BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Masalah
Carl Rogers mengembangkan terapi Konseling Berpusat Pada Pribadi (client-centered)
sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya keterbatasan-keterbatasan
mendasar dari psikoanalisis. Pada hakikatnya, pendekatan client-centered adalah
cabang khusus dari terapi humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami
klien berikut dunia subjektif dan fenomenanya.
Terapis berfungsi terutama sebagai
penunjang pertumbuhan pribadi kliennya dengan jalan membantu kliennya itu dalam
menemukan kesanggupan-kesanggupan untuk memecahkan masalah. Pendekatan client-centered
menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien untuk mengikuti jalan
terapi dan menemukan arahnya sendiri.
Hubungan terapeutik antara terapis
dan klien merupaka katalisator bagi perubahan, klien menggunakan hubungan yang
unik sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran dan untuk menemukan
sumber-sumber terpendam yang bisa digunakan secara konstruktif dalam pengubahan
hidupnya. Selanjutnya mengenai Konseling Berpusat pada Pribadi akan penulis
kupas secara lebih rinci dalam pembahasan selanjutnya.
1.2
Rumusan
Masalah
Merujuk dari latar belakang masalah yang telah kita kaji
sebelumnya, maka disini muncul beberapa permasalahan yang harus diselesaikan,
yakni:
1.
Bagaimana sejarah perkembangan
konseling berpusat pada pribadi?
2.
Bagaimana hakikat perilaku dari konseling berpusat pada
pribadi?
3.
Bagaimana perkembangan prilaku
(pribadi sehat dan tidak sehat) dari konseling berpusat pada pribadi?
4.
Bagaimana hakikat dari konseling berpusat
pada pribadi?
5.
Bagaimana kondisi pengubahan
(tujuan, konselor, klien, situasi hubungan) dari konseling berpusat pada
pribadi?
6.
Bagaimana mekanisme pengubahan
(tahap-tahap konseling dan teknik-teknik konseling) dari konseling berpusat
pada pribadi?
7.
Apa kelemahan dan kelebihan dari
konseling berpusat pada pribadi?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Sejarah
Perkembangan
Latar Belakang Tokoh dan teori ini adalah Carl Rogers,
teorinya yang mengatakan bahwa pemecahan masalah berpusat pada klien, banyak
kesamaannya dengan makna konseling secara umum. Konseling pada dasamya proses
membantu individu, berarti individu itu sendirilah yang harus menyelesaikan
masalahnya. Konseling yang berpusat pada pribadi mendasarkan diri pada
pandangan¬nya tentang sifat dan hakikat manusia. Pandangannya terutama tertuju
pada penghargaan martabat manusia.
Konseling yang berpusat pada pribadi atau yang lebih kita kenal
dengan istilah ”client-centered”
dapat di deskripsikan sebagai corak konseling yang menekankan peranan
konseli sendiri dalam proses konseling.[1]
Pada awalnya corak konselling ini disebut dengan konseling non-direktif untuk
membedakannya dari corak konseling yang mengandung banyak pengarahan dan kontrol terhadap proses
konseling dipihak konselor. Istilah “client-centerde” mulai digunakan
dengan maksud menggarisbawahi individualitas konseli yang setara dengan
individualitas konselor sehingga dapat dihindari kesan bahwa konseli
menggantungkan diri pada konselor.
Konseling yang berpusat pada klien
sebagai konsep dan alat baru dalam terapi yang dapat diterapkan pada orang
dewasa, remaja dan anak-anak. Pendekatan konseling client centered menekankan
pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan
pemecahan masalah dirinya.
Konseling yang berpusat pada pribadi
awalnya adalah merupakan pendekatan non-direktif era 1990-an berpijak pada
pandangan subjektif, menaruh kepercayaan penuh akan tanggung jawab pada klien
untuk memecahkan persoalannya. Sehingga terapi ini memandang manusia secara
positif.
2.2
Hakikat
Perilaku
Konseling yang berpusat pada pribadi ini adalah sebuah terapi yang beranggapan
bahwa seseorang yang sehat adalah orang yang hidup selaras antara diri ideal
dan diri real.[2]
Iklim yang nyaman dan terapeutik adalah ciri khasnya seperti kesejatian,
kehangatan, empati yang akurat, respek, sikap permisif, kemampuan
mengkomunikasikan sikap-sikap tersebut terhadap klien. Tekhnik dasarnya adalah
adalah mendengarkan aktif, merefleksikan perasaan-perasaan, menjelaskan, dan
hadir bagi klien.
Teori ini memandang manusia secara positif karena manusia memiliki suatu
kecenderungan ke arah untuk menjadi berfungsi secara penuh. Dalam konteks
hubunngan terapeutik, klien mengalami perasaan-perasaan yang sebelumnya diingkari.
Klien mengaktualkan kesadaran, spontanitas, kepercayaan pada diri sendiri, dan
keterarahan dalam.
Secara lebih lengkap hakikat perilaku manusia menurut Rogers adalah
sebagai berikut:
a.
Manusia cenderung untuk melakukan
aktualisasi diri, hal ini dapat dipahami bahwa organisme akan
mengaktualisasikan kemampuannya dan memiliki kemampuan untuk mengarahkan
dirinya sendiri.
b.
Perilaku manusia pada dasarnya
sesuai dengan persepsinya tentang medan fenomenal dan individu itu mereaksi
medan itu sebagaimana yang dipersepsi. Oleh karena itu, persepsi individu
tentang medan fenomenal bersifat subjektif.
c.
Manusia pada dasarnya bermartabat dan
berharga dan dia memiliki nilai-nilai yang dijunjung tinggi sebagai hal yang
baikbagi dirinya.
d.
Secara mendasar manusia itu baik
dan dapat dipercaya, konstruktif tidak merusak dirinya (Gunarsa, 1992).
Menurut A-Wisol (2005), dalam teori
kepribadian Rogers mengemukakan tiga unsur kepribadian yang terdapat dalam diri
pribadi. Ketiga unsur tersebut adalah:
a.
Self
Adalah struktur kepribadian
terdalam dari Rogers yang merupakan anggapan dan nilai-nilai atau hal-hal yang
berkaitan dengan dirinya. Self ini merupakan bagian terpenting dari kepribadian
seseorang sebagai aktualisasi diri yang sebenarnya. Sebagai pribadi yang
otentik yang tidak dibuat-buatdan tak bertopeng. Entah itu bertopeng kekuasaan,
topeng harta, topeng seksual atau bahkan topeng nafsu semata. Tetapi self ini lebih bermakna, lebih dalam, lebih esensial
dari pada topeng-topeng itu semua. Self ini adalah pribadi seseorang yang
paling mahal harganya karena andaikata self seseorang sudah tidak lagi
teridentifikasi dengan baik, maksudnya antara diri sebenarnya dan dunia
kenyataan yang ada tidak sesuai maka self ini termasuk self yang terganggu
kesehatannya. Self merupakan reaktualisasi kepribadian seseorang antara dirinya
sendiri dengan dunia yang sebenarnya.
b.
Medan Fenomenal
Adalah segala sesuatu pengalaman
seseorang yang telah dialaminya baik secara internal maupun eksternal. Maksudnya
penglaman-pengalaman tersebut ia peroleh dari duni empiris dan dunia ide. Dunia
empiris adalah dimana pengalaman tersebut kita dapatkan melalui sensasi dan
persepsi yang nantinya persepsi yang kita dapatkan itu kita simpan sebagai
suatu bangunan ilmu yang mendapat tempat tersendiri dalam pengetahuan kognisi
(pikiran) kita. Sedangkan dunia ide adalah pengalaman yang kita dapatkan
melalui berpikir (tafakkur), menganalisa (tafsir), dan memahami
tentang sesuatu tertentu. Oleh karena itu medan fenomenal ini sangat erat
kaitannya dengan beberapa aspek internal maupun eksternal dalam diri kita.
Pengetahuan (knowledge) dan ide-ide atau gagasan-gagasan (ideas)
merupakan dua kutub utama dari medan fenomenal terkait dengan bagaimana cara
mendapatkan (epistemologis) pengetahuan dan sumber asalnya.
c.
Organisme
Keseluruhan totalitas individu yang
meliputi pemikiran, sikap, perilaku dan keadaan kesehatan fisik dan mempunyai
kecenderungan tersendiri seperti to actualization, survival, dan self
development. Keseluruhan totalitas ini sebenarnnya juga meliputi hubungan
yang selaras, seimbang, dan berkesinambungan antara aspek kognisi, aspek
afeksi, dan aspek psikomotorik seseorang. Bagaimana seseorang itu dapat
menyelaraskan, menyeimbangkan, dan mengharmoniskan hubungan diantara ketiganya
agar dalam kenyataannya menghadapi dunia nyata, ia tidak mengalami gangguan
mental. Seseorang yang dalam aspek kognisinya tidak sesuai dengan afeksi dan
psikomotorik, maka seseorang tersebut termasuk mengalami gangguan mental.[3]
2.3
Perkembangan
Prilaku (Pribadi Sehat dan Tidak Sehat)
Pendekatan client-centered memandang kepribadian manusia
secara positif. Rogers bahkan menekankan bahwa manusia dapat dipercaya karena
pada dasarnya kooperatif dan konstruktif. Setiap individu memiliki kemampuan
menuju keadaan psikologis yang sehat secara sadar dan terarah dalam dirinya.[4]
Klien memiliki kemampuan untuk menjadi sadar atas
masalah-masalahnya serta cara-cara mengatasinya. Kepercayaan diletakkan pada
kesanggupan klien untuk mengarahkan dirinya sendiri. Kesehatan mental adalah
keselarasan antara diri ideal dengan diri riil. Maladjusment atau
ketidak mampuan menyesuaikan diri adalah akibat dari kesenjangan antara diri
ideal dengan diri riil. Terapi ini berfokus pada masa kini dengan
mengekspresikan perasaan-perasaannya.
Konseling yang berpusat pada pribadi ini menonjolkan aspek self pada teorinya, pendekatan client-centered juga
dianggap sebagai self-theory. Untuk menjadi individu yang memiliki self
yang sehat, klien memerlukan
penghargaan yang positif, kehangatan cinta, kepedulian dan penerimaan. Self merupakan
konsep mengenai diri dan hubungan diri dengan orang lain. Individu akan
bertingkah laku selaras dengan konsep self yang dimilikinya.[5]
Menurut Rogers (Latipun, 2006), pembentukan self berhubungan
dengan pengalamannya. Hubungan self dengan pengalaman seseorang pada
dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) kongruensi,
pengalaman yang sesuai dengan self, (2) tidak kongruensi, pengalaman
yang tidak sesuai dengan self, dan (3) self yang tidak memiliki
hubungan dengan pengalaman.
Self tidak terentuk dengan sendirinya. Self terbentuk
melalui proses asimilasi dan proses introyeksi. Asimilasi adalah proses
pembentukan self akibat dari pengalaman langsung individu. Sementara
introyeksi adalah proses pembentukan self karena adanya interaksi
individu dengan orang lain atau lingkungan sekitar. Proses asimilasi dan
introyeksi yang terbentuk sebagai struktur self adalah pengalaman yang
sesuai dengan struktur self tersebut, sedangkan pengalaman yang tidak
sesuai akan ditolak atau dikaburkan.
Rogers mengungkapakan bahwa dinamika kepribadian manusia adalah
unik dan positif. Setiap individu memiliki kecenderungan untuk
mengaktualisasikan dirinya secara terarah dan konstruktif. Kecenderungan ini
bersifat inheren dan telah ada sejak individu diahirkan. Apabila individu
memperoleh penghargaan positif dari lingkungannya, ia akan dapat berkembang
secara positif. Hal ini menandakan bahwa lingkungan sosial sangat berpengaruh pada
pembentukan kepribadian individu. Individu yang telah terpenuhi kebutuhan
afeksinya akan mampu berfungsi secara utuh yang dapat ditandai dengan
keterbukaan terhadap pengalaman, percaya kepada orang lain, dapat
menegekspresikan perasaan secara bebas, bertindak mandiri dan kreatif. Tidak
semua inndividu dapat memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga muncullah individu
yang memiliki perilaku bermasalah.[6]
Klien yang tingkah lakunya bermasalah cenderung mengembangkan kepura-puraan
yang digunakan sebagai pertahanan terhadap hal-hal yang dirasakannya mengancam.
Kepura-puraan ini akan menghambatnya tampil secara utuh dihadapan orang lain
sehingga menjadi asing terhadap dirinya sendiri.
Pribadi yang penyesuaiannya
baik sangat erat hubungannya dengan pengalaman individu, yaitu segenap
pengalamannya disimilasikan dan disadari ke dalam hubungan yang selaras dengan
konsepsi self. Sebaliknya, penyesuaian psikologis yang salah terjadi
apabila konsepsi self menolak
menjadi sadar pengalaman, yang selanjutnya tidak dilambangkan dan tidak
diorganisasikan kedalam struktur self secara utuh.
Menurut Rogers pengasingan yaitu orang yang tidak memperoleh
penghargaan secara positif dari orang lain, ketidakselarasan antara pengalaman
dan self (tidak kongruensi), mengalami kecemasan yang ditunjukkan oleh
ketidak konsistenan mengenai konsep dirinya, defensif, dan berperilaku yang
salah penyesuaiannya.[7]
Menurut pandangan Hasen (dalam Latipun, 2001), karakteristik
perilaku individu yang bermasalah adalah apabila ia tidak mendapatkan
penghargaan secara positif dari orang lain, ketidak selarasan antara pengalaman
dan self, mengalami kecemasan karena ketidak konsistenan konsep mengenai
dirinya, defensif, dan penyesuaian perilaku yang salah.
2.4
Hakikat
Konseling
Rogers mengemukakan bahwa client-centered (CCT) ini
mempunyai beberapa prinsip, yaitu: 1. Menekankan pada dorongan dan kemampuan
yang terdapat dalam diri individu untuk berkembang. Untuk hidup sehat dan
menyesuaikan diri. 2. Menekankan pada unsur/aspek emosional dan tidak pada
aspek intelektual. 3. Menekankan pada situasi yang langsung dihadapi individu,
dan tidak pada masa lampau. 4. Menekankan pada hubungan terapeutis sebagai
pengalaman dalam perkembangan individu yang bersangkutan.
Pendekatan konseling yang berpusat pada pribadi yang telah dikembangkan
oleh Carl R. Rogers adalah sebuah pendekatan yang diaplikasikan pada kelompok,
keluarga, masyarakat, dan terlebih kepada individu. Pendekatan ini dikembangkan
atas anggapan mengenai keterbatasan dari psikoanalisis. Berbeda halnya dengan
psikoanalisis yang menyatakan bahwa manusia cenderung deterministik, Rogers
mengatakan bahwa manusia adalah pribadi-pribadi yang memiliki potensi untuk
memecahkan permasalahannya sendiri.[8]
Willis mengatakan bahwa client centered sering pula disebut
sebagai psikoterapi non-directive yang merupakan metode perawatan psikis
yang dilakukan dengan cara berdialog dengan klien agar tercapai gambaran antara
ideal self (diri ideal) dengan actual
self (diri sebenarnya). Ciri-ciri pendekatan client-centered adalah:
·
Ditujukan kepada klien yang mampu
memecahkan masalahnya agar tercapai kepribadian klien yang terpadu.
·
Sasaran konseling adalah aspek
emosi dan perasaan, bukan aspek intelektualnya.
·
Titik tolak konseling adalah masa
sekarang (here and now) bukan masa lalu.
·
Tujuan konseling adalah
menyesuaikan antara ideal self dan actual self.
·
Klien berperan paling aktif dalam
proses konseling, sedangkan konselor hanya bertindak pasif-reflektif
(konselor bukan hanya diam tetapi membantu klien aktif memecahkan masalahnya).
2.5
Kondisi Pengubahan
(Tujuan, Konselor, Klien, Situasi Hubungan)
Tujuan dasar terapi “client
centered” adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien
untuk menjadi seseorang pribadi yang berfungsi penuh. Menyediakan suatu iklim
yang aman dan kondusif bagi eksplorasi diri
klien sehingga ia mampu menyadari penghambat-penghambat pertumbuhan dan
aspek-aspek pengalaman diri yang sebelumnya diingkari atau didistorsinya. Titik
berat dari tujuan client-centered adalah menjadikan tingkah laku klien
kongruen atau autentik (klien tidak lagi berpura-pura dalam kehidupannya).
Membantu klien agar mampu bergerak ke arah yang lebih terbuka (keterbukaan)
terhadap pengalaman serta meningkatkan spontanitas dan perasaan hidup. Secara
singkat tujuan konseling ini mencakup: (1) terbuka terhadap pengalaman, (2)
adanya kepercayaan terhadap organismenya sendiri, (3) kehidupan eksistensial
yaitu sepenuhnya dalam setiap momen kehidupan, dan (4) perasaan bebas dan
kreatif (Latipun, 2006)
Secara ideal, tujuan konseling berpusat pada person tidak terbatas
oleh tercapainya pribadi yang kongruensi saja. Bagi Rogers tujuan konseling
sama dengan tujuan kehidupan ini, yaitu pribadi yang berfungsi sepenuhnya.[9]
Rogers beranggapan bahwa “fully functioning person” itu mirip dengan “self
actualization”, meskipun memiliki sedikit perbedaan. Fully functioning
person merupakan hasil dari proses dan karena itu lebih bersifat “becoming”
(Gunarsa, 1992).
Dalam pandangan Rogers (Latipun, 2006), konselor lebih banyak
berperan sebagai partner klien dalam memecahkan masalahnya. Dalam hubungan
konseling, konselor ini lebih banyak memberikan kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan segala permasalahan, perasaan dan persepsinya, dan konselor
merefleksikan segala yang diungkapkan oleh klien. Kondisi-kondisi yang perlu
diciptakan adalah sebagai berikut: Konselor dan klien berada dalam hubungan psikologis.
·
Klien adalah orang yang mengalami
kecemasan, penderitaan, dan ketidakseimbangan.
·
Konselor adalah benar-benar dirinya
sejati dalam berhubungan dengan klien.
·
Konselor merasa atau menunjukkan “unconditional
positive regard” atau penghormatan yang baik tanpa syarat kepada klien.
·
Konselor menunjukkan adanya rasa
empati dan memahami tentang kerangka acuan klien dan memberitahukan
pemahamannya kepada klien.
·
Klien menyadari (setidaknya pada
tingkat minimal) usaha konselor yang menunjukkan sikap empatik berkomunikasi
dan “unconditional positive regard” kepada klien.
Dalam memahami
perilaku kien, konselor menggunakan pendekatan “internal frame of reference”
klien sendiri dengan salah satu atau beberapa teknik diantaranya adalah
verbalisasi, tekhnik non-verbal, membuka diri, dan ekspresi emosi.[10]
2.6
Mekanisme
Pengubahan (Tahap-tahap Konseling dan Teknik Konseling)
Tahap-tahap konseling
secara garis besar adalah sebagai berikut:
a.
Konseling memusatkan pada
pengalaman individual.
b.
Konseling berupaya meminimalisir
rasa diri terancam, dan memaksimalkan dan serta menopang eksplorasi diri.
Perubahan perilaku datang melalui pemanfaatan potensi individu untuk menilai
pengalamannya, membuatnya untuk memperjelas dan mendapat tilikan perasaan yang
mengarah pada pertumbuhan.
c.
Melalui penerimaan terhadap klien,
konselor membantu untuk menyatakan, mengkaji dan memadukan
pengalaman-pengalaman sebelumnya kedalam konsep diri.
d.
Redefinisi, pengalaman, individu
mencapai penerimaan diri dan menerima orang lain dan menjadi orang yang
berkembang penuh.
e.
Wawancara merupakan alat utama
dalam konseling untuk menumbuhkan hubungan timbal balik.[11]
2.7
Kelemahan dan
Kelebihan
Kelemahan
pendekatan konseling yang berpusat pada pribadi terletak pada cara sejumlah
pemraktek menyalahtafsirkan atau menyederhanakan sikap-sikap sentral dari posisi client-centered. Tidak
semua konselor bisa mempraktekkan terapi client-centered, sebab banyak
konselor yang tidak mempercayai filsafat yang melandasinya. Banyak pengikut
Rogers yang berusaha menjadi tiruan dari Rogers sendiri dan salah mengartikan
sejumlah konsep dasar dari Rogers. Mereka membatasi lingkup tanggapan dan gaya
konseling mereka sendiri pada refleksi-refleksi dan mendengar secara empatik.
Tentu saja, mendengarkan klien secara sungguh-sungguh, merefleksikan dan
mengomunikasikan pengertian kepada klien, memiliki nilai. Akan tetapi,
mendengar dan merefleksikan jangan dikacaukan dengan terapi itu sendiri.
Satu kekurangan dari pendekatan client-centered
adalah adanya jalan yang menyebabkan sejumlah pemraktek menjadi terlalu
terpusat pada klien sehingga mereka sendiri kehilangan rasa sebagai pribadi
yang unik. Secara paradoks, terapis dibenarkan berfokus pada klien sampai batas
tertentu sehingga menghilangkan nilai kekuatannya sendiri sebagai pribadi dan
oleh karenanya kepribadiannya kehilangan pengaruh. Terpis perlu menggaris
bawahi kebutuhan-kebutuhan dan maksud-maksud klien, dan pada saat yang sama ia
bebas membawa kepribadiannya sendiri kedalam pertemuan terapi.
Jadi orang bisa
memiliki kesan bahwa terapi client-centered tidak lebih dari pada teknik
mendengar dan merefleksikan. Terapi client-centered berlandaskan
sekumpulan sikap yang dibawa oleh terapis kedalam pertemuan dengan kliennya,
dan lebih dari kualitas lain yang manapun, kesejatian terapis menentukan
kekuatan hubungan terapeutik. Apabila terapis menyembunyikan identitas dan
gayanya yang unik dengan suatu cara yang pasif dan nondirektif, ia bisa jadi tidak
akan merugikan klien, tetapi bisa jadi tidak akan sungguh-sungguh mampu
mempengaruhi klien dengan suatu cara yang positif. Keotentikan dan keselarasan
terapis demikian vital sehingga terapis yang berpraktek dalam kerangka client-centered
harus wajar dalam bertindak dan harus menemukan suatu cara mengungkapkan
reaksi-reaksinya kepada klien. Jika tidak demikian, maka kemungkinan yang nyata
adalah terapi client-centered akan dikecilkan menjadi suatu corak kerja
yang ramah dan aman, tetapi tidak membuahkan hasil.
Ada kekurangan
tentu ada kelebihan. Begitu juga dengan jenis terapi yang berpusat pada
pribadi. Kelebihan dari jenis terapi yang berpusat pada individu
adalah:
·
Terapi client-centered memiliki
sifat keamanan
Terapi ini menitikberatkan mendengar aktif,
memberikan respek kepada klien, memperhatikan kerangka acuan internal klien,
dan menjalin kebersamaan dengan klien yang merupakan kebalikan dari menghadapi
klien dengan penafsiran-penafsiran.
·
Para terapis client-centered secara
khas merefleksikan isi dan perasaan-perasaan, menjelaskan pesan-pesan, membantu
para klien untuk memeriksa sumber-sumbernya sendiri-sendiri, dan mendorong
klien untuk menemukan cara-cara sendiri.
·
Terapi client-centered jauh
lebih aman dibanding dengan model-model terapi lain yangng menempatkan terapis
pada posisi direktif, membuat penafsiran-penafsiran, membentuk diagnosis,
menggali ketidaksadaran, menganalisis mimpi-mimpi dan bekerja kearah pengubahan
kepribadian secara radikal. Bagi orang yang kurang memiliki latar belakang
dalam psikologi konseling, dinamika-dinamika kepribadian dan psikopatologi,
pendekatan client centered memberi jaminan yang lebih realistis bahwa para
calon klien tidak akan mengalami kerugian psikologis.
·
Pendekatan client-centered dengan
berbagai cara memberikan sumbanagan-sumbangan kepada situasi-situasi konseling
individual maupun kelompok. Ia memberikan landasan humanistik bagi usaha
memahami dunia subjektif klien, memberikan peluang yang jarang kepada klien
untuk sungguh-sungguh didengar dan mendengar. Jika para klien merasa didengar,
maka mereka sangat mungkin mengungkapkan perasaan-perasaan dengan cara mereka
sendiri.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Pihasniwati, Psikologi Konseling, (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2008),
Hal. 120
[2]
Ibid, Hal. 121
[3]
Pihasniwati, Psikologi Konseling, (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2008),
Hal. 124
[4]
Dr. Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2011), Hal. 155
[5]
Ibid, Hal. 155
[6]
Dr. Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2011), Hal. 156
[7]
Pihasniwati, Psikologi Konseling, (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2008),
Hal. 126
[8]
Dr. Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2011), Hal. 154
[9]
Pihasniwati, Psikologi Konseling, (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2008),
Hal. 126
[10]
Pihasniwati, Psikologi Konseling, (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2008),
Hal. 128
[11]
Pihasniwati, Psikologi Konseling, (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2008),
Hal. 129
0 komentar:
Posting Komentar