Dalam kehidupan kita, realita selalu dikaitkan
dengan kenyataan. Pendekatan Realistis dikembangkan oleh
William Glasser, seorang psikolog dari California. Istilah Reality ialah
suatu standar atau patokan obyektif, yang menjadi kenyataan atau realitas yang
harus diterima. Realitas atau kenyataan itu dapat berwujud suatu realitas praktis, realitas
sosial, atau realitas moral. Sesuai dengan pandangan behavioristik, yang
terutama disoroti pada seseorang adalah tingkah lakunya yang nyata.
Tingkah laku itu dievaluasi menurut kesesuaian atau ketidaksesuaian dengan
realitas yang ada.
Dalam pendekatan ini, konselor dalam hal ini guru BK bertindak aktif,
direktif, dan didaktik. Dalam konteks ini, konselor berperan sebagai guru dan
sebagai model bagi klien dalam hal ini peserta didik. Disamping itu, guru BK
juga membuat kontrak dengan klien untuk mengubah perilakunya. Ciri yang sangat
khas dari pendekatan ini adalah tidak terpaku pada kejadian-kejadian di masa
lalu, tetapi lebih mendorong klien untuk menghadapi realitas. Pendekatan ini
juga tidak memberi perhatian pada motif-motif bawah sadar sebagaimana pandangan
kaum psikoanalis. Akan tetapi, lebih menekankan pada pengubahan tingkah laku
yang lebih bertanggung jawab dengan merencanakan dan melakukan tindakan-tindakan tersebut.[1]
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan konseling realitas
Konseling realita
dicetuskan oleh William Glasser yang lahir pada tahun 1925 dan menghabiskan
masa kanak-kanan dan remajanya di Cliveland, Obio. Pertumbuhannya relatif tanpa
hambatan, sehingga ia memahami dirinya sebagai lelaki yang baik. Glesser
meninggalkan kota kelahirannya setelah ia masuk perguruan tinggi. Ia memperoleh
gelar sarjana muda dalam bidang rekayasa kimia, sarjana psikologi klinis dan
dokter dari case Western Reserve University. Ia menikah setelah tamat sarjana
muda dan setelah sekolah dokter. Ia dan keluarganya pindah ke West Coast karena
memperoleh perumahan di UCLA dan membuat rumah pribadi di California Selatan.
Glesser kemudian pindah
ke perumahan Rumah Sakit Administrasi Veteran (V.A. Hospital) di Los Angles
Barat. Di rumah sakit ini ditemukan contoh klasik kerja psikiater konvensional.
Ia ditugasi di sal 206 untuk merawat pasien psikotik kronis. Glesser menamakan
program terapi sebagai tiga penyembuhan mental tradisional yang didalamnya
pasien diterima sebagai orang yang sakit mental dan diberi penyembuhan yang
telah baku. Dengan hanya sembuh 2 pasien setahun menunjukkan ketidakefektifan
penyembuhan yang telah baku. Tidak puas dengan kenyataan tersbut, Glasser mulai
memperhatikan kemungkinan penyembuhan alternatif dan mencoba prosedur baru. Ia
mendapat dorongan dari supervisornya di rumah sakit, tetapi sejawatnya di UCLA
tidak puas dan tidak mendukung material yang dibutuhkan.
Pada tahun 1957 Glesser
menduduki jabatan sebagai kepala psikiatri di California. Glesser menangani
kenakalan remaja putri di Ventura. Ia mulai menerapkan konsep-konsep yang telah
dimulai di V.A. Hospital. Ia menerapkan program yang menempatkan tanggung jawab
situasi sesaat bagi remaja putri dan tanggung jawab masa depannya.[2]
Aturan-aturan di
lembaga ini diperbaharui dengan mengutamakna kebebasan dan memperlunak
konsekuensi dari pelanggaran. Hukuman dibatasai dari program. Bila remaja putri
itu melanggar peraturan, maka dia tidak dihukum dan juga tidak diampuni. Akan
tetapi diberi tanggung jawab pribadi, ditanyakan tentang rencana-rencana
selanjutnya dan dicari kesepakatan atas tingkah laku mereka yang baru. Atas
dasar semua ini, Glesser mengharap stafnya untuk melaksanakan penyembuhan
melalui terlibat dalam kehidupan klien, memberikan bantuan dengan penuh pujian
yang ikhlas. Program ini terlaksana, staf antusias, remaja-remaja putri ini
hidup dengan harapan-harapan positif dan ternyata 20% sembuh.
Kembali ke V.A.
Hospital, Glesser mebantu supervisonya dan disana ia menerapkan program yang
serupa. Hasilnya sangat mengejutkan, kesembuhan yang awalnya hanya 2 pasien
tiap tahun meningkat menjadi 25 pasien pada tahun pertama, dan 75 pasien
pada tahun ketiga, dan rata-rata 200 pasien pada tahun-tahun berikutnya.
Pada tahun 1961,
Glasser mempublikasikan konsep Reality Therapy dalam bukunya Mental
Health or Mental Illness. Konsep ini diperluas, diperbaiki dan disusun pada
penerbitan tahun 1965 yaitu Reality Therapy: a New Approach to Psychiatry.
Tidak lama setelah penerbitan yang kedua, Glesser membuka Institute of
Reality Therapy yang dipakai untuk melatih profesi-profesi layanan
kemanusiaan. Sekolah-sekolah juga membutuhkan konsultasi Glesser, dan ia dapat
menyesuaikan dengan prosedur-prosedurnya di seting sekolah. Kemudian ia
mempublikasikan ide ini dalam School Without Failure (1969) dan
mendirikan Educational Training Center yang didalamnya guru-guru
mendapatkan latihan konseling realita.
Dua buku yang terbit
berikutnya, yakni The Identity Society (1972) dan Positive Addiction
(1976). Dalam membahas tingkah laku manusia pendekatan ini lebih dari
pendekatan kontemporer lainnya. Pendekatan ini dapat dipergunakan untuk
mencegah masalah emosional dan tingkah laku. Walaupun beberapa pandangannya
radikal, namun keaslian konsepnya masih nampak marginal. Glesser dapat
dikatakan sebagai behavioris dan idenya dapat disejajarkan dengan Albert Ellis.
Tekanan pada hubungan konseling berakar pada pandangan Rogers. Namun demikian
diakui bahwa Glesser hanya meminjam ide-idenya saja, karena kemudian ide-ide
tersebut diramu dalam cara-cara yang lebih segar dan menarik serta memiliki
kekuatan sendiri.
Konseling realita
dimulai pada tahun 1960 dengan tiga konsep yaitu realitas, tanggung jawab,
serta benar dan salah. Glesser percaya bahwa semua orang memiliki dua kebutuhan
dasar manusia terkait: hubungan (mencintai dan dicintai) dan respect (merasa
berharga untuk diri sendiri dan lainnya). Perilaku yang menunjukkan penghargaan
untuk kebutuhan kita sendiri dan orang lain menyebabkan timbulnya harga diri
dan hubungan yang bermanfaat. Perilaku juga mencerminkan kesadaran akan
realitas, tanggung jawab untuk diri sendiri, dan pemahaman tentang benar dan
salah.
Tulisan-tulisan awal
ditekankan terhadap isu-isu etis dan menekankan perbedaan individual. Tulisan
terakhir kurang menghakimi dan menyatakan secara tidak langsung, agak
bersikeras tentang pentingnya benar dan salah dalam proses terapeutik. Glesser
mengidentifikasi delapan langkah dalam konseling realita, yaitu: (1) membangun
hubungan dengan klien, (2) bertanya, (3) berkolaborasi dengan klien dalam
mengevaluasi perilaku mereka, (4) membantu orang membuat rencana untuk berbuat
lebih baik, (5) membantu klien "apa yang kamu lakukan?" berkomitmen
untuk rencana tersebut, (6) tidak menerima alasan, (7) tidak mengganggu dengan
konsekuensi yang wajar, dan (8) tidak menyerah.
B. Hakikat Manusia
Teori pilihan berpendapat
bahwa kita tidak dilahirkan sebagai papan tulis kosong yang menunggu untuk
dimotivasi dari luar kekuatan dunia sekitar kita. Sebaliknya, kita dilahirkan
dengan lima genetika yang dikodekan kebutuhan kelangsungan hidup, cinta
dan rasa memiliki, kekuatan atau prestasi, kebebasan atau kemerdekaan, dan
kesenangan hal itu yang mengendalikan semua kehidupan kita. Setiap dari
kita memiliki lima kebutuhan, tapi mereka bervariasi dalam kekuatan.
Sebagai contoh, kita semua memiliki kebutuhan untuk cinta dan rasa memiliki,
tapi sebagian dari kita membutuhkan lebih banyak cinta daripada yang lain.
Teori pilihan didasarkan pada premis bahwa karena kita merupakan makhluk sosial
memerlukan keduanya menerima dan memberikan cinta. Glasser percaya bahwa kebutuhan love and belong
merupakan kebutuhan primer karena kita membutuhkan orang
untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Hal ini kebutuhan sulit
karena untuk memuaskan kita harus memiliki seseorang yang kooperatif
untuk membantu kita memenuhi kebutuhan itu.
Manusia digerakkan oleh kebutuhan-kebutuhan dasar yang asalnya bersifat
genetik. Semua prilaku manusia mempresentasikan upaya untuk mengontrol dunia
agar memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu dengan sebaik-baiknya. Orang tidak pernah
terbebas dari kebutuhan-kebutuhannya dan, begitu terpenuhi, muncul kebutuhan
lain. Kehidupan manusia adalah perjuangan konstan untuk memenuhi berbagai macam
kebutuhan ini dan mengatasi konflik yang selalu muncul di antara mereka. Secara
rinci Glasser menjelaskan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, yaitu:
1. Kelangsungan hidup (Survival)
Kehidupan fisik ini bertempat di otak tua yang berlokasi di sebuah kelompok
kecil struktur yang terklaster di puncak tulang belakang. Gen orang
mengistruksikan otak tuanya untuk melaksanakan semua kegiatan yang menjaga
kelangsungan hidup yang mendukung kesehatan dan reproduksi.(kebutuhan
memperoleh kesehatan, makanan, udara, perlindungan, rasa aman, dan kenyamanan
fisik)
2. Cinta dan rasa memiliki (Love and belonging)
Salah satu kebutuhan psikologis manusia adalah kebutuhannya untuk merasa
memiliki dan terlibat atau melibatkan diri dengan orang lain. Beberapa
aktivitas yang menunjukkan kebutuhan ini antara lain: persahabatan, acara
perkumpulan tertentu, dan keterlibatan dalam organisasi kemahasiswaan.
3. Kekuan atau prestasi (Power or achievemen )
Kebutuhan akan kekuasaan (power) meliputi kebutuhan untuk
berprestasi, merasa berharga, dan mendapatkan pengakuan. Kebutuhan ini biasanya
diekspresikan melalui kompetisi dengan orang-orang di sekitar kita, memimpin,
mengorganisir, meyelesaikan pekerjaan sebaik mungkin, menjadi tempat bertanya
atau meminta pendapat bagi orang lain, melontarkan ide atau gagasan dan
sebagainya.
4. Kebebasan atau kemerdekaan (Freedom or independence)
Kebebasan (freedom)
merupakan kebutuhan untuk merasakan kebebasan atau kemerdekaan dan tidak
tergantung pada orang lain, misalnya membuat pilihan (aktif pada organisasi
kemahasiswaan), memutuskan akan melanjutkan studi pada jurusan apa, bergerak,
dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
5. Kesenangan (Fun)
Merupakan kebutuhan untuk merasa senang, dan bahagia. Pada anak-anak,
terlihat dalam aktivitas bermain. Kebutuhan ini muncul sejak dini, kemudian
terus berkembang hingga dewasa. Misalnya, berlibur untuk menghilangkan
kepenatan, bersantai, melucu, humor, dan sebagainya.
C. Perkembangan Prilaku
1) Struktur kepribadian
Ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya, menurut Glasser orang
tersebut mencapai identitas sukses. Ini terkait dengan konsep perkembangan
kepribadian yang sehat, yang ditandai dengan berfungsinya individu dalam
memenuhi kebutuhan psikologisnya secara tepat. Dalam proses pembentukan
identitas, individu mengembangkan keterlibatan secara emosional dengan orang
lain. Individu perlu merasakan bahwa orang lain memberikan perhatian kepadanya
dan berfikir bahwa dirinya memiliki arti. Jika kebutuhan psikologisnya sejak
awal tidak terpenuhi, maka seseorang tidak mendapatkan pengalaman belajar
bagaimana memenuhi kebutuhan psikologis dirinya atau orang lain. Belajar
bagaimana bertingkah laku yang bertanggung jawab merupakan hal yang sangat
penting bagi perkembangan anak untuk mencapai “identitas sukses”.
Menurut Glasser ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya, orang
tersebut telah mencapai identitas sukses. Pencapaian identitas sukses ini
terkait pada konsep 3R, yaitu keadaan dimana individu dapat menerima kondisi
yang dihadapinya, dicapai dengan menunjukkan total behavior (perilaku
total), yakni tindakan (acting), pikiran (thingking), perasaan (feeling),
dan fisik (physiology) secara bertanggungjawab (responsibility),
sesuatu realita (reality), dan benar (right), adapun konsep 3R
yaitu:
a. Tanggungjawab (Responsibility)
Merupakan kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhannya tanpa harus
merugikan orang lain.
b. Kenyataan (Reality)
Merupakan kenyataan yang akan menjadi tantangan bagi individu untuk
memenuhi kebutuhannya. Setiap individu harus memahami bahwa ada dunia nyata,
dimana mereka harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam rangka mengatasi
masalahnya. Realita yang dimaksud adalah sesuatu yang tersusun dari kenyataan
yang ada dan apa adanya.
c. Kebenaran (Right)
Merupakan ukuran atau norma-norma yang diterima secara umum, sehingga
tingkah laku dapat diperbandingkan. Individu yang melakukan hal ini mampu
mengevaluasi diri sendiri bila melakukan sesuatu melalui perbandingan tersebut
ia merasa nyaman bila mampu bertingkah laku dalam tata cara yang diterima
secara umum.
2) Pribadi sehat dan bermasalah
a.
Pribadi Sehat
·
Konseling reality menekankan pilihan-pilihan
pada setiap situasi individu memiliki kemampuan membuat pilihan dan
mempertanggung jawabkan berhasil.
·
Status kesehatan mental individu dapat dilihat
dalam tahapan yang dialaminya, yaitu:
1) Tahapan Kemunduran/ Regresive Stage, dibagi menjadi 3 :
·
“Saya Menyerah” (1 give up).
·
Simptom-simptom (-),
pada perlikau menyeluruh
·
Kecanduan negative = individu mengulang-ulang
perilaku yang tidak efektif dan destruktif dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
2) Tahapan positif (progress stage) terjadi 3 tahap:
·
“Saya akan melakukannya”.
“Saya ingin berkembang”
“Saya berkomitmen untuk berubah”
·
Simpton-simpton positif, pada perilaku menyeluruh
·
Kecanduan positif = ditandai dengan perasaan
berharga pada diri sendiri (self worth), konstruktif dan kepuasan terhadap
pencapaian diri sendiri.
pribadi bermasalah
Pribadi bermasalah terjadi ketika seseorang gagal dalam memenuhi
kebutuhannya. Apabila kebutuhan psikologisnya sejak awal tidak terpenuhi, maka
seseorang tidak mendapatkan pengalaman belajar bagaimana memenuhi kebutuhan
psikologis dirinya atau orang lain.
D. Hakekat Konseling
Praktek realitas terapi
dapat dikonseptualisasikan sebagai siklus konseling , yang terdiri dari dua
komponen utama: ( 1 ) membuat lingkungan konseling dan ( 2 ) menerapkan
prosedur khusus yang mengakibatkan perubahan lingkungan. Seni konseling
adalah merancang semua komponen bersama-sama dengan cara memimpin konseli untuk
mengevaluasi hidup mereka dan memutuskan untuk bergerak ke arah yang
lebih efektif.
Siklus konseling dimulai dengan menciptakan hubungan kerja dengan
klien. Hasil Proses melalui explorasi dari keinginan ,kebutuhan, dan persepsi. Perilaku total
konseli mengeksplorasi mereka sendiri dan membuat evaluasi
mereka sendiri seberapa efektif mereka dalam
mendapatkan apa yang mereka inginkan. Jika konseli memutuskan untuk mencoba perilaku baru, mereka membuat
rencana yang akan mengakibatkan perubahan ,dan mereka berkomitmen
untuk rencana tersebut. Siklus konseling termasuk menindaklanjuti seberapa baik yang
dilakukan konseli dan menawarkan lebih lanjut konsultasi sesuai kebutuhan.
E.
Kondisi perubahan
1.
Tujuan
Secara umum tujuan konseling reality
therapy sama dengan tujuan hidup, yaitu individu mencapai kehidupan dengan
success identity. Untuk itu dia harus bertanggung jawab, yaitu memiliki
kemampuan mencapai kepuasan terhadap kebutuhan personalnya.
Reality therapy adalah pendekatan
yang didasarkan pada anggapan tentang adanya satu kebutuhan psikologis pada
seluruh kebutuhannya; kebutuhan akan identitas diri, yaitu kebutuhan untuk
merasa unik terpisah dan berbeda dengan orang lain. Kebutuhan akan identitas
diri merupakan pendorong dinamika perilaku yang berada di tengah-tengah
berbagai budaya universal.
Kualitas
pribadi sebagai tujuan konseling realitas adalah individu yang memahami dunia
riilnya dan harus memenuhi kebutuhannya dalam kerangka kerja. Meskipun
memandang dunia realitas antara individu yang satu dengan individu yang lain
dapat berbeda tapi realitas itu dapat diperoleh dengan cara membandingkan
dengan orang lain. Oleh karena itu, konselor bertugas membantu klien bagaimana
menemukan kebutuhannya dengan 3R yaitu right, responsibility dan reality, sebagai
jalannya. Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, karakteristik konselor realitas
adalah sebagai berikut:
·
konselor
harus mengutamakan keseluruhan individual yang bertanggung jawab, yang dapat
memenuhi kebutuhannya.
·
Konselor
harus kuat, yakin, tidak pernah ”bijaksana”, dia harus mampu menahan tekanan
dari permintaan klien untuk simpati atau membenarkan perilakunya, tidak pernah
menerima alasan-alasan dari perilaku irrasional klien.
·
konselor harus hangat, sensitif terhadap
kemampuan untuk memahami perilaku orang lain
·
konselor harus dapat bertukar fikiran dengan
klien tentang perjuangannya dapat melihat bahwa seluruh individu dapat
melakukan secara bertangung per
·
Konseling
realitas pada dasarnya adalah proses rasional, hubungan konseling harus tetap
hangat, memahami lingkungan. Konselor perlu meyakinkan klien bahwa
kebahagiaannya bukan terletak pada proses konseling tetapi pada perilakunya dan
keputusannya, dan klien adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap
dirinya sendiri.[3]
2.
Peranan Konselor
Konseling
realitas didasarkan pada antisipasi bahwa klien menganggap sebagai orang yang
bertanggung jawab kepada kebaikannya sendiri. Konselor dapat memberikan
dorongan, dengan memuji klien ketika melakukan tindakan secara bertanggung
jawab dan menunjukan penolakannya jika klien tidak melakukannya.
Pendekatan reality therapy adalah aktif, membimbing, mendidik dan terapi yang berorientasi pada cognitive behavioral. Metode kontrak selalu digunakan dan jika kontrak terpenuhi maka proses konseling dapat diakhiri. Pendekatannya dapat menggunakan ”mendorong” atau ”menantang”. Jadi pertanyaan ”What” dan ”How” yang digunakan, sedangkan ”Why” tidak digunakan. Hal ini sangat penting untuk membuat rencana teru sehingga klien dapat memperbaiki perilakunya.
Terdapat beberapa cara terapi realitas yang digunakan dalam menangani kasus korupsi yang dilakukan oleh pemerintahan. Pertama, keputusan pribadi tiap pemimpin pemerintahan Indonesia untuk menerapkan standar-standar kebaikan (patokan nilai-nilai) yang tinggi demi perawatan dan penumbuhkembangan keberhargaan diri (self-worth) yang bermakna. Standar kebaikan yang tinggi dan keberhargaan diri yang bermakna niscaya menjadi komponen hakiki kepribadian setiap pemimpin pemerintahan Indonesia.
Pendekatan reality therapy adalah aktif, membimbing, mendidik dan terapi yang berorientasi pada cognitive behavioral. Metode kontrak selalu digunakan dan jika kontrak terpenuhi maka proses konseling dapat diakhiri. Pendekatannya dapat menggunakan ”mendorong” atau ”menantang”. Jadi pertanyaan ”What” dan ”How” yang digunakan, sedangkan ”Why” tidak digunakan. Hal ini sangat penting untuk membuat rencana teru sehingga klien dapat memperbaiki perilakunya.
Terdapat beberapa cara terapi realitas yang digunakan dalam menangani kasus korupsi yang dilakukan oleh pemerintahan. Pertama, keputusan pribadi tiap pemimpin pemerintahan Indonesia untuk menerapkan standar-standar kebaikan (patokan nilai-nilai) yang tinggi demi perawatan dan penumbuhkembangan keberhargaan diri (self-worth) yang bermakna. Standar kebaikan yang tinggi dan keberhargaan diri yang bermakna niscaya menjadi komponen hakiki kepribadian setiap pemimpin pemerintahan Indonesia.
Kedua,
keterlibatan mendalam (deep involvement) tiap pemimpin pemerintahan dengan
kehidupan nyata seluruh rakyat Indonesia. Keterlibatan ini niscaya demi
pemahaman realitas kehidupan seluruh rakyat Indonesia. Tanpa pemahaman utuh
realitas kehidupan seluruh rakyat Indonesia, pemimpin pemerintahan tidak pernah
bisa mengejawantahkan perbuatan dan perilaku kepemimpinan yang realistik dan
bertanggung jawab. Seandainya para pemimpin masa kini hidup di tengah
keterlibatan mendalam dengan kehidupan rakyat Indonesia, dapat dibayangkan para
pemimpin pemerintahan tidak akan menelorkan kebijakan menaikkan harga BBM saat
kehidupan rakyat masih sulit dan anggota DPR tidak akan meminta tambahan honor.
Ketiga,
disiplin, yang makna sejatinya adalah keberanian, kerelaan, dan kesudian
manusia menerima realitas yang bersifat tidak menyenangkan, asalkan realitas
yang tidak menyenangkan itu terjadi karena dirinya mempertahankan standar
kebaikan yang tinggi dan keberhargaan diri yang bermakna. Berbekal disiplin
dalam makna itu, para pemimpin pemerintahan tidak akan menghalalkan segala cara
dalam upaya mewujudkan aneka keinginan atau sejumlah kebutuhan.[4]
3. Hubungan Klien dan Konselor
Konseling realitas didasarkan pada hubungan pribadi dan
keterlibatan antara konselor dengan klien. Oleh karena itu konselor harus
menunjukkan kualitas pribadinya, yang meliputi kehangatan, pemahaman atau
empati, kongruen, pemahaman, terbuka, penghargaan terhadap klien.
4.
Situasi
Hubungan
Konseling
realita didasarkan pada hubungan pribadi dan keterlibatan antara konseli dan
konselor. Konselor dengan kehangatan, pengertian, penerimaan dan kepercayaan
pda kapasitas orang untuk mengembangkan identitas berhasil, harus
mengkomunikasikan dirinya kepada konseli bahwa dirinya membantu. Melalui
keterlibatan ini, konseli belajar mengenai hidup daripada memusatkan pada
mengungkap kegagalan dan tingkah laku yang tidak bertanggungjawab. Kunci
konseling realita adanya kesepakatan/komitmen dalam membuat rencana dan
melaksanakannya. Perencanaan yang telah dilakukan oleh konseli dinilai
positif jika ditulis dalam kontrak. Dalam konseling realita ditekankan
tidak adanya ampunan/ no excuses ketika konseli tidak
melaksanakan rencananya.
F.
Mekanisme pengubahan
Ø STRATEGI KONSELING
Ada dua
strategi konseling realitas, yaitu membangun relasi atau lingkungan konseling
dan prosedur WDEP (Want, Doing and Direction, Evaluation,
Planning) sebagai suatu sistem yang fleksibel
pelaksanaannya.
1) Want (keinginan) :
langkah mengeksplorasi keinginan yang sebenarnya dari klien—ingat pada umumnya
manusia membicarakan hal-hal yang tidak diinginkan—. Konselor memberikan
kesempatan kepada klien untuk mengeksplorasi tentang keinginan yang sebenarnya
dari dengan bertanya (mengajukan pertanyaan) bidang-bidang khusus yang relevan
dengan problema atau konfliknya : misalnya teman, pasangan, pekerjaan, karir,
kehidupan spiritual, hubungan dengan atasan dan bawahan, dan tentang
komitmennya untuk memenuhi keinginan itu.
2) Doing and Direction(melakukan dengan terarah) :
langkah dimana klien diharapkan mendeskripsikan perilaku secara menyeluruh
berkenaan dengan 4 komponen perilaku—pikiran, tindakan, perasaan dan fisiologi
yang terkaait dengan hal yang bersifat umum dan hal bersifat khusus. Konselor memberi
pertanyaan tentang apa yang dipikirkan, dirasakan, dilakukan, dan keadaan fisik
yang dialami untuk memahami perilaku klien secara menyeluruh dan kesadarannya
terhadap perilakunya itu.
3) Evaluation (Evaluasi) :
evaluasi diri klien—merupakan inti terapi realitas. Klien di dorong untuk
melakukan evaluasi terhadap perilaku yang telah dilakukan terkait dengan
efektifitasnyadalam memenuhi kebutuhan atau keinginan—membantu atau bahkan
menyulitkan, ketepatan dan kemampuannya, arah dan keterarahannya, persepsinya,
dan komitmennya dalam memenuhi keinginan serta pengaruh terhadap dirinya.
Pertanyaan tentang hal-hal yang bersifat evaluasi “diri” disampaikan dengan
empatik, kepedulian, dan penuh perhatian positif.
4) Planning (rencana) : klien
membuat rencana tindakan sebagai perilaku total dengan bantuan konselor. Dalam
membantu klien membuat rencana tindakan, konselor mendasarkan pada kriteria
tentang rencana yang efektif, yaitu : (1) dirumuskan oleh klien sendiri, (2)
realistis atau dapat dicapai, (3) ditindak lanjuti dengan segera, (4) berada di
bawah kontrol klien, tidak bergantung pada orang lain— tindakan bertanggung
jawab.
Ø Tahap-tahap Konseling
Tahapan konseling realita adalah:
·
Keterlibatan
·
Anda adalah tingkah
laku (berpusat pada tingkah laku sekarang)
·
Belajar kembali
(pertimbangan nilai, perencanan tingkah laku yang bertanggungjawab,
kesepakatan)
·
Evaluasi (tiada ampunan
dan membatasi hukuman)
Ø Langkah-langkah konseling realitas
1. Pendahuluan – Membangaun relasi / keterlibatan
klien:
v Menyambut
kehadiran klien
v Menciptakan
hubungan baik
v Strukturing
(tujuan, ajakan, harapan,jaminan keberhasilan)
v Mendengarkan
keluhan klien
v Mempertegas
tujuan konseling
b.
Inti/Pengembangan-Melaksanakan
strategi konseling:
o Mengeksplorasi
keinginan, kebutuhan, dan persepsi klien
o Mendorong
klien menjelaskan apa yg dipikirkan saat ini
o Mendorong
klien menjelaskan pengaruh pikiran terhadap kondisi fisiologisnya
o Mendorong
klien menjelaskan aoa yang telah dilakukan/ tindakan saat ini, bagaimana dan
waktu/kapan melakukannya
o Mendorong
klien menjelaskan perasaan terkait dengan yg dilakukan/ tindakannya tsb.
o Minta
klien menilai kerealistikan perilaku tsb.
o Mendorong
klien merencanakan perilaku yang realistik, benar untuk mencapai keinginannya.
(terkait kesesuaian dengan tuntutan lingkungan, ketepatan dengan kebutuhan,
rincian, keterkeloloan dan konsekuensinya).
o Mendorong
klien untuk komitmen mencapai keinginannya
o Mendorong
klien untuk tidak menolak kegagalan, menyalahkan diri, dan kecewa.
o Mendorong
klien mengkaji hambatan, memikirkan cara baru mencapai keinginan, dan tidak
putus asa.
c.
Penutup
ü
Membuat kesimpulan hasil konseling
ü
Mempertegas rencana tindakan yg harus dilakukan
dan cara melakukannya
ü
Mengakhiri konseling dengan tetap memelihara
suasana hubungan yang baik
ü APLIKASI (Keadaan Psikologis Klien)
ü Klien dalam studi kasus ini klien sering tidak masuk sekolah walaupun
hanya satu minggu sekali bahkan tidak jarang pula satu minggu dua kali. Alasan
yang dialami klien untuk tidak berangkat sekolah karena malas untuk berangkat
sekolah dan klien pada waktu tidak berangkat sekolah dia bermain keluar rumah
bersama teman lainnya. Orang tuanya jarang pulang kerumah karena kesibukannya.
Dalam proses pembelajaran akan juga mengalami permasalahan terbukti bahwa
anak ini menyukai beberapa mata pelajaran saja dan pelajaran yang paling
disukai adalah pendidikan olahraga. Dalam hal aktualisasi diri juga mengalami
permasalahan ini terbukti ketika dalam pembicaraan dia susah diajak
komunikasi. Anak ini dalam proses pembelajaran kurang menguasai apa yang disampaikan
oleh gurunya serta jarang memperhatikan gurunya dalam pelajaran. Anak ini juga
sering terlambat sekolah karena berbagai alasan, seperti bangun kesiangan, ban
motor yang bocor, dll.
ANALISIS
v Analisis Prilaku yang dialami klien sekarang adalah dampak dari eksternal
yaitu kurangnya peran keluarga yang kurang dalam keseharianya klien mencoba
untuk mengatasi segala permasalahanya sendiri dalam hal moral dan
spiritual. Karena usianya yang sekarang dalam masa pubertas, dimana juga klien
mencari jati dirinya terpengaruh oleh teman-temannya yang membuat klien suka
membolos sekolah. Prilaku membolos membuat klien mengalami ketinggalan
pelajaran, sehingga prestasi klien menurun dan nilai rapornya rendah.
v Klien sering tidak masuk sekolah karena hanya ingin melakukan sebuah
kegiatan yang disenangi oleh klien, dimana saat klien malas untuk berangkat
sekolah sehingga klien ketinggalan pelajaran dan dapat merugikan sendiri.
Kemalasan klien tidak terlalu begitu parah karena hanya malas berangkat
sekolah. Dalam hal kegiatan yang lain tidak begitu malas. Klien membolos karena
malas dan lebih senang bermain dengan teman sepergaulannya. Malas karena ada
beberapa pelajaran yang tidak disukai dan bahkan guru yang tidak disukai.
Kemalasan yang dimiliki oleh klien karena klien kurang memahami kewajibanya
sebagai seorang anak yaitu belajar. Klien tidak mengerti hal utama yang
harus dilakukan oleh seorang murid.
TEKNIK-TEKNIK TERAPI
YANG DIGUNAKAN
Terapi
realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal. Prosedur-prosedurnya
difokuskan pada kekutan-kekuatan dan potensi-potensi klien yang dihubungkan
dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya untuk mencapai keberhasilan dalam
hidup. Terapis atau konselor bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut:
a) Menggunakan role playing dengan klien
b) Menggunakan humor yang mendorong suasana yang segar dengan
rilek. Agar konseli (siswa) diatas bisa merasa nyaman dan betah berada di
sekolah.
c) Tidak menjanjikan kepada klien maaf
apapun, karena telah terlebih dahulu diadakan perjanjian untuk melakukan
tingkah laku tertentu yang sesuai dengan keberadaan klien.
d) Menolong klien utnuk merumuskan tingkah apa yang akan diperbuatnya.
Mendorong klien untuk berpikir bahwa sekolah dan belajar lebih penting dari
pada membolos bermain-main dengan teman yang tidak jelas.
e) Membuat modal-model peranan terapis sebagai guru yang lebih bersifat
mendidik.
f) Membuat batas-batas yang tegas dari struktur dan situasi terapinya.
g) Menggunakan terapi kejutan verbal atau ejakan yang pantas untuk menkanfrontasikan
klien dengan tingkah lakunya yang tak pantas, misalnya berupa teguran secara
langsung atau tiba-tiba terhadap tingkah lakunya atau janji yang tak dapat
dipertanggungjawabkan.
h) Ikut terlibat mencari hidup yang lebih efektif, misalnya, dengan merencanakan
model belajar atau sekolah yang langsung dalam kehidupan dilakukan.
Terapi realitas tidak memasukkan sejumlah teknik yang
secara umum diterima oleh pendekatan-pendektan terapi lain. Para psikiater yang
mempraktekkan terapi realitas tidak menggunakan obat-obatan dan
medikasi-medikasi konservatif, sebab medikasi cenderung menyingkirkan tanggung
jawab pribadi. Selain itu, para pempraktek terapi realitas tidak menghabiskan
waktunya untuk bertindak sebagai “Detektif” mencari alasan-alasan, terapi berusaha
membangun kerjasama dengan para klien untuk membantu mereka dalam mencapai
tujuan-tujuanya.
Tehnik-tehnik diagnostik tidak menjadi bagian terapi
realitas sebab diagnostik dianggap membuang waktu dan lebih buruk lagi, dengan
menyematkan label pada klien yang cenderung mengekalkan tingkah laku yang tidak
bertanggung jawab dan gagal. Tehnik-tehnik lain yang tidak digunakan adalah
penafsiran, pemahaman, wawancara-wawancara nondirektif, sikap diam yang
berkepanjangan, asosiasi bebas, analisis transferensi dan resistensi, dan
analisis mimpi.[5]
G.
Kelebihan dan kelamahan konseling realitas
Kelemahan:
·
Teori ini mengabaikan
tentang intelegensi manusia, perbedaan individu dan factor genetic lain.
·
Dalam konseling kurang
menekankan hubungan baik antara konselor dan konseli, hanya sekedarnya.
·
Pemberian reinforcement
jika tidak tepat dapat mengakibatkan kecanduan/ketergantungan.
·
Pendekatan ini tidak
memberikan pendekatan yang cukup pada dinamika – dinamika tidak sadar pada masa
lampau sebagai determinan dari tingkah laku.
Kelebihan:
·
Asumsi mengenai tingkah
laku merupakan hasil belajar.
·
Asumsi mengenai
kepribadian dipengaruhi oleh lingkungan dan kematangan.
·
Konseling bertujuan
untuk mempelajari tingkah laku baru sebagai upaya untuk memperbaiki tingkah
laku malasuai.
·
Jangka waktu terapi relatif pendek
·
Berfokud pada tingkah laku sekarang[6]
BAB III
PENUTUP
I.
KESIMPULAN
Konseling
realita dicetuskan oleh William Glasser yang lahir pada tahun 1925 dan
menghabiskan masa kanak-kanan dan remajanya di Cliveland, Obio. Teori pilihan
berpendapat bahwa kita tidak dilahirkan sebagai papan tulis kosong yang
menunggu untuk dimotivasi dari luar kekuatan dunia sekitar kita.
Praktek
realitas terapi dapat dikonseptualisasikan sebagai siklus konseling , yang
terdiri dari dua komponen utama: ( 1 ) membuat lingkungan konseling dan ( 2 )
menerapkan prosedur khusus yang mengakibatkan perubahan lingkungan.
Secara
umum tujuan konseling reality therapy sama dengan tujuan hidup, yaitu individu
mencapai kehidupan dengan success identity. Konseling reality menekankan pilihan-pilihan pada
setiap situasi individu memiliki kemampuan membuat pilihan dan mempertanggung
jawabkan berhasil. Dalam konseling realita ditekankan tidak
adanya ampunan/ no excuses ketika konseli tidak
melaksanakan rencananya.
Ada dua
strategi konseling realitas, yaitu membangun relasi atau lingkungan konseling
dan prosedur WDEP (Want, Doing and Direction, Evaluation,
Planning) sebagai suatu sistem yang fleksibel
pelaksanaannya. Terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara
verbal. Prosedur-prosedurnya difokuskan pada kekutan-kekuatan dan
potensi-potensi klien yang dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang dan
usahanya untuk mencapai keberhasilan dalam hidup.
DAFTAR
PUSTAKA
Corey. teori dan praktik konseling dan psikoterapi. (Semarang
press,1995,SEMARANG)
[1] http://www.KONS&PSIKOTERAPI/pendekatan-konseling-realistis.html
(di akses 9April 2013)
[2] http://www.KONS&PSIKOTERAPI/reality-therapy%201.html
(di akses 9 April 2013)
[4] http://adipsi.blogspot.com/2011/04/terapikonseling-realitas.html
(22:04/03-04-2013)
[6] Corey.
teori dan praktik konseling dan psikoterapi. (Semarang
press,1995,SEMARANG)Hal.32
0 komentar:
Posting Komentar