendapat gambaran yang jelas tentang SMK PGRI 1 Surabaya.
Sedangkan bagi orang tua diharapkan dapat bekerjasama dengan guru kelas,
serta guru pembimbing BK, karena dengan adanya kerjasama maka pihak sekolah
serta orang tua dapat mengetahui perkembangan anaknya baik dilingkungan sekolah
maupun di lingkungan rumah.
Dari hasil penelitian diatas, bahwasanya untuk menghangatkan kesenjangan
sekolah dengan orang tua serta lingkungan yang siswanya didapati melakukan
pelanggaran tata tertib sekolah membolos, maka sekolah memberikan sosialisasi
kepada lingkungan dan orang tua siswa dengan tujuan agar lingkungan sekolah serta
orang tua memahami kondisi sekolah. Jadi, untuk memperlancar tegaknya peraturan
tata tertib sekolah, sekolah memberikan wadah komunikasi yang terbentuk dengan
sebutan komite sekolah.[47]
2. Implementasi
Konseling Behavioral pada Siswa Menyimpang di SMK PGRI 1 Surabaya
Berdasarkan
hasil wawancara yang penulis lakukan dengan guru pembimbing BK dan juga dari
hasil observasi yang penulis lakukan pada kelas X, maka penulis dapat
mengetahui bagaimana pelaksannaan sistem pembelajaran, model pembelajaran,
strategi atau metode yang di gunakan di SMK PGRI 1 Surabaya.[48]
Setelah
sebelumnya penulis paparkan mengenai kajian teori, maka kami sajikan dalam
bentuk empiris dari data yang terkumpul
berdasarkan hasil penelitian. Adapun hasil penelitian yang perlu kami
sajikan mengenai implementasi konseling behavioral di SMK 1 PGRI Surabaya yaitu
berdasarkan pelaksanaannya.
1)
Tahap-tahap konseling dalam menangani perilaku menyimpang siswa
(membolos)
Dalam
menangani siswa berperilaku menyimpang (membolos) guru BK melakukan tahap-tahap
konseling, yakni:
f.
Assesment, langkah awal yang bertujuan
untuk mengeksplorasi dinamika perkembangan siswa (untuk mengungkapkan
kesuksesan dan kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan
interpersonal, tingkah laku penyesuaian, dan area masalahnya). Guru BK
mendorong siswa untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya sebagai
alasan mengapa siswa melakukan penyimpangan membolos. Assesment diperlukan
untuk mengidentifikasi metode atau teknik mana yang akan dipilih sesuai dengan
tingkah laku yang ingin diubah.[49]
g.
Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan
tujuan konseling. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari langkah assessment Guru
BK dan klien menyusun dan merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling.
Perumusan tujuan konseling dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (a) Guru
BK dan siswa mendifinisikan masalah yang dihadapi klien; (b) Klien
mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling; (c) Guru
BK dan siswa mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan siswa :
1. Apakah merupakan tujuan yang benar-benar dimiliki
dan diinginkan siswa;
2. Apakah tujuan itu realistik;
3. Kemungkinan manfaatnya; dan
4. Kemungkinan kerugiannya;
5. Guru BK dan siswa membuat keputusan apakah melanjutkan
konseling dengan menetapkan teknik yang akan dilaksanakan, mempertimbangkan
kembali tujuan yang akan dicapai, atau melakukan referal.
h.
Technique implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan
teknik konseling yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan
yang menjadi tujuan konseling.
i.
Evaluation termination, yaitu melakukan kegiatan
penilaian apakah kegiatan konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan
mencapai hasil sesuai dengan tujuan konseling.
j.
Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis
umpan balik untuk memperbaiki dan meingkatkan proses konseling.[50]
2)
Teknik-teknik konseling behavioral
dalam Menangani Perilaku Membolos Siswa
Adapun
beberapa teknik-teknik dalam konseling behavioral antara lain:
e)
Latihan Asertif
Teknik ini digunakan untuk melatih siswa yang
mempunyai kebiasaan membolos untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah
tidak layak atau tidak benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk
membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sebenarnya
dialami, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif
lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan bermain peran dengan bimbingan guru
BK.
f)
Pengkondisian Aversi
Teknik ini digunakan Guru BK untuk
menghilangkan kebiasaan buruk siswa membolos. Teknik ini dimaksudkan untuk
meningkatkan kepekaan siswa agar mengamati respon pada stimulus yang
disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.
Stimulus yang tidak menyenangkan yang
disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku
yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk
asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak
menyenangkan.
Dalam hal ini guru BK memberikan stimulus yang
kurang menyenagkan jika siswa melakukan penyimpangan membolos lagi. Stimulus
tersebut adalah berupa hukuman untuk membuat surat pernyataan yang
ditandatangani orang tua mengenai kebiasaan buruknya membolos.
g)
Pembentukan Tingkah laku Model
Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk
tingkah laku baru pada siswa, dan memperkuat tingkah laku yang ingin dibentuk.
Dalam hal ini Guru BK menunjukkan kepada siswa tentang tingkah laku model,
dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang
teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku
yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari Guru BK. Ganjaran yang di
berikan berupa pujian sebagai ganjaran sosial.
3. Teknik Yang
Dipakai Dalam Menangani Siswa Membolos di SMK PGRI 1 Surabaya
Guru BK
merumuskan beberapa cara menanggulangi perilaku membolos siswa di SMK PGRI 1
Surabaya, yakni dengan:
a)
Reinforcement
Pada teknik
ini dalam rangka pengimplementasian konseling behavioral dalam menangani siswa membolos di SMK PGRI 1
Surabaya dikonsep dalam bentuk teguran, siswa dipanggil ke ruang BK, dalam
teknik ini diharapkan bahwa:[51]
1)
Siswa mampu menyadari kesalahannya bahwa membolos adalah perilaku
menyimpang
2)
Siswa mampu berhenti dari kebiasaan menyimpang
Adapun tahap-tahap pelaksanaan teknik
reinforcement di SMK PGRI 1 Surabaya antara lain:
1)
Tahap pelaksanaan
Kegiatan ini
dilaksanakan setiap hari saat bel masuk tepatnya pada pukul 07.30 WIB. Diadakan
pengabsenan untuk setiap kelas guna mengecek kehadiran dan kelengkapan siswa.
Dalam kegiatan
ini tidak hanya guru BK yang berperan penuh dalam pelaksanaannya. Sesuai dengan
apa yang disampaikan oleh Ibu Wulan selaku guru Bimbingan Konseling (BK) SMK
PGRI 1 Surabaya, beliau menegaskan bahwa pelaksanaan kegiatan ini dibantu oleh
beberapa guru lain yang mempunyai kompeten yang bagus dalam bidang ketertiban.[52]
Adapun implementasinya
dalam kegiatan di sekolah adalah:
a)
Guru BK masuk kelas guna mengabsen dimulai dari kelas X lalu
dilanjut dengna kelas XI dan lalu XII.
b)
Guru BK melihat papan absen untuk mengetahui siswa yang membolos
pada hari itu.
c)
Guru BK menyalin nama siswa yangn membolos.
d)
Setelah itu guru BK merekap semua data yang diperoleh. .
e)
Di akhir kegiatan guru BK memanggil siswa yang membolos yang lebih
dari 1 hari.
Dalam hal ini, sebenarnya sekolah menyerahkan
semua Proses Belajar Mengajar (PBM)
kepada guru pengajar. Guru bisa melaksanakan PBM sesuai dengan metode
yang diinginkan. Akan tetapi dalam penanganan masalah membolos, sekolah
menyerahkan masalah itu kepada Guru BK untuk memberikan bimbingan kepada
siswa-siswa yang melakukan penyimpangan.
2)
Tahap tindak lanjut
Dalam tahap
ini guru BK banyak berperan, karena dalam tindak lanjut (follow up) hanya bisa
dilaksanakan oleh Guru BK, guru BK yang selama ini memantau perkembangan perilaku siswa. Akhirnya
dengan memberikan reinforcement (penguatan) melalui teguran dan peringatan
setiap tempo waktu tertentu, paling tidak sudah ada perubahan pada diri siswa
untuk mengubah perilaku menjadi lebih baik.
3)
Tahap evaluasi
Dalam tahap evaluasi guru BK bisa
melaksanakannya setelah PBM atau dilain waktu dan diwaktu-waktu senggang
lainnya. Tahap evaluasi dibagi menjadi dua macam antara lain:
a) memantau perubahan perilaku
siswa secara langsung
b) memantau absen siswa
b) Pemberian hadiah atau hukuman secara
selektif (selective reward/punishment)
Strategi pada
teknik ini untuk memperbaiki tingkah laku siswa yang menyimpang dengan
melibatkan figur di sekeliling anak sehari-hari khususnya orangtua dan guru. Guru
BK meneliti siswa dalam seting aktual, bekerjasama dengan orang tua dan guru
untuk memberi hadiah ketika anak melakukan tingkah laku yang dikehendaki dan
menghukum kalau tingkah laku yang tidak dikehendaki muncul (membolos). Tingkah
laku dan bentuk hadiah atau hukuman direncanakan secara teliti, dipilih yang
paling memberi dampak efektif.
C. Analisis Data
Sebagaiman
pemaparan pada pembahasan diatas SMK PGRI 1 Surabaya menggunakan Teknik
Konseling Behavior dalam menangani masalah siswa membolos. Dalam programnya
memberikan kesempatan bagi siswa untuk menyadari perilaku menyimpangnya untuk
menuju kepada perubahan perilaku yang lebih baik. Adapun hal-hal yang perlu
diketahui dalam penelitian ini (Implementasi Konseling Behavior dalam
Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa Kelas X di SMK PGRI 1 Surabaya), yakni:
1. Penanganan Siswa Membolos
Dunia
pendidikan adalah wadah dan wahana yang tidak asing lagi bagi kita. Hal ini
dikarenakan manusia tidak pernah statis. Manusia adalah pribadi yang dinamis,
yang selalu mengalami perkembangan dan perubahan. Oleh karena itu pendidikan
dapat dijadikan sebagai suatu sarana untuk mencapai perubahan prilaku diri
kearah positif secara maksimal. Artinya, jika manusia mampu mengembangkan
potensi yang ada pada dirinya dan menyadari penyimpangan perilaku yang
dilakukan, maka manusia akan dapat mencapai kebahagiaan dan kepuasan dalam
hidupnya.[53]
Siswa membolos
adalah siswa yang membutuhkan layanan atau perhatian khusus agar mereka dapat
kembali meluruskan perilaku menyimpangnya. Karrena sejatinya mereka hanya
membutuhkan perhatian lebih dari orang-orang terdekat.
SMK PGRI 1
Surabaya adalah suatu lembaga formal yang memberikan layanan pendidikan
pendidikan bagi siswa yanng membolos, yang mana menggunakan teknik konseling
behavioral dalam menangani siswa membolos.konselin behaviral adalah sebuah
teknik konseling untuk merubah perilaku menyimpang siswa dari perilaku
maladaptif menuju kearah perilaku adaptif.
Dalam
pelaksanannya, praktik konseling behavioral di SMK PGRI 1 Surabaya secara garis
besar telah terlaksana dengan baik mulai dari identifikasi kasus hingga pada
penyusunan bantuan yang diberikan pada siswa. Pelaksanaan serta evaluasi
program kerja yang dilaksanakan secara berkala dan kontinyu.
Pengidentifikasian
yang dilakukan cukup baik, yaitu dalam pendeteksian terhadap karakter siswa
yang digali secar mendalam. Hal ini terbukti dengan blanko angket yang harus
diisi oleh orang tua siswa yang didalamnya memuat data pribadi siswa serta riwayat kelahiran, kesehatan dan
lain-lain.
Pemberian
bimbingan dan konseling dalam rangka
pembentukn perubahan perilaku siswa menuju kearah yang lebih positif (terapi
tingkah laku) dengan bimbingan konseling behavior hendaknya dilakukan dengan
hati karena siswa membolos perasaannya
terkadang cenderung sangat sensitiv. Dibutuhkan perhatian khusus
sehingga siswa mampu menumbuhkan konsep perilaku diri yang baik
Konsep diri
adalah ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang
dirinya dan mempengaruhi individu dalam
proses perubahan tingkah laku. Dari pengertian tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa konsep diri dipelajari melalui kontak sosial dan dalam
pengalamannya ketika berhubungan dengan orang lain. Pandangan individu terhadap
dirinya sendiri dipengaruhi oleh lingkungan.[54]
Penyatuan
komitmen antara sekolah dengan orang tua serta lingkungan dapat mendorong untuk
menghasilkan perasaan positif dan berarti. Penerimaan dan perlakuan guru dan
orang tua terhadap kesalahan yang mereka lakukan dapat menjadi sebuah semangat
positif dalam membantu mereka untuk mengaktualisasikan diri kepada arah yang
lebih positif.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Siswa membolos
sejatinya adalah siswa yang memerlukan perhatian lebih dibanding siswa yang
tidak melakukan penyimpangan. Siswa tersebut perlu dibantu dalam mengubah
perilaku maladaptif menuju perilaku adaptif.
Oleh karena
itu maka SMK PGRI 1 Surabaya merupakan salah satu wadah sekolah yang memiliki
program bantuan bagi siswa yang menyimpang dengan perilaku membolos dengan
menggunakan teknik konseling behavioral. Berdasarkan penelitian dan analisis
data yang telah dikumpulkan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.
SMK PGRI 1 Surabaya telah mengikuti prosedur
yang ada dalam menangani permasalahan siswa yang suka membolos, mulai dari
tahap identifikasi, instrument yang digunakan dan mekanisme yang dilaksanakan
sehingga mencapai hasil yang maksimal.
2.
Teknik-teknik konseling behavioral dalam Menangani Perilaku
Membolos Siswa dengan (1) Latihan Asertif, Teknik ini digunakan untuk melatih
siswa yang mempunyai kebiasaan membolos untuk menyatakan diri bahwa tindakannya
adalah tidak layak atau tidak benar. (2) Pengkondisian Aversi, Teknik ini
digunakan Guru BK untuk menghilangkan kebiasaan buruk siswa membolos. Teknik
ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan siswa agar mengamati respon pada
stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut. (3) Pembentukan
Tingkah laku Model, Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku
baru pada siswa, dan memperkuat tingkah laku yang ingin dibentuk.
3.
Teknik Yang Dipakai Dalam Menangani Siswa Membolos di SMK PGRI 1
Surabaya menggunakan teknik Reinforcement, dan Pemberian hadiah atau hukuman secara selektif
(selective reward/punishment). Dalam prakteknya jug diperlukan tahap evaluasi,
dalam tahap evaluasi guru BK bisa melaksanakannya setelah PBM atau dilain waktu
dan diwaktu-waktu senggang lainnya. Tahap evaluasi dibagi menjadi dua macam
antara lain: memantau perubahan perilaku siswa secara langsung, memantau absen
siswa.
B.
Saran-saran
Sebagaimana
pembahasan akhir dalam penulisan Laporan Penelitian Kolektif ini, penulis ingin
memberikan sedikit saran-saran yang dapat jadi pertimbangan dalam pelaksanaan
Bimbingan dan Konseling (BK) bagi siswa mebolos di SMK PGRI 1 Surabaya
1.
Bagi Kepala Sekolah SMK PGRI 1 Surabya diharapkan untuk selalu
meningkatkan kualitas bimbingan dan konseling dengan meningkatkan SDM semua
guru.
2.
Bagi pembimbing hendaknya lebih kreatif dalam menggunakan metode
yang bervariasi dan media pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa membolos
agar siswa yangn membolos dapat mengambil pelajaran dari perilaku menyimpangnya
dan agar tidak mengulanginya kembali.
3.
Bagi masyarakat diharapkan dapat memberikan sumbangsih teguran
untuk siswa yang didapati membolos dilingkungan masyarakat. Agar siswa merasa
tersentuh hatinya dan menfdapat dukungan psikologis untuk perubahan tingkah
laku yang lebih baik agar dapat di terima di masyarakat.
[3]
id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_menyimpang
[4] H. M. Sayuthi Ali, Metodologi Penelitian Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002),
22.
[6]
Jumhur dan Muhammad Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Bandung:
Pustaka Ilmu, 1975), 51.
[8] Cholid Nurbuko dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian (Jakarta: Bumi
Aksara, 1997), 70.
[9]
Cholid Nurbuko dan Abu Ahmadi,. Metodologi
Penelitian (Jakarta; Bumi Aksara,1997), 84.
[15]
Jones, Richard Nelson. (2011). Teori dan
Praktik Konseling dan Terapi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
[20]
Komalasari, Gantina., dkk. (2011) Teori dan Teknik Konseling. PT Indeks,
Jakarta.
[21]
WS. Winkel & M.M Sri Hastuti (2005), Bimbingan
dan Konseling di Institusi Pendidikan, Media Abdi; Yogyakarta
[31]
ibid
[33]
ibid
[36]
http://SMKPGRI1Surabaya.com
[37]
http://SMKPGRI1Surabaya.com
[38]
http://SMKPGRI1Surabaya.com
[39]
Wawancara dengan Staf TU dan HUMAS SMK PGRI Surabaya, Rabu, 22/05/3013
[40]
Wawancara dengan Bapak Drs. H. M. Gunawan (sebagai kepala sekolah SMK PGRI 1
Surabaya), Jum’at, 24/05/2013
[41] Wawancara dengan Bapak Drs. H. M. Gunawan (sebagai
kepala sekolah SMK PGRI 1 Surabaya), Jum’at, 24/05/2013
[42]
ibid
[43]
Wawancara dengan Staf TU dan HUMAS SMK PGRI Surabaya, Rabu, 22/05/3013
[44]
Wawancara dengan Bpk. Sudjianto (sebagai
Waka Kurikulum), Senin, 27/05/2013
[45]
Wawancara dengan Bpk. Sudjianto (sebagai
Waka Kurikulum), Rabu, 29/05/2013
[46]
ibid
[47]
Wawancara dengan Bpk. Sudjianto (sebagai
Waka Kurikulum), Rabu, 29/05/2013
[48]
Wawancara dengan Ibu Wulan (selaku Guru Pembimbing), Rabu, 29/05/2013
[49]
Wawancara dengan Ibu Wulan (selaku Guru Pembimbing), Rabu, 29/05/2013
[50]
Wawancara dengan Ibu Wulan (selaku Guru Pembimbing), Rabu, 29/05/2013
[51]
Wawancara dengan Ibu Wulan (selaku Guru Pembimbing), Jum’at, 31/05/2013
[52]
Wawancara dengan Ibu Wulan (selaku Guru Pembimbing), Rabu, 29/05/2013
[53]
Wawancara dengan Ibu Wulan (selaku Guru Pembimbing), Jum’at , 31/05/2013
[54]
Wawancara dengan Ibu Wulan (selaku Guru Pembimbing), Jum’at , 31/05/2013
0 komentar:
Posting Komentar