Sabtu, 15 Juni 2013

Laporan Penelitian Kolektif






IMPLEMENTASI KONSELING BEHAVIORAL DALAM MENANGGULANGI PERILAKU MENYIMPANG SISWA
KELAS X DI SMK PGRI 1 SURABAYA

LAPORAN PENELITIAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“PENELITIAN KOLEKTIF”


Disusun Oleh :
Qoririalita Furqoni                   D73210073
Alfi Khoiriyatul Fuadah                       D93210075
Lailatun Nuril Khisbiyah              D73210067
Nur Qomariyah                                    D03210042
      
Dosen Pembimbing:
Dr. Ali Maksum, M.Ag


JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2013



KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi. Penguasa tiap detik waktu yang berlalu dimuka bumi ini. Atas segala limpahan berkah, rahmat dan karunia-Nya kita dapat merasakan kenikmatan yang begitu luar biasa dan tak dapat terukur oleh apapun. Dengan mengucap Alhamdulillah, kami sanggup menyelesaikan Laporan yang berjudul “Implementasi Konseling Behavioral dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa Kelas X di SMK PGRI 1 Surabaya” dengan sebaik-baiknya. Ucapan  terima kasih kami sampaikan  kepada dosen pembimbing, Drs. Ali Maksum, M.Pd.  yang telah membimbing dalam penyusunan laporan  ini sehingga bisa terselesaikan dengan baik, tak lupa kami ucapkan kepada teman-teman atas semangat yang diberikan.
Laporan ini penulis buat dalam rangka penyelesaian tugas Mata Kuliah “Penelitian Kolektif”. Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat, terutama bagi dunia pendidikan di lingkungan IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Akhinya penulis tak lupa mengucapkan banyak terima kasih atas segala bantuan dan dorongan semangat dari dosen pembimbing. Semoga laporan yang penulis susun ini dapat memberikan sumbangan yang positif bagi kita semua, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Sudah sepantasnya apabila dalam penyusunan laporan ini terdapat banyak kekurangan atau kekeliruan yang disengaja maupun tidak disengaja kami mohon maaf yang sebesarnya. Kami menyadari tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini, ibarat tidak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk memperbaiki hasil laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin....


Surabaya, 10 Juni  2013


Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang Masalah
Konseling behavioral adalah pendekatan konseling yang menekankan aspek modifikasi perilaku. Sejak perkembangannya tahun 1960-an, teknik-teknik modifikasi perilaku semakin bervariasi baik yang menekankan aspek perilaku nampak (fisik) maupun kognitif. Saat ini konseling behavioral berkembang pesat dengan ditemukannya sejumlah teknik-teknik pengubahan perilaku, baik yang menekankan pada aspek fisiologis, perilaku, maupun kognitif (Hackman, 1993). Rachman (1963) dan Wolpe (1963) mengemukakan bahwa terapi behavioral dapat menangani masalah perilaku mulai dari kegagalan individu untuk belajar merespon secara adaptif hingga mengatasi gejala neurosis.[1]
Menurut Behavior Therapy, manusia adalah produk dan produsen (penghasil) dari lingkungannya. Pandangan ini tidak tergantung pada asumsi deterministik bahwa manusia adalah produk belaka dari pengkondisian sosiokultural mereka. Manusia dipandang memiliki potensi untuk berperilaku baik atau buruk, tepat atau salah. Pendekatan behavior berpandangan bahwa setiap perilaku dapat dipelajari. Manusia mampu melakukan refleksi atas tingkahlakunya sendiri, dan dapat mengatur serta mengontrol perilakunya dan dapat belajar tingkah laku baru atau dapat mempengaruhi orang lain. Terapi behavior bertujuan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat sehingga mereka memiliki lebih banyak pilihan untuk merespon. Dengan mengatasi perilaku melemahkan yang membatasi pilihan, orang lebih bebas untuk memilih dari kemungkinan yang tidak tersedia sebelumnya.[2]
Di suatu lembaga formal, khususnya sekolah, konseling behavioral dapat digunakan oleh guru bimbingan konseling di sekolah untuk menanggulangi siswa berprilaku menyimpang.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku menyimpang diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat.[3]
Perilaku menyimpang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial.
Prilaku menyimpang siswa juga kerap kali ditemui dalam berbagai lembaga sekolah formal. Dan prilaku menyimpang siswa juga mempunyai berbagai macam bentuk perbuatan. Salah satunya adalah membolos atau kehadiran siswa di sekolah yang tidak teratur dengan alasan yang tidak jelas.
Kehadiran yang tidak teratur merupakan problem besar disekolah pada saat-saat ini. Ketidakhadiran yang dimaksud disini adalah ketidak hadiran yang disebabkan karena alasan yang tidak jelas, bukan karena alasan sakit atau  lainnya, jika ketidakhadiran siswa dikarenakan sakit atau ada kepentingan, dalam arti masih bisa memberikan alasan yang jelas, hal itu msih bisa diterima tetapi jika alasannya  tidak jelas mengapa siswa tersebut tidak hadir atau tidak masuk sekolah, hal ini perlu penanganan yang serius. Sebab cepat atau lambat masalah ini akan berdampak buruk baik untuk siswa itu sendiri maupun lingkungan sekolahnya.
Membolos dapat diartikan sebagai perilaku siswa yang tidak masuk sekolah dengan alasan yang tidak tepat, atau bisa juga dikatakan ketidakhadiran tanpa alasan yang jelas. Membolos merupakan salah satu bentuk dari prilaku menyimpang siswa.
Banyak siswa yang sering membolos bukan hanya di sekolah - sekolah tertentu saja tetapi banyak sekolah mengalami hal yang sama. Seperti halnya di SMK PGRI 1Surabaya. Hal ini disebabkan oleh faktor - faktor internal dan faktor - faktor eksternal dari anak itu sendiri.  Faktor eksternal yang kadang kala menjadikan alasan membolos adalah mata pelajaran yang tidak diminati atau tidak disenangi. Bagi siswa yang kebanyakan remaja dan penuh dengan jiwa yang mementingkan kebebasan dalam berfikir dan beraktifitas, hal ini sangat mengganggu sekali. Sebab, masa remaja adalah masa yang penuh gelora dan semangat kreatifitas. Menurut pandangan psikologis, usia seseorang antara 15 - 21 tahun adalah usia dalam masa pencarian jati diri. Tentu saja sistem pendidikan yang ketat tanpa diimbangi dengan pola pengajaran yang sifatnya 'menyejukkan' membuat anak tidak lagi betah di sekolah.
Merujuk pada terjadinya siswa yang sering membolos, Peran serta dari pembimbing khususnya guru Bimbingan dan Konseling sangat di perlukan untuk mambantu siswa dalam menanggulangi  perilaku membolos siswa yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Dalam membantu menanggulangi masalah siswa yang sering membolos maka diperlukan bimbingan konseling dengan pendekatan  konseling behavioral.
Berdasarkan pada pemikiran inilah kiranya perlu dilakukan penelitian tentang Implementasi Konseling behavioral dalam menanggulangi siswa berprilaku menyimpang, khususnya membolos di SMK PGRI 1 Surabaya.
SMK PGRI 1 Surabaya sebagai objek penelitian penulis adalah karena kebanyakan siswa tingkat SMA/SMK adalah masa puber, dan menganggap dirinya paling benar, mereka mulai berani melanggar peraturan sekolah, khususnya suka membolos karena malas berangkat ke sekolah dengan berbagai macam alasan yang tidak jelas. Di SMK PGRI 1 Surabaya ini siswanya adalah siswa laki-laki maka memudahkan penulis untuk mengambil data, karena siswa yang sering membolos kebanyakan adalah  siswa laki-laki. Dengan sekolah yang sudah terakreditasi A, maka penulis ingin mengadakan penelitian bagaimana implementasi dari teknik Konseling Behavioral dalam menanggulangi prilaku siswa menyimpang, khususnya siswa yang sering membolos.
Jadi bagaimana penerapan teori konseling behavioral dalam menanggulangi perilaku menyimpang siswa di SMK PGRI 1 Surabaya.
B.            Rumusan Masalah
Merujuk dari latar belakang yang telah dibahas sebelumnya, maka penulis dapat merumuskan suatu masalah yakni: Bagaimana Implementasi Konseling Behavioral dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa Di SMK PGRI 1 Surabaya?

C.           Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi konseling behavioral dalam mengatasi perilaku siswa menyimpang di SMK PGRI 1 Surabaya.

D.           Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:
1.      Dalam Bidang Akademis
Untuk menyumbang khazanah ilmu pengetahuan, khususnya  dalam Pendidikan di Indonesia. Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu pendidikan terutama dikaitkan dengan hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan belajar anak. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran dalam rangka penyempurnaan konsep maupun implementasi praktik pendidikan sebagai upaya yang strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia.
2.      Individu
a.         Sebagai bahan pembelajaran bagi peneliti serta tambahan pengetahuan sekaligus untuk mengembangkan pengetahuan penulis dengan landasan dan kerangka teoritis yang ilmiah atau pengintegrasian ilmu pengetahuan dengan praktek serta melatih diri dalam penelitian Deskriptif Kualitatif.
b.         Sebagai pemenuhan tugas Mata Kuliah Penelitian Kolektif.
3.      Sosial
a.         Sebagai masukan dalam rangka meningkatkan mutu Layanan BK di SMK PGRI 1 Surabaya.
b.         Bagi para pendidik, merupakan hasil pemikiran yang  dapat dipakai sebagai pedoman untuk meningkatkan kualitas layanan BK di sekolah demi tercapainya tujuan yang dicita-citakan. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi guru BK sebagai bahan evaluasi sekaligus sebagai masukan dalam mengubah prilaku siswa yang berprilaku menyimpang untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan berprilaku sesuai dengan norma agama dan sosial.

E.            Metode Penelitian
a.             Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan penelitian tentang bagaimana Implementasi Konseling Behavioral dalam menanggulangi siswa berprilaku menyimpang, sedangkan pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan melakukan analisa yang bersifat kualitatif. Karena dalam penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif, maka untuk menganalisa data (baik dari literatur maupun hasil penelitian) akan dianalisa dengan menggunakan teknik analisa deskriptif kualitatif yaitu suatu analisa yang menggambarkan obyek penelitian dengan didukung data yang bersifat kualitatif atau uraian kata-kata atau kalimat.
Menurut M. Sayuti Ali, M. Ag., penelitian deskriptif adalah sebuah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan gejala sosial, politik, ekonomi dan budaya.[4] Sedangkan menurut Arif Furchan dalam bukunya “Pengantar Penelitian Pendidikan” penelitian deskriptif adalah penelitian yang melukiskan dan menafsirkan keadaan yang ada sekarang. Penelitian ini berkenaan dengan kondisi atau hubungan yang ada: praktek-praktek yang sedang berlaku, keyakinan, sudut pandang atau sikap yang dimiliki, proses-proses yang berlangsung, pengaruh-pengaruh yang sedang dirasakan, atau kecenderungan-kecenderungan yang sedang berkembang[5]
b.             Sumber data
Untuk mengetahui sumber data, maka harus diketahui darimana data itu diperoleh sesuai dengan jenis dan pendekatan penelitian di atas maka sumber data penelitian ini adalah:
a.     Library Research yaitu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh data teoritis dengan cara membaca dan mempelajari literatur-literatur tentang pendidikan karakter dan yang ada hubungannya dengan permasalahan penelitian.
b.     Field Research yaitu mencari data dengan cara terjun langsung pada obyek penelitian yang bertujuan untuk memperoleh data yang kongkret tentang segala sesuatu yang diselidiki, yakni tentang implementasi konseling behavioral.

c.               Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, prosedur yang digunakan adalah:
a)        Observasi
Yakni teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan secara langsung atau tidak langsung terhadap gejala-gejala yang sedang berlangsung.[6] Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model observasi tidak terstruktur dan partisipasi pasif, yaitu tanpa menggunakan panduan yang telah disiapkan. Jadi fokus observasi berkembang sewaktu peneliti melakukan kegiatan penelitian. Sedangkan pada observasi partisipasi aktif, peneliti lebih menonjolkan perannya sebagai peneliti atau pengamat pada obyek observasi.
Teknik ini, penulis gunakan untuk memperoleh gambaran secara umum tentang keadaan lingkungan lembaga dan organisasi BK serta konsep tentang bimbingan konseling di sekolah dalam menerapkan konseling behavioral di SMK PGRI 1 Surabaya. Dalam hal ini penulis mengobservasi Guru Bimbingan Konseling dan siswa di sekolah itu.
b)        Wawancara
Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data, komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog (tanya jawab) secara lisan baik langsung atau tidak langsung.[7] Dalam penelitian ini, penulis menggunakan model wawancara bebas terpimpin yaitu gabungan dari wawancara bebas dan terpimpin. Wawancara bebas adalah proses wawancara dimana interview tidak secara sengaja mengarahkan tanya jawab pada pokok-pokok masalah yang akan diteliti.[8]
Jadi wawancara hanya memuat pokok-pokok masalah yang akan diteliti. Yakni tentang layanan dan bimbingan yang impelementasinya mengarah terhadap Implementasi konseling behavioral dalam menanggulangi perilaku menyimpang siswa di SMK PGRI 1 Surabaya. Selanjutnya dalam proses wawancara berlangsung mengikuti situasi dan kondisi maka pewawancara harus pandai mengarahkan yang diwawancarai, apabila ternyata ia menyimpang. Pedoman interview berfungsi sebagai pengendali, jangan sampai proses wawancara kehilangan arah.
Teknik ini, penulis gunakan untuk memperoleh data mengenai pelaksanaan penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling yang menggunakan Konseling Behavioral dalam menanggulangi penyimpangan siswa.
c)        Dokumentasi
Tidak kalah penting dari teknik-teknik pengumpulan data yang lainnya, adalah dokumentasi. Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku-buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya.[9]
d)       Analisa Data
Karena dalam penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif, maka untuk menganalisa data (baik dari literatur maupun hasil penelitian) akan dianalisa dengan menggunakan teknik analisa deskriptif kualitatif yaitu suatu analisa yang menggambarkan obyek penelitian dengan didukung data yang bersifat kualitatif atau uraian kata-kata atau kalimat. Dalam analisa data ini penulis menggunakan pola berfikir induktif. Induktif yaitu suatu analisa yang berangkat dari fakta-fakta yang bersifat khusus, peristiwa – peristiwa yang kongkret kemudian dari fakta-fakta khusus dan peristiwa kongkrit tersebut ditarik suatu generalisasi atau kesimpulan yang bersifat umum.[10]
F.            Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini yang akan menjadi objek penelitian adalah guru pembimbing dan siswa-siswa di SMK PGRI 1 Surabaya.
G.           Sistematika Pembahasan
Agar memperoleh gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh mengenai pembahasan penelitian ini. Maka secara global penulis merinci dalam sistematika penulisan sebagai berikut.
BAB I  PENDAHULUAN, merupakan kerangka dasar yang berisi latar belakang, rumusan   masalah,  tujuan penelitian, manfaat penelitian,  metode  penelitian, Ruang lingkup penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II KAJIAN TEORI, berisi tentang kajian pustaka, dengan bab ini dapat dijadikan dasar untuk penyajian dan analisis data yang ada relevansinya dengan rumusan masalah.
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN, berisi tentang laporan hasil penelitian terdiri atas latar belakang obyek, penyajian dan analisis data.
BAB IV PENUTUP, dalam bab ini berisi tentang kesimpulan, saran-saran berkenaan dengan penelitian, kemudian dilanjutkan dengan daftar pustaka.
H.           Jadwal Penelitian
Penelitian tentang Implementasi Konseling Behavioral dalam Menanggulangi Siswa Berperilaku Menyimpang di SMK PGRI 1 Surabaya memerlukan waktu antara 15 Maret 2013 sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan yakni  30 mei 2013
·         Observasi pertama pada tanggal 26 Maret 2013
·         Observasi kedua pada tanggal 8 April 2013
·         Wawancara pertama dengan guru BK tanggal 26 April 2013
·         Pengambilan data tanggal 6 Mei 2013
·         Wawancara kedua tanggal 16 Mei 2013
·         Penyelesaian pengumpulan data tanggal 24 Mei 2013
BAB II
LANDASAN TEORI

A.       KONSELING BEHAVIORAL
1.      Konsep dasar konseling behavioral
Manusia adalah mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar.Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian.
Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya.
Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan melalui hukum-hukum belajar : (a) pembiasaan klasik; (b) pembiasaan operan; (c) peniruan.
Tingkah laku tertentu pada individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidak puasan yang diperolehnya.
Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku.
Karakteristik konseling behavioral adalah : (a) berfokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifik, (b) memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan konseling, (c) mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien, dan (d) penilaian yang obyektif terhadap tujuan konseling.[11]
2.      Hakikat Konseling menurut Behavioral
Konseling  menurut pandangan behavioral ialah proses terapeutik dengan menggunakan prosedur-prosedur sistematik untuk mengubah perilaku maladaptif (perilaku yang tidak sesuai)  menjadi perilaku adaptif (perilaku yang sesuai) melalui proses belajar perilaku baru.[12]
Hakikat konseling menurut Behavioral adalah proses membantu orang dalam situasi kelompok belajar bagaimana menyelesaikan masalah-masalah interpersonal, emosional, dan pengambilan keputusan dalam mengontrol kehidupan mereka sendiri untuk mempelajari tingkah laku baru yang sesuai.
Konseling dilakukan dengan menggunakan prosedur tertentu dan sistematis yang disengaja secara khusus untuk mengubah perilaku dalam batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama konselor dan konseli. Prosedur konseling dalam pendekatan behavior adalah ; penyusunan kontrak, asesmen, penyusunan tujuan, implementasi strategi, dan eveluasi perilaku. Dengan prosedur tersebut konseling/terapi behavior berorientasi pada pengubahan tingkah laku yang maladaptif menjadi adaptif.[13]
Konseling identik dengan pemberian bantuan, penyuluhan dan hubungan timbal balik antara konselor (yang memberikan konseling) dan konseli (yang membutuhkan bantuan/klien). Menurut Patterson, konseling memiliki ciri khas yang merupakan hakekat konseling. Ciri-ciri itu adalah:
1.    Konseling berurusan dengan upaya mempengaruhi perubahan tingkah laku secara sadar pada pihak klien (klien mau mengubahnya dan mencari bantuan konselor bagi perubahan ini).
2.    Tujuan konseling adalah mendapatkan kondisi-kondisi yang memudahkan perubahan secara sadar (kondisi-kondisi dimaksud berupa hak-hak individual untuk membuat pilihan, untuk mandiri dan “berswatantra”, autonomous).
3.    Sebagaimana dalam sebuah hubungan, terdapat pembatasan-pembatasan tertentu bagi konseli (pembatasan-pembatasan ditentukan oleh tujuan-tujuan konseling yang dipengaruhi oleh nilai-nilai dan falsafah konselor).[14]
4.    Kondisi-kondisi yang memudahkan perubahan tingkah laku diperoleh melalui wawancara-wawancara (tidak seluruh konseling adalah wawancara, tetapi konseling selalu melibatkan wawancara).
5.    Mendengarkan (dengan penuh perhatian) berlangsung dalam konseling tapi tidak seluruh konseling melulu mendengarkan.
6.    Konselor memahami kliennya (perbedaan antara cara orang-orang lain dengan cara konselor dalam melakukan pemahaman lebih bersifat kualitatif ketimbang kuantitatif dan pemahaman belaka tidak menjadi pembeda antara situasi konseling dengan situasi lain).[15]
3.    Hakikat Manusia menurut behavioral
Menurut Behavior Therapy, manusia adalah produk dan produsen (penghasil) dari lingkungannya. Pandangan ini tidak tergantung pada asumsi deterministik bahwa manusia adalah produk belaka dari pengkondisian sosiokultural mereka. Manusia dipandang memiliki potensi untuk berperilaku baik atau buruk, tepat atau salah. Pendekatan behavior berpandangan bahwa setiap perilaku dapat dipelajari. Manusia mampu melakukan refleksi atas tingkahlakunya sendiri, dan dapat mengatur serta mengontrol perilakunya dan dapat belajar tingkah laku baru atau dapat mempengaruhi orang lain. Terapi behavior bertujuan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat sehingga mereka memiliki lebih banyak pilihan untuk merespon. Dengan mengatasi perilaku melemahkan yang membatasi pilihan, orang lebih bebas untuk memilih dari kemungkinan yang tidak tersedia sebelumnya.[16]
Hakikat manusia dalam pandangan para behaviorist adalah fasif dan mekanistis, manusia dianggap sebagai sesuatu yang dapat dibentuk dan diprogram sesuai dengan keinginan lingkungan yang membentuknya. Lebih jelas lagi menurut Muhamad Surya menjelaskan tentang hakikat manusia dalam pandangan teori behavioristik sebagai berikut : ‘dalam teori ini menganggap manusia bersifat mekanistik atau merespon kepada lingkungan dengan kontrol terbatas, hidup dalam alam deterministik dan sedikit peran aktifnya dalam memilih martabatnya.
Manusia memulai kehidupnya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya, dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Perilaku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Dapat kita simpulkan dari anggapan teori ini bahwa perilaku manusia adalah efek dari lingkungan, pengaruh yang paling kuat maka itulah yang akan membentuk diri individu.
Beberapa konsep tentang hakikat dasar manusia:[17]
1.    Tingkah laku manusia diperoleh dari belajar dan proses terbentuknya kepribadian adalah dari proses pemasakan dan proses belajar.
2.    Kepribadian manusia berkembang bersama-sama dengan interaksinya dengan lingkungan
3.    Setiap orang lahir dengan membawa kebutuhan bawaan, tetapi sebagian besar kebutuhan dipelajari dari interaksi dengan lingkungan.
4.    Manusia tidak lahir baik atau jahat, tetapi netral. Bagaimana kepribadian seseorang dikembangakan tergantung interaksi dengan lingkungan.
5.    Manusia mempunyai tugas untuk berkembang. Dan semua tugas perkembangan adalah tugas yang harus diselesaikan dengan belajar.
4.    Asumsi dasar prilaku bermasalah
1.      Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan.
2.      Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentu dari cara belajar atau lingkungan yang salah.
3.      Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat.
4.      Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga tingkah laku tersebut dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar
5.    Tujuan Konseling behavioral
Tujuan umum dari terapi behavior ialah untuk meningkatkan pilihan pribadi dan untuk menciptakan kondisi baru untuk belajar; mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi perilaku dan menemukan tindakan untuk mengatasi tingkah laku bermasalah.
Terapi behavioral bertujuan untuk membantu klien memperoleh perilaku baru, mengeliminasi perilaku yang maladaptif dan memperkuat serta mempertahankan perilaku yang adaptif.[18]
Tujuan konseling behavioral berorientasi pada pengubahan atau modifikasi perilaku konseli, yang di antaranya :
1.    Menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar
2.    Penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif
3.    Memberi pengalaman belajar yang adaptif namun belum dipelajari
4.    Membantu konseli membuang respon-respon yang lama yang merusak diri atau maladaptif dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat dan sesuai (adjustive).
5.    Konseli belajar perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang maladaptive, memperkuat serta mempertahankan perilaku yang diinginkan.
6.    Penetapan tujuan dan tingkah laku serta upaya pencapaian sasaran dilakukan bersama antara konseli dan konselor.
6.    Sikap, peran, dan tugas Konselor
Konselor dalam behavior therapy secara umum berfungsi sebagai guru dalam mendiaknosa tingkah laku yang tidak tepat dan mengarah pada tingkah laku yang lebih baik. Peran konselor secara khusus diantaranya: (a) Merumuskan masalah yang dialami klien dan menetapkan apakah konselor dapat membantu pemecahannya atu tidak; (b) Konselor memegang sebagian besar tanggung jawab atas kegiatan konseling, khususnya tentang teknik-teknik yang digunakan dalam konseling; (c) Konselor mengontrol proses konseling dan bertanggung jawab atas hasil-hasilnya.
Sikap yang dimiliki oleh konselor behavior ialah menerima, dan mencoba memahami apa yang dikemukakan konseli tanpa menilai atau mengkritiknya. Dalam proses terapi, konselor berperan sebagai guru atau mentor.[19]
Praktisi behavior harus memiliki keterampilan, sensitivitas, dan kecerdasan klinis. Mereka menggunakan beberapa teknik umum dengan pendekatan lain, seperti meringkas klarifikasi, refleksi, dan pertanyaan terbuka. Namun, terapis behavior melakukan fungsi lain juga:
·      Berdasarkan penilaian fungsional yang komprehensif, terapis merumuskan tujuan pengobatan awal dan desain dan mengimplementasikan rencana perawatan untuk mencapai tujuan tersebut.
·      Para terapis menggunakan strategi behavior yang memiliki dukungan penelitian untuk digunakan dengan jenis tertentu dari masalah. Strategi-strategi ini digunakan untuk kemajuan generalisasi dan pemeliharaan perubahan perilaku.
·      Terapis mengevaluasi keberhasilan rencana perubahan dengan mengukur kemajuan menuju tujuan sepanjang durasi pengobatan. Ukuran hasil yang diberikan kepada klien pada awal pengobatan dan dikumpulkan lagi secara periodik selama dan setelah perawatan untuk menentukan apakah rencana strategi dan pengobatan bekerja. Jika tidak, penyesuaian dilakukan dalam strategi yang digunakan.
·      Tugas utama terapis adalah untuk melakukan tindak lanjut penilaian untuk melihat apakah perubahan yang tahan lama dari waktu ke waktu. Klien belajar bagaimana mengidentifikasi dan mengatasi kemunduran potensial. Penekanannya adalah pada membantu klien mempertahankan perubahan dari waktu ke waktu dan memperoleh keterampilan mengatasi perilaku dan kognitif untuk mencegahnya kambuh.

7.      Sikap, peran, dan tugas Konseli
Dalam konseling behavioral klien dan konselor aktif terlibat di dalamnya. Klien secara aktif terlibat dalam pemilihan dan penentuan tujuan serta memiliki motivasi untuk berubah dan bersedia bekerjasama dalam melaksanakan kegiatan konseling. Peran penting klien dalam konseling adalah klien didorong untuk bereksperimen dengan tingkah laku baru yang bertujuan untuk memperluas perbendaharaan tingkah laku adaptifnya serta dapat menerapkan perilaku tersebut dalah kehidupan sehari-hari.[20]
Terapi behavior memiliki prosedur kerja yang jelas, sehingga konselor dan konseli memiliki peran yang jelas. Ini berarti untuk mencapai tujuan terapi sangat dibutuhkan kerjasama yang baik antara konselor dan konseli. Adapun sikap, peran dan tugas konseli dalam proses terapi ialah meliputi :
·      Memiliki motivasi untuk berubah
·      Kesadaran dan partisipasi konseli dalam proses terapi, baik selama sesi terapi maupun dalam kehidupan sehari-hari
·      Klien terlibat dalam latihan perilaku baru dan umumnya menerima pekerjaan rumah yang aktif (seperti self-monitoring perilaku bermasalah) untuk menyelesaikan antara sesi terapi.
·      Terus menerapkan perilaku baru setelah pengobatan resmi telah berakhir.
8.      Situasi Hubungan
Bukti klinis dan penelitian menunjukkan bahwa hubungan terapeutik, bahkan dalam konteks orientasi perilaku, dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap proses perubahan perilaku. Kebanyakan praktisi behavior menekankan nilai membangun hubungan kerja kolaboratif. Para terapis behavior terampil mengkonseptualisasikan masalah perilaku dan memanfaatkan hubungan klien-terapis dalam memfasilitasi perubahan. Sebagian besar praktisi behavior berpendapat bahwa faktor-faktor seperti kehangatan, empati, keaslian, permisif, dan penerimaan diperlukan, tetapi tidak cukup, untuk perubahan perilaku terjadi. Terapis behavior berasumsi bahwa klien membuat kemajuan terutama karena teknik perilaku khusus yang digunakan bukan karena hubungan dengan terapis.
Dalam terapi behavioral, hubungan antara terapis dan klien dapat memberikan kontribusi penting bagi perubahan perilaku klien. Hubungan terapis sebagai fasilitator terjadinya perubahan. Sikap konselor seperti empati, permisif, acceptance dianggap sebagai hal yang harus ada, namun tidak cukup untuk bisa menciptakan perubahan perilaku. Masalah ada pada bukan pentingnya hubungan namun peranan hubungan sebagai landasan strategi konseling untuk membantu klien berubah sesuai dengan arah yang dikehendaki.
Dalam kegiatan konseling, konselor memegang peranan aktif dan langsung. Hal ini bertujuan agar konselor dapat menggunakan pengetahuan ilmiah untuk menemukan masalah-masalah konseli sehingga diharapkan kepada perubahan perilaku yang baru. Sistem dan prosedur konseling behavioral amat terdefinisikan, demikian pula peranan yang jelas dari konselor dan konseli.
Konseli harus mampu berpartisipasi dalam kegiatan konseling, ia harus memiliki motivasi untuk berubah, harus bersedia bekerjasama dalam melakukan aktivitas konseling, baik ketika berlangsung konseling maupun diluar konseling.[21]
Dalam hubungan konselor dengan konseli ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu :
1.    Konselor memahami dan menerima konseli
2.    Antara konselor dan konseli saling bekerjasama
3.    Konselor memberikan bantuan dalam arah yang diinginkan konseli.

9.      Tahap-tahap konseling Behavioral
Berbicara tentang langkah-langkah dasar/tahap-tahap dalam proses konseling ditemukan sejumlah bagian yang berbeda-beda. Mengapa identifikasi ini dilakukan adalah untuk mengajarkan ketrampilan-ketrampilan konseling. Walaupun pembagiannya berbeda-beda dapat ditemukan lima tahap pokok yakni:
a.    Assesment, langkah awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika perkembangan klien (untuk mengungkapkan kesuksesan dan kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan interpersonal, tingkah laku penyesuaian, dan area masalahnya) Konselor mendorong klien untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya pada waktu itu. Assesment diperlukan untuk mengidentifikasi motode atau teknik mana yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin diubah.[22]
b.    Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari langkah assessment konselor dan klien menyusun dan merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling. Perumusan tujuan konseling dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (a) Konselor dan klien mendifinisikan masalah yang dihadapi klien; (b) Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling; (c) Konselor dan klien mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan klien : (a) apakah merupakan tujuan yang benar-benar dimiliki dan diinginkan klien; (b) apakah tujuan itu realistik; (c) kemungkinan manfaatnya; dan (d) kemungkinan kerugiannya; (e) Konselor dan klien membuat keputusan apakahmelanjutkan konseling dengan menetapkan teknik yang akan dilaksanakan, mempertimbangkan kembali tujuan yang akan dicapai, atau melakukan referal.[23]
c.    Technique implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan teknik konseling yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan yang menjadi tujuan konseling.
d.    Evaluation termination, yaitu melakukan kegiatan penilaian apakah kegiatan konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil sesuai dengan tujuan konseling.
e.    Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk memperbaiki dan meingkatkan proses konseling.
10.    Teknik-Teknik Konseling Behavioral
Adapun beberapa teknik-teknik dalam konseling behavioral antara lain:
a)    Latihan Asertif
Teknik ini dugunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.
b)   Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.
c)    Pengkondisian Aversi
Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.
Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
d)   Pembentukan Tingkah laku Model
Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.

B.        PERILAKU MENYIMPANG
Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku menyimpang diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat.[24]
Dalam kehidupan masyarakat, semua tindakan manusia dibatasi oleh aturan (norma) untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat. Namun demikian di tengah kehidupan masyarakat kadang-kadang masih kita jumpai tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat, misalnya seorang siswa menyontek pada saat ulangan, berbohong, mencuri, dan mengganggu siswa lain.
Penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi (deviation), sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan disebut devian (deviant). Kebalikan dari perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak menyimpang yang sering disebut dengan konformitas. Konformitas adalah bentuk interaksi sosial yang di dalamnya seseorang berperilaku sesuai dengan harapan kelompok.[25]
Berikut menurut pendapat para ahli tentang pengertian perilaku menyimpang:
Menurut Bruce J. Cohen 
Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat.
Menurut Gillin 
Perilaku menyimpang adalah perilaku yang menyimpang dari norma dan nilai sosial keluarga dan masyarakat yang menjadi penyebab memudarnya ikatan atau solidaritas kelompok.
Menurut Lewis Coser 
Mengemukakan bahwa perilaku menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan sosial.
Menurut James Vander Zenden 
Penyimpangan sosial adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.
Menurut Paul B. Horton  
Mengutarakan bahwa penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat
Menurut Rifhi Siddiq 
Penyimpangan sosial merupakan ketidaksesuaian suatu perilaku yang dimiliki individu maupun kelompok dengan nilai dan norma yang dianut oleh sebagian besar masyarakat di lingkungannya.
Menurut Robert M.Z. Lawang 
Penyimpangan sosial adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang itu.[26]
Dari pengertian di atas, dapat kita simpulkan bahwa prilaku menyimpang adalah prilaku yang tidak sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku di masyarakat.
Dalam suatu lembaga formal, khususnya sekolah, banyak siswa yang melakukan perbuatan menyimpang yakni melanggar peraturan-peraturan  sekolah, salah satunya adalah membolos atau masuk tidak teratur dengan alasan yang tidak jelas.

C.      SIKAP MEMBOLOS
1.         Pengertian Membolos
Membolos dapat diartikan sebagai perilaku siswa yang tidak masuk sekolah dengan alasan yang tidak tepat, atau membolos juga dapat dikatakan sebagai ketidakhadiran siswa tanpa adanya suatu alasan yang jelas. Membolos merupakan salah satu bentuk dari kenakalan siswa, yang jika tidak segera diselesaikan atau dicari solusinnya dapat menimbulkan dampak yang lebih parah. Oleh karena itu penanganan terhadap siswa yang suka membolos menjadi perhatian yang sangat serius.[27]
Membolos adalah tidak masuk selama waktu pelajaran di sekolah. Teasley mendefinisikan membolos sebagai setiap kejadian ketika seorang siswa tidak hadir sekolah. Stou menjelaskan bahwa perilaku membolos merupakan perilaku sebagai absen dari sekolah untuk alasan yang tidak sah. Sedangkan Reeves (2006) mendefinisikan membolos sebagai ketidakhadiran tanpa alasan selama lima kali atau lebih per semester. 
Selanjutnya Hartenstein mendefinisikan membolos sebagai berikut: pembolos yang telah terbiasa membolos adalah anak-anak usia sekolah yang tidak hadir tanpa alasan yang jelas selama lima hari atau lebih secara berurutan, tujuh hari atau lebih pada hari sekolah dalam satu bulan, dua belas hari atau lebih pada hari sekolah dalam 1(satu) tahun ajaran. Bell et. mendefinisikan membolos sebagai ketidakhadiran yang melanggar peraturan dimana tidak ada permintaan izin, tanpa sepengetahuan sekolah, serta persetujuan orang tua. Ketidakhadiran yang tidak diketahui atau disetujui oleh orang tua. Tidak disetujui oleh sekolah, dan tidak dapat untuk dimaafkan. Jensen menjelaskan bahwa membolos termasuk jenis kenakalan yang melawan status, artinya siswa yang membolos telah mengingkari statusnya sebagai pelajar karena tidak hadir dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. 

2.         Faktor-faktor Membolos
Penyebab siswa membolos dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa faktor - faktor penyebab siswa membolos dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa bisa berupa karakter siswa yang memang suka membolos, sekolah hanya dijadikan tempat mangkal dari rutinitas - rutinitas yang membosankan di rumah.
Sementara itu, faktor eksternal adalah faktor yang dipengaruhi dari luar siswa, misalnya kebijakan sekolah yang tidak berdamai dengan kepentingan siswa, guru yang tidak profesional, fasilitas penunjang sekolah misal laboratorium dan perpustakaan yang tidak memadai, bisa juga kurikulum yang kurang bersahabat sehingga mempengaruhi proses belajar di sekolah.[28]
Selain faktor internal dan faktor eksternal yang telah dikemukakan di atas, faktor pendukung munculnya perilaku membolos sekolah pada remaja juga dapat dikelompokkan sebagai berikut:
v Faktor Keluarga
Mungkin kita pernah mendengar (atau mungkin sering) ada siswa yang tidak diperbolehkan masuk sekolah oleh orang tuanya. Untuk suatu alasan tertentu mungkin hal ini dianggap paling efisien untuk mengatasi krisis atau permasalahan dalam keluarganya. Misalkan kakaknya sakit, sementara kedua orang tuanya harus pergi bekerja mencari nafkah. Untuk menemani kakaknya tersebut maka adiknya terpaksa tidak masuk sekolah. Untuk alasan tersebut bolehlah sang adik tidak masuk sekolah. Tapi yang menjadi masalah terkadang anak tersebut tidak membuat surat izin kepada pihak sekolah, sehingga pihak sekolah tidak tahu duduk permasalahannya. Yang mereka tahu si A membolos. Sementara dampaknya bagi anak tersebut ialah ia harus kehilangan waktu belajarnya. Jika hal ini menjadi kebiasaan (membolos), lambat laun siswa tersebut tidak peduli lagi dengan peraturan. Ia akan berbuat seenaknya, terserah mau masuk atau tidak.
Di zaman modern seperti sekarang ini uang selalu dapat berbicara, tak terkecuali pada bidang pendidikan. Banyak sekolah-sekolah yang mengharuskan siswa-siswanya untuk membeli LKS, buku wajib, dan segala dan kebutuhan lain demi kepentingan proses belajar. Untuk barang-barang tersebut kadang orang tua tidak mau mengeluarkan uang untuk membelinya. Maka siswa yang tidak membeli akan malu pada siswa lain yang membeli. Dan siswa yang tidak membeli akan malas untuk berangkat ke sekolah.[29]
v Kurangnya Kepercayaan Diri
Sering rasa kurang percaya diri menjadi penghambat segala aktifitas. Faktor utama penghalang kesuksesan ialah kurangnya rasa percaya diri. Ia mematikan kreatifitas siswa. Meskipun begitu banyak ide dan kecerdasan yang dimiliki siswa, tetapi jika tidak berani atau merasa tidak mampu untuk melakukannya sama saja percuma. Perasaan diri tidak mampu dan takut akan selalu gagal membuat siswa tidak percaya diri dengan segala yang dilakukannya. Ia tidak ingin malu, merasa tidak berharga, serta dicemoohsebagai akibat dari kegagalan tersebut. Perasaan rendah diri tidak selalu muncul pada setiap mata pelajaran. Terkadang ia merasa tidak mampu dengan mata pelajaran matematika, tetapi ia mampu pada mata pelajaran biologi. Pada mata pelajaran yang ia tidak suka, ia cenderung berusaha untuk menghindarinya, sehingga ia akan pilih-pilih jika akan masuk sekolah. Sementara itu siswa tidak menyadari bahwa dengan tidak masuk sekolah justru membuat dirinya ketinggalan materi pelajaran. Melarikan diri dari masalah malah akan menambah masalah tersebut.
v Perasaan yang Termarginalkan
Perasaan tersisihkan tentu tidak diinginkan semua orang. Tetapi kadang rasa itu muncul tanpa kita inginkan. Seringkali anak dibuat merasa bahwa ia tidak diinginkan atau diterima di kelasnya. Perasaan ini bisa berasal dari teman sekelas atau mungkin gurunya sendiri dengan sindiran atau ucapan. Siswa yang ditolak oleh teman-teman sekelasnya, akan merasa lebih aman berada di rumah. Ada siswa yang tidak masuk sekolah karena takut oleh ancaman temannya. Ada juga yang diacuhkan oleh teman-temannya, ia tidak diajak bermain, atau mengobrol bersama. Penolakan siswa terhadap siswa lain dapat disebabkan oleh faktor tertentu, misalnya faktor SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan).[30]
v Faktor Personal
Faktor personal misalnya terkait dengan menurunnya motivasi atau hilangnya minat akademik siswa, kondisi ketinggalan pelajaran, atau karena kenakalan remaja seperti konsumsi alkohol dan minuman keras.[31]
v Faktor yang Berasal dari Sekolah
Tanpa disadari, pihak sekolah bisa jadi menyebabkan perilaku membolos pada remaja, karena sekolah kurang memiliki kepedulian terhadap apa yang terjadi pada siswa. Awalnya barangkali siswa membolos karena faktor personal atau permasalahan dalam keluarganya. Kemudian masalah muncul karena sekolah tidak memberikan tindakan yang konsisten, kadang menghukum kadang menghiraukannya. Ketidakkonsistenan ini akan berakibat pada kebingungan siswa dalam berperilaku sehingga tak jarang mereka mencoba - coba membolos lagi. Jika penyebab banyaknya perilaku membolos adalah faktor tersebut, maka penanganan dapat dilakukan dengan melakukan penegakan disiplin sekolah. Peraturan sekolah harus lebih jelas dengan sangsi-sangsi yang dipaparkan secara eksplisit, termasuk peraturan mengenai presensi siswa sehingga perilaku membolos dapat diminimalkan.
Selanjutnya, faktor lain yang perlu diperhatikan pihak sekolah adalah kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di sekolah. Dalam menghadapi siswa yang sering membolos, pendekatan individual perlu dilakukan oleh pihak sekolah. Selain terkait dengan permasalahan pribadi dan keluarga, kepada siswa perlu ditanyakan pandangan mereka terhadap kegiatan belajar di sekolah, apakah siswa merasa tugas - tugas yang ada sangat mudah sehingga membosankan dan kurang menantang atau sebaliknya sangat sulit sehingga membuat frustasi. [32]
Tugas pihak sekolah dalam membantu menurunkan perilaku membolos adalah mengusahakan kondisi sekolah hingga nyaman bagi siswa - siswanya. Kondisi ini meliputi proses belajar mengajar di kelas, proses administratif serta informal di luar kelas.[33]      
Dalam setting sekolah, guru memiliki peran penting pada perilaku siswa, termasuk perilaku membolos. Jika guru tidak memperhatikan siswanya dengan baik dan hanya berorientasi pada selesainya penyampaian materi pelajaran di kelas, peluang perilaku membolos pada siswa semakin besar karena siswa tidak merasakan menariknya pergi ke sekolah. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk memperhatikan siswa sehingga mereka tertarik datang dan merasakan manfaat sekolah adalah dengan melakukan pengenalan terhadap apa yang menjadi minat tiap siswa, apa yang menyulitkan bagi mereka, serta bagaimana perkembangan mereka selama dalam proses pembelajaran. Dengan perhatian seperti itu siswa akan terdorong untuk lebih terbuka terhadap guru sehingga jika ada permasalahan, guru dapat segera membantu. Dengan suasana seperti itu siswa akan tertarik pergi ke sekolah dan perilaku membolos yang mengarah pada kenakalan remaja dapat dikurangi. Tentu saja, pendekatan dari pihak sekolah ini hanya menjadi salah satu faktor saja. Faktor lainnya seperti faktor personal dan faktor keluarga juga tak kalah penting dan memberi kontribusi besar dalam perilaku membolos, sehingga pencarian mengenai penyebab yang pasti dari perilaku membolos perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum kita menetapkan pihak mana yang layak melakukan intervensi.
Sekolah merupakan tempat terjadinya proses belajar mengajar. Di sana tempat siswa - siswa belajar ilmu pengetahuan. Belajar akan lebih berhasil bila bahan yang dipelajari menarik perhatian anak. Karena itu bahan harus dipilih yang sesuai dengan minat anak atau yang di dalamnya nampak dengan jelas adanya tujuan yang sesuai dengan tujuan anak melakukan aktivitas belajar. Jadi, suasana kelas sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Selain itu, tujuan pembelajaran yang jelas juga akan memudahkan siswa dalam pemahamannys. Sehingga siswa tidak akan bosan dan mudah mengikuti kegiatan pembelajaran.
Jadi, dapat dikatakan bahwa faktor sekolah merupakan faktor yang berisiko meningkatkan munculnya perilaku membolos pada remaja, yaitu antara lain kebijakan mengenai pembolosan yang tidak konsisten, interaksi yang minim antara orang tua siswa dengan pihak sekolah, guru-guru yang tidak suportif, atau tugas-tugas sekolah yang kurang menantang bagi siswa.
3.       Akibat yang ditimbulkan
Anak yang dapat ke sekolah tapi sering membolos, akan mengalami kegagalan dalam pelajaran. Meskipun dalam teori guru harus bersedia membantu anak mengejar pelajaran yang ketinggalan, tetapi dalam prakteknya hal ini sukar dilaksanakan. Kelas berjalan terus. Bahkan meskipun ia hadir, ia tidak mengerti apa yang diajarkan oleh guru, karena ia tidak mempelajari dasar - dasar dari mata pelajaran - mata pelajaran yang diperlukan untuk mengerti apa yang diajarkan.[34]
Selain mengalami kegagalan belajar, siswa tersebut juga akan mengalami marginalisasi atau perasaan tersisihkan oleh teman-temannya. Hal ini kadang terjadi manakala siswa tersebut sudah begitu “parah” keadaannya sehingga anggapan teman-temannya ia anak nakal dan perlu menjaga jarak dengannya.
Hal yang tidak mungkin terlewatkan ketika siswa membolos ialah hilangnya rasa disiplin, ketaatan terhadap peraturan sekolah berkurang. Bila diteruskan, siswa akan acuh tak acuh pada urusan sekolahnya. Dan yang lebih parah siswa dapat dikeluarkan dari sekolah. Lalu karena tidak masuk, secara otomatis ia tidak mengikuti pelajaran yang disampaikan guru. Akhirnya ia harus belajar sendiri untuk mengejar ketertinggalannya. Masalah akan muncul manakala ia tidak memahami materi bahasan. Sudah pasti ini juga akan berpengaruh pada nilai ulangannya.
4.       Upaya mengatasi siswa membolos
Sebab suatu perilaku membolos teryata mempunyai latar belakang lingkungan dan kehidupan social yang buruk. Ini bisa dari lingkungan keluarga, teman dan masyarakat. Tidak jarang juga dari status ekonomi keluarga dalam masyarakat.
Faktor eksogen, remaja hidup dalam interaksi dengan lingkungan, sehingga mendapat pengaruh yang besar pula bagi pembentukan pribadinya. Lingkungan yang sehat dengan menanamkan pendidikan yang benar dan ada hbungan yang harmonis memungkinkan seseorang dapat menjadikan lebih dewasa dan matang dalam kepribadian. Keadaan keluarga, sekolah dan masyarakat menentukan pula kemungkinan berkembangnya pribadi tersebut.
Usaha penanggulangan masalah membolos salah satunya menggunakan pendekatan behavioral  therapy atau terapi behavioral. Konsep dasarnya mengubah prilaku akibat lingkungan dan proses belajar yang salah. Karena pada dasarnya manusia menurut teori behavioral adalah manusia yang dapat dibentuk dari lingkungan melalui proses belajar. pendekatan ini juga bisa dikatakan atau menekankan pada perubahan tingkah laku. Pendekatan ini akan membimbing anak mampu mengubah prilaku yang maladaptif, dan membentuk prilaku baru yang adaptif.[35]
BAB III
LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
1.  Sejarah SMK PGRI 1 Surabaya
Sekolah Teknologi Menengah (STM) PGRI 1 Surabaya awal mula saat didirikan, merupakan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK ) Swasta tergolong tua di Surabaya. STM PGRI 1 Surabaya dibawah naungan YPLP PGRI Jawa Timur yang sekarang berganti PPLP PGRI Jawa Timur.
STM PGRI 1 Surabaya berdiri pada tahun pelajaran 1997 – 1998, lebih tepatnya dokumen SK berdiri pada tanggal 25 Nopember 1978. Kelahiran STM PGRI 1 Surabaya didorong atas dasar melihat banyaknya siswa tamatan SMPyang ingin melanjutkan ke STM Negeri tetapi tidak diterima karena terbatasnya fasilitas ruang, maka didirikan STM PGRI 1 Surabaya.[36]
Pemrakarsa berdirinya STM PGRI1 Surabaya pada tahun 1977 / 1978 adalah: Soewarno, BA, Drs. J. Soewito, Giman Winarto, Drs. Ismanan, dan Lanjtur Soedarsono. Pada saat didirikan terdapat 3 (tiga) jurusan: 1. Mesin Tenaga, 2.Listrik Instalasi, 3. Bangunan Gedung.
Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan pada sore hari dan menumpang di STM Negeri 1 Surabaya Jl. Patua No. 26 Surabaya. Pada tahun 1997 mulai membangun gedung sendiri, tahun 2000 mulai berangsur-angsur menempati gedung sendiri di Jl. Jemursari VIII No. 120 Surabaya,Kelurahan Jemurwonosari, Kecamatan Wonocolo, Kota Surabaya.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 36/0/1997, tanggal 7 Maret 1998 tentang perubahan nomor klatur STM menjadi SMK, maka STM PGRI 1 Surabaya menjadi SMK PGRI 1 Surasbaya. Pada perkembangannya SMK PGRI 1 Surabaya berupaya meningkatkan pelayanan, peralatan, sehingga dapat meningkatkan Status: TERDAFTAR, DIAKUI dan DISAMAKAN.
Perkembangan selanjutnya meningkat statusnya menjadi Sekolah Standar Nasional (SSN). Peningkatan status merupakan tantangan bagi SMK PGRI 1 Surabaya, maka untuk itu SMK PGRI 1 Surabaya berupaya untuk mendapatkan Sertifikat Manajemen Mutu ISO 9001 : 2008 dari Tuv Nord dan pada tanggal 5 Mei 2010 SMK PGRI 1 Surabaya telah mendapatkan Sertifikat ISO 9001 : 2008.[37]
2. Profil SMK PGRI 1 Surabaya
a. Lokasi
1.    Letak: Dalam Kota
2.    Transportasi: Kendaraan Umum Lancar
3.    Jarak Lokasi ke jalan raya: ± 400 m

b.    Kondisi Lokasi
1.    Jalan menuju sekolah: Jalan Aspal
2.    Lingkungan Sekolah: Pendidikan, Rumah Sakit, & Perkampungan
3.    Sumber Polusi: Tidak Ada

c.    Utilitas :
1.    Sarana Penerangan: 23000 kwh / 220 volt
2.    Sarana Air Bersih :
·         PDAM
·         Sumur 1 titik
3.    Sarana Komunikasi :
·         Telepon
·         Faximile
·         Internet
d.    Tanah
1. Status: Luas : 2302,49 m2
2. Peruntukan Tanah:
·         Bangunan    : 816,41 m2
·         Tanpa Bangunan  :  1486,08 m2
3.Keadaan Lokasi: Tanah Paving
4.Topogravi: Tanah datar

e.    Insfrastruktur
1. Kondisi jalam dan tempat parkir: Baik
2.    Pembuangan Limbah: Baik, saluran terbuka
3.    Pagar halaman: Tembok keliling
4.    Penerangan halaman: Ada
3. Visi dan Misi SMK PGRI 1 Surabaya
Untuk  bisa terlaksananya program pendidikan di SMK PGRI 1 Surabaya ini dengan baik dan lancar, maka pihak sekolah perlu membuat suatu visi dan misi dini dan kedepan. Adapun visi dan misi SMK PGRI 1 Surabaya adalah sebagai berikut:[38]
a)      Visi Sekolah, yaitu terwujudnya Sekolah Menengah Kejuruan bermutu yang dapat mensejahterakan siswa, guru dan karyawan.

b)      Misi sekolah, yaitu mempersiapkan siswa menjadi tenaga tingkat menengah yang terampil, jujur, santun, bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, untuk mengisi lapangan kerja yang ada di DU/DI atau Mandiri.


















4. Struktur Organisasi SMK PGRI 1 Surabaya[39]











Kepala Sekolah
Drs. H. M. Gunawan, S.MM
 






















5. Daftar Siswa Kelas X yang Membolos di SMK PGRI 1 Surabaya
Bantuan Siswa Yang Berkasus Bulan April
SMK PGRI 1 Surabaya
Tahun ajaran 2012/2013
NO
NAMA
KELAS
WALI KELAS
KASUS
KETERANGAN
1
M. Okky Jerry Reynaldo
X TITL
Wiwik P. S.pd
Sering tidak masuk
Surat panggilan ke 2
2
Agung Nugroho
X TITL
Wiwik P. S.pd
Sering tidak masuk
Panggilan telp
3
Muhammad Nur Cahya
X TITL
Wiwik P. S.pd
Sering tidak masuk
Pembinaan
4
Deni Tri Darmawan
X TPM 1
Ratnaningsih Sw,. SE
Sering tidak masuk
Surat panggilan ke 2
5
Moch. Bagus Purnomo
X TPM 1
Ratnaningsih Sw,. SE
Sering tidak masuk
Surat panggilan ke 2
6
M. Fadel
X TPM 2
Siti Chamidah,. S.pd
Sering tidak masuk
Surat panggilan ke 2
7
Wahyu Bima M.P
X TPM 2
Siti Chamidah,. S.pd
Sering tidak masuk
Surat panggilan ke 2
8
Ade Yoga Prasetyo 2x
X T.OKR 1
Soelistohadi BR,. MM
Sering tidak masuk
Pembinaan
9
M. David Yunus
X T.OKR 1
Soelistohadi BR,. MM
Sering tidak masuk
Pembinaan
10
Lintang Syaiku Muhammadun
X T.OKR 2
Santi Lestari,. S.Pd
Sering tidak masuk
Pembinaan
11
Boby Yulianto
X T.OKR 2
Santi Lestari,. S.Pd
Sering tidak masuk
Pembinaan
12
Adham Bakir
X T.OKR 3
Sutriani,. S.Pd
Sering tidak masuk
Surat panggilan ke 2
13
Afri Riyantoro
X T.OKR 3
Sutriani,. S.Pd
Sering tidak masuk
Surat panggilan ke 2
14
Nur Wahidin
X T.OKR 3
Sutriani,. S.Pd
Sering tidak masuk
Surat panggilan ke 1
15
Igham Bakir
X T.OKR 3
Sutriani,. S.Pd
Sering tidak masuk
Surat panggilan ke 2
16
Alfhiyan Yudistira Fajriawan
X T.OKR 4
Abi Nahar S.Pd
Sering tidak masuk
Surat panggilan ke 2
17
Amerta Adi Pranata
X T.OKR 4
Abi Nahar S.Pd
Sering tidak masuk
Pembinaan
18
Sandy Budi Laksono
X T.OKR 4
Abi Nahar S.Pd
Sering tidak masuk
Pembinaan
19
Agus Sutrisnanto
X T.OKR 4
Abi Nahar S.Pd
Sering tidak masuk
Pembinaan
20
Bayu Bagas Prasetyo
X T.OKR 4
Abi Nahar S.Pd
Sering tidak masuk
Pembinaan
20
M. Zakaria Andrianto
X T.OKR 4
Abi Nahar S.Pd
Sering tidak masuk
Surat panggilan ke 2

6. Kurikulum SMK PGRI 1 Surabaya
Kurikulum SMK PGRI 1 mengacu pada  kebutuhan masyarakat akan pentingnya pendidikan yang mampu menghasilkan tamatan yang langsung berkerja. Proses belajar mengajar berlangsung secara teori di kelas yang ditunjang dengan praktek di bengkel sendiri secara berkala setiap minggu. Disamping itu, siswa juga diberi kesempatan untuk melakukan kegiatan magang kerja di industri-industri ternama yang relevan dengan program keahlian siswa.[40]

7. Ekstrakurikuler SMK PGRI 1 Surabaya
1.  Bola Volley
Latihan bola volley dilakukan setiap hari rabu dan jumat. Dibina oleh guru SMK PGRI I Surabaya, Agus Suparno  Sp,d. Disini siswa dilatih cara tehnik pasing. Smas, servis dan permainan yang benar disamping itu siswa dilatih juga fisik dan taktik menyerang dan bertahan  yang sesuai dengan peraturan PBVSI. Latihan dilaksanakan pada pukul 18.30 ( malam hari ) di lapangan volley SMK PGRI I .
Inventarisasi barang  ekstrakurikuler:
-   Bola Volley sejumlah: 8 buah
-   Net Volley sejumlah: 2 buah
-   Kaos Team sejumlah: 12 buah

Prestasi  kejuaraan yang diikuti:
·     Juara II  BAPOPSI  SMU/SMK se kecamatan Wonocolo tahun 2005
·     Juara II  BAPOPSI  SMU/SMK se Kegamatan Wonocolo  tahun 2006
·     Juara I  BZPOPSI  SMU/SMK se Kecamatan Wonocolo  tahun  2007
·     Juara III  Bola volley antar SMU/SMK se Kota Surabaya  ( KONI ) November 2008
·     Juara III  Bola volley  STESIA  CUP dalam rangka dies natalis ke 37, pada tanggal 15 – 20 mei 2009
·     Juara II antar SMU/SMK dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Kota Surabaya tahun 2009
·     Juara IV ( harapan) kejuaraan bola voley putra STESIA  CUP 2010
·     Mengikuti kejuaraan kejuaraan antara lain UPN CUP, PETRA CUP 2008. SMANDELA CUP 2007. KONI 2007,2008.2009.2010 , DINAS PENDIDIKAN  2011

2. Sepak Takraw
Ekstrakurikuler sepak takraw dilatih oleh Drs. Achmad Royan, pembina dari guru SMK PGRI I Surabaya latihan dilaksanakan setiap hari minggu pukul 15.00 di lapangan SMK PGRI I. Siswa dilatih mengenai materi pasing sila, punggung kaki, sundulan kepala, paha, cara melempar bola  tekong, menendang dan mengoper bola. Kegiatan yang diikuti: Turnamaen antar SMU/SMK se-Kota Surabaya tahun 2011.[41]
3. Futsal
Eksrakurikuler futsal di latih oleh  Agus Suparno S.Pd. Latihan dilaksanakan diantaranya dilapangan sekolah SMK PGRI I Surabaya dan menyewa lapangan diluar sekolah. Latihan dilahsanakan pada hari minggu pukul 06.30. Disini siswa dilatih cara menendang, mengoper , kengontrol disamping latihan yang tidak kalah penting yaitu mengenai tehnik permainan dan peraturan permainan pertandingan. Latihan yang diberikan kepada siswa antara lain fisik tehnik taktik dan mental. Kejuaraan kejuaraan yang pernah di ikuti :
·    Turnamen futsal LP3 I Surabaya tahun 2008
·    Turnamen futsal STESIA CUP antar SMU/SMK se Surabaya 2011
·    Turnamen  UBAYA CUP 2011
·    Turnamen futsal antar SMU/SMK di selenggarakan oleh DIKNAS KOTA Surabaya tahun 2011
Prestasi yang di capai :
·    Juara II Futsal BFC Com 2011 diselenggarakan oleh FBE  UBAYA CUP
·    Juara   I  Futsal antar SMU/SMK se Surabaya di selenggarakan oleh DIKNAS PENDIDIKAN KOTA Surabaya TAHUN 2011
4. Bola Basket
Eksrakurikuler bola basket dilaksanakan setiap hari selasa pukul 18.30  ( malam) di bina oleh Drs Agus dan dibantu oleh Alumni SMK PGRI I. Disin siswa dilatih cara pasing, dribling, sutting yang baik dan benar. Latihan idilaksanakan di lapangan SMK PGRI I Surabaya. SMK PGRI sering mengirimkan perwakilan siswa mengikuti lomba LKS SMK  di Banyuwangi 2007, Jember 2008 juara 1,  Tulungagung 2009 . Mengikuti DETEKSI JAWA POS tahun 2007 (Team peserta turnamen).[42]
8. Fasilitas SMK PGRI 1 Surabaya
·      Ruang Praktek Instalasi Tenaga Listrik
·      Ruang Praktek Teknik Pemesinan
·      Ruang Praktek Simulator CNC
·      Ruang Praktek Dasar dan Pengukuran
·      Ruang Praktek Teknik Kendaraan Ringan
·      Ruang Bengkel Sepeda Motor
·      Ruang Kelistrikan Body Standar
·      Ruang Gambar Mesin
·      Ruang Laboratorium Komputer
·      Musholla
·      Koperasi Siswa
·      Perpustakaan
·      Lapangan Olahraga (Basket, Volly, Futsal)[43]
B. PENYAJIAN DATA DAN ANALISA DATA
1. Perencanaan Sistem BK bagi Anak Membolos di SMK PGRI 1 Surabaya
SMK PGRI 1 Surabaya telah mengikuti prosedur yang ada dalam menangani permasalahan siswa yang suka membolos, mulai dari tahap identifikasi, instrument yang digunakan dan mekanisme yang dilaksanakan sehingga mencapai hasil yang maksimal.
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan Waka Kurikulum Drs. Sudjianto, penulis mengetahui bahwa perencanan dalam menaggulangi siswa membolos dengan menerapkan teknik Reinforcement dan menggunakan teknik pemberian Reward dan Punishment.
Program yang dirancang dalam membentuk sistem yang tepat adalah sebagai berikut.[44]
a. Input Siswa (peserta didik)
Penerimaan siswa baru di SMK PGRI 1 Surabaya dilaksanakan setiap tahun ajaran baru, dan seleksinnya adalah semua siswa berjenis kelamin laki-laki yang mempunnyai bakat dan minat dalam mengambil program kejuruan yang akan ditemuh selama 3 tahun di SMK. Saat penerimaan siswa baru, penjabaran peraturan tentang tata tertib sekolah telah disampaikan melalui pemberian layanan informasi. Sejak awal, telah terjadi kontrak ketertiban dan menekankan pada larangan membolos. Karena notabene pelanggaran yang sering terjadi dan mendapat rating pertama kasus penyimpangan di SMK PGRI 1 Surabaya adalah kasus membolos. Sebab dari itu, peraturan sekolah telah di infokan sejak awal.[45]
b. Kurikulum
Kurikulum yang digunakan di SMK PGRI 1 mengacu pada  kebutuhan masyarakat akan pentingnya pendidikan yang mampu menghasilkan tamatan yang langsung berkerja. Proses belajar mengajar berlangsung secara teori di kelas yang ditunjang dengan praktek di bengkel sendiri secara berkala setiap minggu. Disamping itu, siswa juga diberi kesempatan untuk melakukan kegiatan magang kerja di industri-industri ternama yang relevan dengan program keahlian siswa.
Karena orientasi dari SMK adalah praktek kerja lapangan, maka sangat wajar jika perilaku dari siswa cederung lebih bebas. Karena praktek di bengkel-bengkel lebih menyenangkan, dari pada hanya duduk termangu mendengarkan pemaparan teori dikelas.[46]
Dari penyajian data diatas, penulis dapat menganalisa bahwa penggunaan kurikulum yang diberikan sudah cukup bagus dan relevan. Karena kurikulum yang digunakan yakni materi serta praktek dilapangan yang diberikan sudah sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan masyarakat saat ini.
c. Lingkungan
Agar pendidikan SMK PGRI 1 Surabaya dapat terlaksana dengan tepat, maka sekolah harus melibatkan semua pihak baik orang tua siswa, guru dan masyarakat. Agar masyarakat bersedia berpartisipasi memajukan sekolah, maka pihak sekolah melakukan berbagai macam hal yaitu dengan cara memberitahu masyarakat mengenai program-program sekolah, serta mengenai peraturan dan tata tertib yang berlaku di SMK PGRI 1 Surabaya. Baik program yang telah dilaksanakan, maupun program yang akan dilaksanakan. Serta berbagai macam pemaparan tentang ancang-ancang punishment bagi siswa yang melanggar tata tertib sekolah. Sehingga masyarakat mendapat gambaran yang jelas tentang SMK PGRI 1 Surabaya.
Sedangkan bagi orang tua diharapkan dapat bekerjasama dengan guru kelas, serta guru pembimbing BK, karena dengan adanya kerjasama maka pihak sekolah serta orang tua dapat mengetahui perkembangan anaknya baik dilingkungan sekolah maupun di lingkungan rumah.
Dari hasil penelitian diatas, bahwasanya untuk menghangatkan kesenjangan sekolah dengan orang tua serta lingkungan yang siswanya didapati melakukan pelanggaran tata tertib sekolah membolos, maka sekolah memberikan sosialisasi kepada lingkungan dan orang tua siswa dengan tujuan agar lingkungan sekolah serta orang tua memahami kondisi sekolah. Jadi, untuk memperlancar tegaknya peraturan tata tertib sekolah, sekolah memberikan wadah komunikasi yang terbentuk dengan sebutan komite sekolah.[47]
2. Implementasi Konseling Behavioral pada Siswa Menyimpang di SMK PGRI 1 Surabaya
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan guru pembimbing BK dan juga dari hasil observasi yang penulis lakukan pada kelas X, maka penulis dapat mengetahui bagaimana pelaksannaan sistem pembelajaran, model pembelajaran, strategi atau metode yang di gunakan di SMK PGRI 1 Surabaya.[48]
Setelah sebelumnya penulis paparkan mengenai kajian teori, maka kami sajikan dalam bentuk empiris dari data yang terkumpul  berdasarkan hasil penelitian. Adapun hasil penelitian yang perlu kami sajikan mengenai implementasi konseling behavioral di SMK 1 PGRI Surabaya yaitu berdasarkan pelaksanaannya.
1)      Tahap-tahap konseling dalam menangani perilaku menyimpang siswa (membolos)
Dalam menangani siswa berperilaku menyimpang (membolos) guru BK melakukan tahap-tahap konseling, yakni:
f.       Assesment, langkah awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika perkembangan siswa (untuk mengungkapkan kesuksesan dan kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan interpersonal, tingkah laku penyesuaian, dan area masalahnya). Guru BK mendorong siswa untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya sebagai alasan mengapa siswa melakukan penyimpangan membolos. Assesment diperlukan untuk mengidentifikasi metode atau teknik mana yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin diubah.[49]
g.       Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari langkah assessment Guru BK dan klien menyusun dan merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling. Perumusan tujuan konseling dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (a) Guru BK dan siswa mendifinisikan masalah yang dihadapi klien; (b) Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling; (c) Guru BK dan siswa mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan siswa :
1. Apakah merupakan tujuan yang benar-benar dimiliki dan diinginkan siswa;  
2. Apakah tujuan itu realistik;
3. Kemungkinan manfaatnya; dan
4. Kemungkinan kerugiannya;
5. Guru BK dan siswa membuat keputusan apakah melanjutkan konseling dengan menetapkan teknik yang akan dilaksanakan, mempertimbangkan kembali tujuan yang akan dicapai, atau melakukan referal.
h.      Technique implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan teknik konseling yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan yang menjadi tujuan konseling.
i.        Evaluation termination, yaitu melakukan kegiatan penilaian apakah kegiatan konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil sesuai dengan tujuan konseling.
j.        Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk memperbaiki dan meingkatkan proses konseling.[50]

2)      Teknik-teknik konseling behavioral dalam Menangani Perilaku Membolos Siswa
Adapun beberapa teknik-teknik dalam konseling behavioral antara lain:
e)  Latihan Asertif
Teknik ini digunakan untuk melatih siswa yang mempunyai kebiasaan membolos untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah tidak layak atau tidak benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sebenarnya dialami, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan bermain peran dengan bimbingan guru BK.
f)  Pengkondisian Aversi
Teknik ini digunakan Guru BK untuk menghilangkan kebiasaan buruk siswa membolos. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan siswa agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.
Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
Dalam hal ini guru BK memberikan stimulus yang kurang menyenagkan jika siswa melakukan penyimpangan membolos lagi. Stimulus tersebut adalah berupa hukuman untuk membuat surat pernyataan yang ditandatangani orang tua mengenai kebiasaan buruknya membolos.
g)  Pembentukan Tingkah laku Model
Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada siswa, dan memperkuat tingkah laku yang ingin dibentuk. Dalam hal ini Guru BK menunjukkan kepada siswa tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari Guru BK. Ganjaran yang di berikan berupa pujian sebagai ganjaran sosial.

3. Teknik Yang Dipakai Dalam Menangani Siswa Membolos di SMK PGRI 1 Surabaya
Guru BK merumuskan beberapa cara menanggulangi perilaku membolos siswa di SMK PGRI 1 Surabaya, yakni dengan:
a)      Reinforcement
Pada teknik ini dalam rangka pengimplementasian konseling behavioral  dalam menangani siswa membolos di SMK PGRI 1 Surabaya dikonsep dalam bentuk teguran, siswa dipanggil ke ruang BK, dalam teknik ini diharapkan bahwa:[51]
1)      Siswa mampu menyadari kesalahannya bahwa membolos adalah perilaku menyimpang
2)      Siswa mampu berhenti dari kebiasaan menyimpang
Adapun tahap-tahap pelaksanaan teknik reinforcement di SMK PGRI 1 Surabaya antara lain:
1)      Tahap pelaksanaan
Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari saat bel masuk tepatnya pada pukul 07.30 WIB. Diadakan pengabsenan untuk setiap kelas guna mengecek kehadiran dan kelengkapan siswa.
Dalam kegiatan ini tidak hanya guru BK yang berperan penuh dalam pelaksanaannya. Sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Ibu Wulan selaku guru Bimbingan Konseling (BK) SMK PGRI 1 Surabaya, beliau menegaskan bahwa pelaksanaan kegiatan ini dibantu oleh beberapa guru lain yang mempunyai kompeten yang bagus dalam bidang ketertiban.[52]
Adapun implementasinya dalam kegiatan di sekolah adalah:
a)      Guru BK masuk kelas guna mengabsen dimulai dari kelas X lalu dilanjut dengna kelas XI dan lalu XII.
b)      Guru BK melihat papan absen untuk mengetahui siswa yang membolos pada hari itu.
c)      Guru BK menyalin nama siswa yangn membolos.
d)      Setelah itu guru BK merekap semua data yang diperoleh. .
e)      Di akhir kegiatan guru BK memanggil siswa yang membolos yang lebih dari 1 hari.
 Dalam hal ini, sebenarnya sekolah menyerahkan semua Proses Belajar Mengajar (PBM)  kepada guru pengajar. Guru bisa melaksanakan PBM sesuai dengan metode yang diinginkan. Akan tetapi dalam penanganan masalah membolos, sekolah menyerahkan masalah itu kepada Guru BK untuk memberikan bimbingan kepada siswa-siswa yang melakukan penyimpangan.
2)      Tahap tindak lanjut
Dalam tahap ini guru BK banyak berperan, karena dalam tindak lanjut (follow up) hanya bisa dilaksanakan oleh Guru BK, guru BK yang selama ini  memantau perkembangan perilaku siswa. Akhirnya dengan memberikan reinforcement (penguatan) melalui teguran dan peringatan setiap tempo waktu tertentu, paling tidak sudah ada perubahan pada diri siswa untuk mengubah perilaku menjadi lebih baik.
3)      Tahap evaluasi
 Dalam tahap evaluasi guru BK bisa melaksanakannya setelah PBM atau dilain waktu dan diwaktu-waktu senggang lainnya. Tahap evaluasi dibagi menjadi dua macam antara lain:
a) memantau perubahan perilaku siswa secara langsung
b) memantau absen siswa
b) Pemberian hadiah atau hukuman secara selektif (selective reward/punishment)
Strategi pada teknik ini untuk memperbaiki tingkah laku siswa yang menyimpang dengan melibatkan figur di sekeliling anak sehari-hari khususnya orangtua dan guru. Guru BK meneliti siswa dalam seting aktual, bekerjasama dengan orang tua dan guru untuk memberi hadiah ketika anak melakukan tingkah laku yang dikehendaki dan menghukum kalau tingkah laku yang tidak dikehendaki muncul (membolos). Tingkah laku dan bentuk hadiah atau hukuman direncanakan secara teliti, dipilih yang paling memberi dampak efektif. 

C. Analisis Data
Sebagaiman pemaparan pada pembahasan diatas SMK PGRI 1 Surabaya menggunakan Teknik Konseling Behavior dalam menangani masalah siswa membolos. Dalam programnya memberikan kesempatan bagi siswa untuk menyadari perilaku menyimpangnya untuk menuju kepada perubahan perilaku yang lebih baik. Adapun hal-hal yang perlu diketahui dalam penelitian ini (Implementasi Konseling Behavior dalam Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa Kelas X di SMK PGRI 1 Surabaya), yakni:
1. Penanganan Siswa Membolos
Dunia pendidikan adalah wadah dan wahana yang tidak asing lagi bagi kita. Hal ini dikarenakan manusia tidak pernah statis. Manusia adalah pribadi yang dinamis, yang selalu mengalami perkembangan dan perubahan. Oleh karena itu pendidikan dapat dijadikan sebagai suatu sarana untuk mencapai perubahan prilaku diri kearah positif secara maksimal. Artinya, jika manusia mampu mengembangkan potensi yang ada pada dirinya dan menyadari penyimpangan perilaku yang dilakukan, maka manusia akan dapat mencapai kebahagiaan dan kepuasan dalam hidupnya.[53]
Siswa membolos adalah siswa yang membutuhkan layanan atau perhatian khusus agar mereka dapat kembali meluruskan perilaku menyimpangnya. Karrena sejatinya mereka hanya membutuhkan perhatian lebih dari orang-orang terdekat.
SMK PGRI 1 Surabaya adalah suatu lembaga formal yang memberikan layanan pendidikan pendidikan bagi siswa yanng membolos, yang mana menggunakan teknik konseling behavioral dalam menangani siswa membolos.konselin behaviral adalah sebuah teknik konseling untuk merubah perilaku menyimpang siswa dari perilaku maladaptif menuju kearah perilaku adaptif.
Dalam pelaksanannya, praktik konseling behavioral di SMK PGRI 1 Surabaya secara garis besar telah terlaksana dengan baik mulai dari identifikasi kasus hingga pada penyusunan bantuan yang diberikan pada siswa. Pelaksanaan serta evaluasi program kerja yang dilaksanakan secara berkala dan kontinyu.
Pengidentifikasian yang dilakukan cukup baik, yaitu dalam pendeteksian terhadap karakter siswa yang digali secar mendalam. Hal ini terbukti dengan blanko angket yang harus diisi oleh orang tua siswa yang didalamnya memuat data pribadi siswa  serta riwayat kelahiran, kesehatan dan lain-lain.
Pemberian bimbingan dan  konseling dalam rangka pembentukn perubahan perilaku siswa menuju kearah yang lebih positif (terapi tingkah laku) dengan bimbingan konseling behavior hendaknya dilakukan dengan hati karena siswa membolos perasaannya  terkadang cenderung sangat sensitiv. Dibutuhkan perhatian khusus sehingga siswa mampu menumbuhkan konsep perilaku diri yang baik
Konsep diri adalah ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya  dan mempengaruhi individu dalam proses perubahan tingkah laku. Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa konsep diri dipelajari melalui kontak sosial dan dalam pengalamannya ketika berhubungan dengan orang lain. Pandangan individu terhadap dirinya sendiri dipengaruhi oleh lingkungan.[54]
Penyatuan komitmen antara sekolah dengan orang tua serta lingkungan dapat mendorong untuk menghasilkan perasaan positif dan berarti. Penerimaan dan perlakuan guru dan orang tua terhadap kesalahan yang mereka lakukan dapat menjadi sebuah semangat positif dalam membantu mereka untuk mengaktualisasikan diri kepada arah yang lebih positif.
BAB IV
PENUTUP

A.       Kesimpulan
Siswa membolos sejatinya adalah siswa yang memerlukan perhatian lebih dibanding siswa yang tidak melakukan penyimpangan. Siswa tersebut perlu dibantu dalam mengubah perilaku maladaptif menuju perilaku adaptif.
Oleh karena itu maka SMK PGRI 1 Surabaya merupakan salah satu wadah sekolah yang memiliki program bantuan bagi siswa yang menyimpang dengan perilaku membolos dengan menggunakan teknik konseling behavioral. Berdasarkan penelitian dan analisis data yang telah dikumpulkan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.         SMK PGRI 1 Surabaya telah mengikuti prosedur yang ada dalam menangani permasalahan siswa yang suka membolos, mulai dari tahap identifikasi, instrument yang digunakan dan mekanisme yang dilaksanakan sehingga mencapai hasil yang maksimal.
2.         Teknik-teknik konseling behavioral dalam Menangani Perilaku Membolos Siswa dengan (1) Latihan Asertif, Teknik ini digunakan untuk melatih siswa yang mempunyai kebiasaan membolos untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah tidak layak atau tidak benar. (2) Pengkondisian Aversi, Teknik ini digunakan Guru BK untuk menghilangkan kebiasaan buruk siswa membolos. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan siswa agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut. (3) Pembentukan Tingkah laku Model, Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada siswa, dan memperkuat tingkah laku yang ingin dibentuk.
3.         Teknik Yang Dipakai Dalam Menangani Siswa Membolos di SMK PGRI 1 Surabaya menggunakan teknik Reinforcement, dan Pemberian hadiah atau hukuman secara selektif (selective reward/punishment). Dalam prakteknya jug diperlukan tahap evaluasi, dalam tahap evaluasi guru BK bisa melaksanakannya setelah PBM atau dilain waktu dan diwaktu-waktu senggang lainnya. Tahap evaluasi dibagi menjadi dua macam antara lain: memantau perubahan perilaku siswa secara langsung, memantau absen siswa.

B.       Saran-saran
Sebagaimana pembahasan akhir dalam penulisan Laporan Penelitian Kolektif ini, penulis ingin memberikan sedikit saran-saran yang dapat jadi pertimbangan dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling (BK) bagi siswa mebolos di SMK PGRI 1 Surabaya
1.         Bagi Kepala Sekolah SMK PGRI 1 Surabya diharapkan untuk selalu meningkatkan kualitas bimbingan dan konseling dengan meningkatkan SDM semua guru.
2.         Bagi pembimbing hendaknya lebih kreatif dalam menggunakan metode yang bervariasi dan media pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa membolos agar siswa yangn membolos dapat mengambil pelajaran dari perilaku menyimpangnya dan agar tidak mengulanginya kembali.
3.         Bagi masyarakat diharapkan dapat memberikan sumbangsih teguran untuk siswa yang didapati membolos dilingkungan masyarakat. Agar siswa merasa tersentuh hatinya dan menfdapat dukungan psikologis untuk perubahan tingkah laku yang lebih baik agar dapat di terima di masyarakat.












[3] id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_menyimpang
[4] H. M. Sayuthi Ali, Metodologi Penelitian Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), 22.
[5] Arif Furchan, PengantarPenelitian Dalam Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), 50
[6] Jumhur dan Muhammad Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Bandung: Pustaka Ilmu, 1975), 51.
[7] Jumhur dan Muhammad Surya,.. 1975), 50.
[8] Cholid Nurbuko dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 70.
[9] Cholid Nurbuko dan Abu Ahmadi,. Metodologi Penelitian (Jakarta; Bumi Aksara,1997), 84.
[10] Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Office, 1995), 42.
[11] Dr. DYP Sugiharto, M.Pd. Pendekatan-Pendekatan Konseling.
[15] Jones, Richard Nelson. (2011). Teori dan Praktik Konseling dan TerapiPustaka Pelajar. Yogyakarta.
[20] Komalasari, Gantina., dkk. (2011) Teori dan Teknik Konseling. PT Indeks, Jakarta.
[21] WS. Winkel & M.M Sri Hastuti (2005), Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Media Abdi; Yogyakarta
[31] ibid

[33] ibid
[36] http://SMKPGRI1Surabaya.com
[37] http://SMKPGRI1Surabaya.com
[38] http://SMKPGRI1Surabaya.com

[39] Wawancara dengan Staf TU dan HUMAS SMK PGRI Surabaya, Rabu, 22/05/3013
[40] Wawancara dengan Bapak Drs. H. M. Gunawan  (sebagai kepala sekolah SMK PGRI 1 Surabaya), Jum’at, 24/05/2013
[41]  Wawancara dengan Bapak Drs. H. M. Gunawan  (sebagai kepala sekolah SMK PGRI 1 Surabaya), Jum’at, 24/05/2013

[42] ibid
[43] Wawancara dengan Staf TU dan HUMAS SMK PGRI Surabaya, Rabu, 22/05/3013
[44] Wawancara dengan Bpk. Sudjianto (sebagai  Waka Kurikulum), Senin, 27/05/2013
[45] Wawancara dengan Bpk. Sudjianto (sebagai  Waka Kurikulum), Rabu, 29/05/2013
[46] ibid
[47] Wawancara dengan Bpk. Sudjianto (sebagai  Waka Kurikulum), Rabu, 29/05/2013
[48] Wawancara dengan Ibu Wulan (selaku Guru Pembimbing), Rabu, 29/05/2013
[49] Wawancara dengan Ibu Wulan (selaku Guru Pembimbing), Rabu, 29/05/2013
[50] Wawancara dengan Ibu Wulan (selaku Guru Pembimbing), Rabu, 29/05/2013
[51] Wawancara dengan Ibu Wulan (selaku Guru Pembimbing), Jum’at, 31/05/2013
[52] Wawancara dengan Ibu Wulan (selaku Guru Pembimbing), Rabu, 29/05/2013
[53] Wawancara dengan Ibu Wulan (selaku Guru Pembimbing), Jum’at , 31/05/2013
[54] Wawancara dengan Ibu Wulan (selaku Guru Pembimbing), Jum’at , 31/05/2013

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates