Istilah
Rational-Emotive Behavior Therapy sukar diganti dengan istilah bahasa indonesia
yang mengena: Paling-paling dapat dideskripsikan dengan mengatakan: Corak
konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berfikir dan akal
sehat (Rational Thingking), Berperasaan (emotion), dan berperilaku (acting),
Serta sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam cara
berfikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan
berperilaku. Pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah
pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan,
tingkah laku dan pikiran. pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy
(REBT) di kembangkan oleh Albert Ellis melalui beberapa tahapan. pandanagan dasar
pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk
berpikir irasional yang salah satunya didapat melalui belajar social. Di
samping itu, individu juga memiliki kapasitas untuk belajar kembali untuk
berpikir rasional. pendekatan ini bertujuan untuk mengajak individu mengubah
pikiran-pikiran irasionalnya ke pikiran yang rasional melalui teori ABCDE.
Penulis memilih REBT yang dikembangkan oleh
Albert Ellis ini sebagai bahan pembahasan berdasarkan pemikiran bahwa REBT bisa
menantang para mahasiswa untuk berfikir tentang sejumlah masalah dasar yang
mendasari konseling. REBT terpisah secara radikal dari beberapa sistem lain
yang disajikan didalam makalah ini, yakni pendekatan-pendekatan psiko analitik,
eksistensial-humanistik, client centered dan gestal. REBT lebih banyak
kesamaannya dengan terapi-terapi yang berorientasi kognitif-tinngkah
laku-tindakan dalam arti menitik beratkan berfikir, menilai, memutuskan,
menganalisis, dan bertindak. REBT sangat didaktif dan sangat direktif serta
lebih banyak berurusan dengan dimensi-dimensi fikiran dari pada dengan
dimensi-dimensi perasaan.
Dengan mengingat hal itu, kami dari penulis ingin
mengupas teori REBT lebih mendalam. Namun kami tetap memahami bahwa dalam
penulisan ini banyak mempunyai kekurangan, oleh
karenanya kami tetap mengharap kritik dan saran dari semua pihak.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
sejarah perkembangan REBT ?
2.
Bagaimanakah
Hakekat perilaku (manusia) dalam pendekatan
REBT ?
3.
Bagaimanakah
Perkembangan perilaku (pribadi sehat dan tidak sehat) dalam pendekatan REBT ?
4.
Bagaimanakah
Hakekat konseling dalam pendekatan REBT ?
5.
Bagaimanakah
Kondisi pengubahan (tujuan, konselor, klien, dan situasi hubungan) dalam
pendekatan REBT ?
6.
Bagaimanakah
Mekanisme pengubahan (tahap-tahap konseling, tehnik-tehnik konseling) dalam
pendekatan REBT ?
7.
Bagaimanakah
Kelemahan dan kelebihan pendekatan REBT
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SEJARAH PERKEMBANGAN
Rasional Emotive Behavior Therapy (REBT) sebelumnya disebut rational therapy dan rational
emotive therapy, merupakan terapi yang komprehensif, aktif-direktif,
filosofis dan empiris berdasarkan psikoterapi yang berfokus pada penyelesaian
masalah-masalah gangguan emosional dan perilaku, serta menghantarkan individu
untuk lebih bahagia dan hidup yang lebih bermakna (fulfilling lives).
REBT diciptakan dan dikembangkan oleh Albert Ellis (1950an), seorang
psikoterapis yang terinspirasi oleh ajaran-ajaran filsuf Asia, Yunani, Romawi
dan modern yang lebih mengarah pada teori belajar kognitif. Asal-usul terapi
rasional-emotif dapat ditelusuri dengan filosofi dari Stoicisme di Yunani kuno
yang membedakan tindakan dari interpretasinya. Epictetus dan Marcus Aurelius
dalam bukunya “The Enchiridion”, menyatakan bahwa manusia tidak begitu
banyak dipengaruhi oleh apa yang terjadi pada dirinya, melainkan bagaimana
manusia memandang/menafsirkan apa yang terjadi pada dirinya (People are not
disturbed by things, but by the view they take of them). Pada mulanya Ellis
menggunakan psikoanalisis dan person-centered therapy dalam proses
terapi, namun ia merasa kurang puas dengan pendekatan dan hipotesis tingkah
laku klien yang dipengaruhi oleh sikap dan persepsi mereka. Hal inilah yang
memotiviasi Ellis mengembangkan pendekatan rational emotive dalam
psikoterapi yang ia percaya dapat lebih efektif dan efisien dalam memberikan
efek terapeutik. Ellis mengembangkan teori A-B-C, dan kemudian dimodifikasi
menjadi pendekatan A-B-C-D-E-F yang digunakan untuk memahami kepribadian dan
untuk mengubah kepribadian secara efektif. Pada tahun 1990-an, Ellis mengganti
nama pendekatan tersebut dengan Rasional Emotive Behavior Therapy atau
yang biasa kita singkat menjadi REBT. Sampai saat ini, REBT merupakan salah
satu bagian dari cognitive behavior therapy (CBT).[1]
2.2 HAKIKAT MANUSIA
Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapi (REBT)
memandang manusia sebagai individu yang didominasi oleh sistem berfikir dan
sistem perasaan yang berkaitan dalam sistem psikis individu. Keberfungsian
individu secara psikologis ditentukan oleh fikiran, perasaan dan tingkah laku.
Tiga aspek ini saling berkaitan karena satu aspek mempengaruhi aspek lainnya.[2]
Secara khusus, pendekatan ini berasumsi bahwa individu
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.
Individu
memiliki potensi yang unik untuk berfikir rasional dan irrasional.
2.
Pikiran
irasional berasal dari proses belajar, yang irasional didapat dari orangtua dan
budayanya.
3.
Manusia
adalah makhluk verbal dan berfikir melalui simbol dan bahasa. Dengan demikian,
gangguan emosional yang dialami individu disebabkan oleh verbalisasi ide dan
pemikiran irrasional
4.
Gangguan(self
verbalising) yang terus menerus emosional yang disebabkan oleh verbalisasi dan persepsi serta sikap terhadap kejadian
merupakan akar permasalahan, bukan karena kejadian itu sendiri.
5.
Individu
memiliki potensi untuk mengubah arah hidup personal dan sosialnya.
6.
Pikiran
dan perasaan yang negatif dan merusak diri dapat diserang dengan
mengorganisasikan kembali persepsi dan pemikiran, sehingga menjadi logis dan
rasional.
Secara dialektik, REBT berasumsi bahwa berfikir logis
itu tudak mudah, kebanyakan individu cenderung ahli dalam berfikir tidak logis.
Contoh berfikir tidak logis biasanya banyak menguasai individu adalah:
·
Saya
harus sempurna
·
Saya
baru saja melakukan kesalahan, bodoh sekali!
·
Ini
adalah bukti bahwa saya tidak sempurna, maka saya tidak berguna.
Secara sistem nilai, terdapat dua nilai eksplisit yang
biasanya dipegang oleh individu namun tidak sering diverbalkan, yaitu (1) nilai
untuk bertahan hidup (survival) dan (2) nilai kesenangan (enjoyment). Kedua
nilai ini didesain oleh individu agar ia dapat hidup lebih panjang,
menetralisir stress emosional dan tingkah laku yang merusak diri, serta
mengaktualisasikan diri sehingga individu dapat hidup dengan penuh bahagia.
Meskipun teori ini tidak membahas tahap perkembangan
individu, pendapat REBT bahwa anak-anak paling gampang terkena pengaruh dari
luar dan memiliki cara berfikir yang tidak rasional daripada orang dewasa. Pada
dasarnya,mausia itu naif, mudah disugesti, dan mudah terusik. Secara
keseluruhan orang mempunyai kemampuan dalam dirinya sendiri untuk mengontrol
pikiran, perasaan dan tindakan, tetapi pertama-tama dia harus menyadari apa
yang mereka katakan pada diri sendiri (bicara pada diri sendiri) untuk
mendapatkan atas kehidupannya.[3]
Ellis mengidentifikasi sebelas keyakinan irrasional
individu yang dapat mengakibatkan masalah, yaitu:
1.
Saya
yakin harus dicintai atau disetujui oleh hampir setipa orang dimana saya
menjalin kontak.
2.
Saya
yakin mestinya harus benar-benar kompeten, adekuat dan mencapai satu tingkat
penghargaan yang diakui seutuhnya.
3.
Beberapa
orang berwatak buruk, jahat dan kejam, karena itu mereka layak disalahkan dan
dihukum.
4.
Menjadi
sebuah bencana besar ketika suatu hal terjadi seperti yang tidak pernah saya
inginkan.
5.
Ketidakbahagiaan
disebabkan oleh situasi tertentu yang berada diluar kemampuan saya
mengendalikannya.
6.
Hal-hal
yang berbahaya atau menakutkan adalah sumber terbesar kekhawatiran, dan saya
harus mewaspadai potensi destruktifnya.
7.
Lebih
mudah menghindari kesulitan dan tanggung jawab tertentu ketimbang
menghadapinya.
8.
Saya
meatinya bergantung pada beberapa hal dan orang lain, dan mestinya memiliki
orang-orang yang sungguh bisa diandalkan untuk memperhatikan saya.
9.
Pengalaman
dan kejadian masa lalu menentukan perilaku saya saat ini; pengaruh masa lalu
tidak pernah bisa dihapus.
10. Saya mestinya cukup kesal terhadap
problem dan gangguan yang ditimbulkan orang lain.
11. Selalu terdapat solusi benar atau
sempurna untuk setiap problem, dan itu mestinya bisa ditemukan, atau problemnya
tidak akan pernah selesai hingga tuntas.
2.3 PERKEMBANGAN PERILAKU
1.
STRUKTUR KEPRIBADIAN
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian
dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang
membangun tingkah laku individu, yaitu Activating event (A), Belief (B),
dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal
dengan konsep atau teori ABC.
|
Activating event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang
dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian,
tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi
siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi
seseorang.
Belief (B)
yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi
diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam,
yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan
yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional
merupakan cara berpikir atau sistem keyakinan yang tepat, masuk akal,
bijaksana, dan karena itu menjadi produktif. Keyakinan yang tidak rasional
merupakan keyakinan atau sistem berpikir seseorang yang salah, tidak masuk
akal, emosional, dan karena itu tidak produktif.
Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional
sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan
emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi
emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa
variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
Disputing (D),
terdapat tiga bagian dalam tahap disputing, yaitu:
1) Detecting irrational beliefs
Konselor menemukan keyakinan klien yang irasional dan membantu klien
untuk menemukan keyakinan irasionalnya melalui persepsinya sendiri.
2) Discriminating irrational beliefs
Biasanya keyakinan irasional diungkapkan dengan kata-kata: harus,
pokoknya atau tuntutan-tuntutan lain yang tidak realistik. Membantu klien untuk
mengetahui mana keyakinan yang rasional dan yang tidak rasional.
3) Debating irrational beliefs
Beberapa strategi yang dapat digunakan:
The lecture (mini-lecture), memberikan
penjelasan.
Socratic debate, mengajak klien untuk
beradu argumen.
Humor, creativity seperti: cerita,
metaphors, dll.
Self-disclosure: keterbukaan konselor
tentang dirinya (kisah konselor, dll)
2.
PRIBADI SEHAT DAN BERMASALAH
a. Pribadi Sehat
Individu yang dapat berpikir secara rasional dalam menanggapi setiap
rangsangan terhadap dirinya.
b. Pribadi Bermasalah
Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku
bermasalah adalah merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir
yang irrasional. Terdapat tujuh faktor yang dapat digunakan untuk mendeteksi
pikiran irasional, yaitu:
1.
Lihat
pada generalisasi yang berlebihan (overgeneralization)
2.
Lihat
pada distorsi (distortion)
3.
Lihat
pada hal-hal yang dihapus (deletion)
4.
Lihat
pada hal-hal yang dianggap tragedi atau bencana (catastrophising)
5.
Lihat
pada penggunaan kata-kata absolut
6.
Lihat
pada pernyataan yang menunjukkan ketidaksetujuan terhadap sesuatu atau
seseorang yang konseli pikir mereka tidak dapat menahannya.
7.
Lihat
pada ramalan atau prediksi masa depan.
2.4 HAKIKAT
KONSELING
Konseling rasional emotif dilakukan dengan menggunakan
prosedur yang bervariasi dan sistematis yang secara khusus dimaksudkan untuk
mengubah tingkah laku dalam batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama
oleh konselor dan klien. Karakteristik Proses Konseling Rasional-Emotif :
1. Aktif-direktif,
artinya bahwa dalam hubungan konseling konselor lebih aktif membantu
mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
2. Kognitif-eksperiensial, artinya bahwa
hubungan yang dibentuk berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan
pemecahan masalah yang rasional.
3. Emotif-ekspreriensial,
artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan juga memfokuskan pada aspek
emosi klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus
membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
4. Behavioristik,
artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan
mendorong terjadinya perubahan tingkah laku klien.
2.5 KONDISI PENGUBAHAN
1.
TUJUAN
Tujuan utama REBT berfokus pada membantu
konseli untuk menyadari bahwa mereka dapat hidup rasional dan produktif. REBT membatu
konseli agar berhenti membuat tuntutan
dan merasa kecal melalui kekacauan, konseli dalam REBT dapat mrngekspresikan
beberapa perasaan negatif, tetapi tujuan utamanyaadalahmembatu klien agar tidak
memberikan tanggapan emosional melebihi yang selayaknya tehadap sesuatu
peristiwa.[4]
REBT juga mendorong konseli untuk lebih
toleran terhadap diri sendiri dan orang lain, serta mengajak
mereka untuk mencapai tujuan pribadi. Tujuan trsebut dicapai dengan mengajak
orang berfikir rasional untuk mengubah tingkah laku menghancurkan diri dan
dengan membantunya mempelajari cara bertindak yang baru.
2. SIKAP, PERAN DAN TUGAS
KONSELOR
Tugas utama konselor dalam hal ini secara pokok ada dua:
1. Interpersonal, yaitu membangun hubungan terapeutik, membangun
rapport, dan suasana kolaboratif
2. Organisational, yaitu bersosialisasi dengan konseli untuk memulai
terapi, mengadakan proses assesmen awal, menyetujui wilayah masalah dan
membangun tujuan konseling.
Konselor harus aktif dan langsung. Mereka adalah instruktur yang
mengajarkan danmembetulkan kognisi konseli. Melawan keyakinan yang tertanam
kuat membutuhkan lebih dari sekedar logika. Dibutuhkan repetisi dan
konsistensi. Oleh karena itu, konselor harus menyimak dengan cermat untuk
menemukan pernyataan tidak logisatau salah dari kliennya dan keyakionan yang
bertentangan. Konselor harus cerdas, berwawasan, empatik, respek, tulus,
konkret, bertekad kuat, ilmiah, berminat membantu orang lain, dan pengguna
REBT.
Terapis REBT menganggap bahwa kondisi fasilitatif inti dari empati,
penerimaan tanpa syarat dan keaslian sering diinginkan, namun itu tidak cukup
untuk merubah dalam terapi konstruktif. Untuk membatu perubahan tersebut
terjadi, teripis REBT perlu membantu klien mereka untuk melakukan hal berikut:
·
Sadarilah
bahwa sebagian besar maslah psikologis ditimbulkan oleh mereka sendiri.
·
Mengakui
sepenuhnya bahwa mereka mampu mengatasi masalahnya.
·
Memahami
bahwa maslah mereka berasal dari sebagian besar keyakinan mereka yang
irrasional.
·
Mendeteksi
keyakinan irrasional dan membedakannya dengan
keyakinan rasional mereka.
·
Periksa
keyakinan irasional mereka dan keyakinan rasional mereka sampai mereka melihat
dengan jelas bahwa keyakinan irasional mereka adalah palsu, tidak logis dan
tidak konstruktif, sementara keyakinan rasional mereka benar, masuk akal dan
konstruktif.
·
Berusaha
menuju internalisasi keyakinanbaru mereka yang irrasional dengan menggunakan
berbagai metode kognitif (termasuk imaginal), emosi dan metode perubahan
perilaku. Dalam tindakan tertentu dengan cara-cara yang konsisten dengan
keyakinan rasional mereka ingin mengembangkan dan menahan diri dari bertindak
dengan konsisten menggunakan keyakinan lema mereka yang irasional.
·
Perluas
proses pemeriksaan keyakinan dan menggunakan metode perubahan multimodal ke
daerah kehidupan mereka yang lain dan berkomitmen untuk melakukannya selama
diperlukan.
3.
SIKAP, PERAN DAN TUGAS KONSELI
Umumnya, peran klien dalam REBT mirip seorang siswa atau
pelajar. Proses konseling dipandang sebagai suatu proses reedukatif di mana
klien belajar cara menerapkan pikiran logis pada pemecahan masalah.
Pengamalam utama klien adalah mencapai pemahaman
emosional atas sumber-sumber gangguan yang dialaminya. Pada taraf pertama,
klien menjadi sadar bahwa ada anteseden tertentu yang menyebabkan timbulnya
irrasional belief. Taraf kedua, klien mengakui dirinyalah yang sekarang
mempertahankan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang irrasional. Tahap
ketiga, klien berusaha untuk menghadapi secara rasional-emotif, memikirkannya,
dan berusaha menghapus irrational belief dan mengggantinya dengan rational
belief.
Klien yang telah memiliki keyakinan rasional terjadi
peningkatan dalam hal : (1) minat kepada diri sendiri, (2) minat sosial, (3)
pengarahan diri, (4) toleransi terhadap pihak lain, (5) fleksibel, (6) menerima
ketidakpastian, (7) komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya, (8) penerimaan
diri, (9) berani mengambil risiko, dan (10) menerima kenyataan.
4.
SITUASI HUBUNGAN
Karena REBT pada dasarnya adalah proses
perilaku kognitif dan direktif, sebuah hubungan intens antara terapis dan klien tidak
diperlukan. Seperti halnya terapi person centered Rogers, praktisi REBT
menerima tanpa syarat semua klien den juga mengajarkan mereja untukm menerima
oranglain tanpa syarat dan diri mereka sendiri.
Namun, Ellis yakin bahwa terlalu banyak
kehangatan dan pemahaman dapat menjadi kontraproduktif dengan menumpuk rasa
ketergantungan persetujuan dari terapis. Praktisi REBT menerima klien mereka
sebagai makhluk tidak sempurna yang dapat dibantu melalui berbagai teknik
mengajar, biblioterapi dan modifikasi perilaku,. Ellis membangun hubungan
dengan kliennya dengan menunjukkan kepada mereka bahwa ia memiliki iman yang
besar dalam kemampuan mereka untuk merubah diri mereka sendiri dan bahwa ia
memiliki alat untuk membantu mereka melakukan hal ini.
Terapis REBT sering terbuka dan langsung
dalam pengungkapan keyakinan diri dan nilai-nilai. Mereka bersedia untuk
berbagi ketidaksempurnaan diri mereka sebagai cara untuk memperjuangkan gagasan
realistis klien. Itu adalah penting untuk membangun sebanyak mungkin hubungan
egaliter, sebagai lawan untuk menghadirkan diri sebagai sebuah otoritas.
2.6 MEKANISME PENGUBAHAN
1.
TAHAP-TAHAP KONSELING
TAHAP I
Proses dimana konseli diperlihatkan dan
disadarkan bahwa mereka tidak logis dan irrasional. Proses ini memnbantu klien
memahami bagaimana dan mengapa dapat terjadi irrasional. Pada tahap ini konseli
diajarkan bahwa mereka mempunyai potensi untuk mengubah hal tersebut
TAHAP II
Pada tahap ini konseli dibantu untuk yakin
bahwa pemikiran dan perasaan negatif tersebut dapat ditantang dan diubah. Pada
tahap ini konseli mengeksplorasi ide-ide untuk menentukan tujuan-tujuan
rasional. Konselor juga mendebat pikiran irasional konseli dengan menggunakan
pertanyaan untuk menantang validitas ide tentang diri, orang lain dan
lingkungan sekitar. Pada tahap ini konselor menggunakan teknik-teknik konseling
REBT untuk membantu konseli mengembangkan pikiran rasional.[5]
TAHAP III
Tahap akhir, konseli dibantu untuk secara
terus menerus mengembangkan pikiran rsional serta mengembangkan fillosofi hidup
yang rasional sehingga konseli tidak terjebak pada masalah yang disebabkan oleh
pemikirian irasional. Tahap-tahap ini merupakanproses natural dan
berkelanjutan. tahap ini menggambarkan keseluruhan proses konseling yang
dilalui oleh konselor dan konseli.
2. TEKNIK-TEKNIK KONSELING
TEKNIK KOGNITIF
·
Dispute
Kognitif (cognitif diputation)
·
Analisis
Rasional (ratinal analysis)
·
Dispute
standar ganda (double-standart dispute)
·
Skala
katastropi (catastrophe scale)
·
Devil’s
advocate atau rational role riversal
·
Membuat
frame ulang (refeaming)
TEKNIK IMAGERI
·
Dispute
imajinasi ( imaginal disputation)
·
Kartu
kontrol emosional ( the emotional control card – ECC)
·
Proyeksi
Waktu (time projection)
·
Teknik
melebih-lebihkan (the blow-up technique)
TEKNIK BEHAVIORAL
·
Dispute
tingkah laku (behavioral disputation)
·
Bermain
peran (role playing)
·
Peran
rsional tebalik (ratinal role reversal)
·
Pengalaman
langsung (exposure)
·
Menyerang
rasa malu (shame attacking)
·
Pekerjaan
rumah (homework assignment)[6]
HASIL PENELITIAN
1. Aaron Beck – Cognitive Therapy
Cognitive Therapy, didasarkan pada alasan teoritis bahwa cara orang
merasakan dan berperilaku ditentukan oleh bagaimana mereka memahami dan
struktur pengalaman mereka
2. Donald Maichenbaum – Cognitive
Behavior Modification
Cognitive Behavior Modification, pernyataan terhadap diri dalam
banyak hal juga mempengaruhi diri seperti halnya pernyataan dari orang lain.
Merubah pola sifat untuk mengevaluasi
perilaku.
2.7 KELEMAHAN DAN KEKUATAN
KEKUATAN
·
Pendekatan
ini jelas, mudah dipelajari dan efektif. Kebanyakan klian hanya
mengalamisedikit kesulitan dalam mengalami prinsip ataupun terminologi REBT.
·
Pendekatan
ini dapat dengan mudahnya dikombinasikan dengan teknik tingkah laku lainnya
untuk membantu klian mengalami apa yang mereka pelajari lebih jauh lagi.
·
Pendekatan
ini relatif singkat dan klian dapat melanjutkan penggunaan pendekatan ini
secara swa-bantu.
·
Pendekatan
ini telah menghasilkan banyak literatur dan penelitian untuk klian dan
konselor. Hanya sedikit teori lain yang dapat mengembangkan materi biblioterapi
seperti ini.
·
Pendekatan
ini terus-menerus berevolusi selama bertahun-tahun dan teknik-tekniknya telah
diperbaiki.
·
Pendekatan
ini telah dibuktikan efektif dalam merawat gangguan kesehatan mental parah
seperti depresi dan anseitas.
KELEMAHAN
·
Pendekatan
ini tidak dapat digunakan secara efektif pada individu yang mempunyai gangguan
atau keterbatasan mental, seperti schizophrenia, dan mereka yang mempunyai
kelainan pemikiran yang berat.
·
Pendekatan
ini terlalu diasosiasikan dengan penemunya, Albert Ellis. Banyak individu yang mengalami kesulitan dalam
memisahkan teori dari ke-eksentrikan Ellis.
·
Pendekatan
ini langsung dan berpotensi membuatkonselor terlalu fanatik dan ada kemungkinan
tidak merawat klien seideal yang semestinya.
·
Pendekatan
yang menekankan pada perubahan pikiran bukanlah cara yang paling sederhana
dalam membantu klien mengubah emosinya.[7]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan makalah kami di atas maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Rasional Emotive Behavior Therapy (REBT) sebelumnya
disebut rational therapy dan rational emotive therapy, merupakan
terapi yang komprehensif, aktif-direktif, filosofis dan empiris berdasarkan
psikoterapi yang berfokus pada penyelesaian masalah-masalah gangguan emosional
dan perilaku, serta menghantarkan individu untuk lebih bahagia dan hidup yang
lebih bermakna (fulfilling lives).
2. Pendekatan
Rational Emotive Behavior Therapi (REBT) memandang manusia sebagai individu
yang didominasi oleh sistem berfikir dan sistem perasaan yang berkaitan dalam
sistem psikis individu.
3. Struktur kepribadian REBT adalah pandangan pendekatan rasional emotif
tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis :
ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Activating event (A),
Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini
yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
4. Konseling rasional emotif dilakukan dengan
menggunakan prosedur yang bervariasi dan sistematis yang secara khusus
dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku dalam batas-batas tujuan yang disusun
secara bersama-sama oleh konselor dan klien. Karakteristik proses konseling
Rasional-Emotif adalah Aktif-direktif,
Kognitif-eksperiensial, Emotif-ekspreriensial, Behavioristik.
5. Tujuan utama REBT berfokus pada membantu konseli untuk menyadari
bahwa mereka dapat hidup rasional dan produktif. Tugas utama konselor dalam hal
ini secara pokok ada dua:
1. Interpersonal, yaitu membangun hubungan terapeutik,
membangun rapport, dan suasana kolaboratif
2.
Organisational, yaitu bersosialisasi dengan konseli untuk memulai terapi,
mengadakan proses assesmen awal, menyetujui wilayah masalah dan membangun
tujuan konseling.
Umumnya, peran
klien dalam REBT mirip seorang siswa atau pelajar. Proses konseling dipandang
sebagai suatu proses reedukatif di mana klien belajar cara menerapkan pikiran
logis pada pemecahan masalah.
Situasi hubungan, karena REBT pada dasarnya adalah
proses perilaku kognitif dan direktif, sebuah hubungan intens antara terapis
dan klien tidak diperlukan. Seperti halnya terapi person centered Rogers,
praktisi REBT menerima tanpa syarat semua klien den juga mengajarkan mereja
untukm menerima oranglain tanpa syarat dan diri mereka sendiri.
6. Tahap- tahap dalam pendekatan REBT:
a. Proses dimana konseli diperlihatkan dan disadarkan bahwa mereka
tidak logis dan irrasional.
b. Pada tahap ini konseli dibantu untuk yakin bahwa pemikiran dan
perasaan negatif tersebut dapat ditantang dan diubah.
c. Tahap akhir, konseli dibantu untuk secara terus menerus
mengembangkan pikiran rsional serta mengembangkan fillosofi hidup yang rasional
sehingga konseli tidak terjebak pada masalah yang disebabkan oleh pemikirian
irasional.
Tehnik-tehnik dalam
pendekatan RET ada tiga yakni tehnik kognitif, imageri dan behavioristik.
7. Kekuatan pendekatan REBT adalah pendekatan ini dapat dengan mudahnya
dikombinasikan dengan teknik tingkah laku lainnya untuk membantu klian
mengalami apa yang mereka pelajari lebih jauh lagi. Sementara kelemahan
pendekatan REBT adalah Pendekatan yang menekankan pada perubahan pikiran
bukanlah cara yang paling sederhana dalam membantu klien mengubah emosinya.
DAFTAR PUSTAKA
·
Corey,
G. 2009. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, 9th.
Belmont, California : Brooks/Cole.
·
Dryden,
Windy & Neenan, Michael. 2006. Rational Emotive Behavior Therapy :
100 Key Point . New York : Routledge.
·
Ellis,
Albert & Dryden, Windy. 1997. The Practice of Rational Emotive
Behavior Therapy, New York : Springer Publishing.
·
Gladding,
Samuel T. 2009. Konseling: Profesi yang Menyeluruh (edisi enam).
Terjemahan P.M. Winarno & Lilian Yuwono. 2012. Jakarta: PT. Indeks.
·
Komalasari,
Gantina. Teori dan Teknik Konseling. 2011. Jakarta : Indeks.
·
Nelson-Jones,
R. 2011. Theory and Practice of Counseling and Therapy, 4th.
Terjemahan Helly Prajitno & Sri Mulyantini. 2012. Jakarta : Pustaka
Pelajar.
·
Parrot
III, L. 2003. Counseling and Psychotherapy. Pacific Grove, 2nd.
CA: Brooks/Cole.
·
Thomson,
A. Rosemary. 2003.Counseling Techniques, 2nd. London : Roudledge
[2] Boeree C.,George, Dr. 2006. Personality Theories (terjemahan oleh Injiah
Ridwan Muzir). Yogyakarta: Prismasophie
[3] Ellis,
Albert & Dryden, Windy. 1997. The
Practice of Rational Emotive Behavior Therapy, New York : Springer
Publishing.
[4] Dryden, Windy &
Neenan, Michael. 2006. Rational
Emotive Behavior Therapy : 100 Key Point . New York : Routledge.
[5] Nelson-Jones, R. 2011. Theory
and Practice of Counseling and Therapy, 4th. Terjemahan Helly Prajitno
& Sri Mulyantini. 2012. Jakarta : Pustaka Pelajar.
[6] Thomson, A.
Rosemary. 2003. Counseling Techniques, 2nd.
London : Roudledge
[7] Parrot III, L. 2003. Counseling and Psychotherapy. Pacific
Grove, 2nd. CA: Brooks/Cole.
0 komentar:
Posting Komentar