Bimbingan dan konseling harus didasarkan pada prinsip non diskrimatif,
kontektualitas, integralitas dan kemandirian. Keempat prinsipini harus menjadi
landasan bagi gerak langkah penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan konseling di
sekolah.[1]
Prinsip-prinsip ini berkaitan dengan tujuan, sasaran layanan, jenis layanan dan
kegiatan pendukung, serta berbagai aspek oprasionalisasi pelayanan bimbingan
dan konseling. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
a.
Prinsip non-diskriminatif. Prinsip ini berhubungan
dengan layanan yang berdasarkan pada prinsip kesetaraan, yakni BK tidak
membedakan konseli karena latar belakang suku, agama, status sosial, dan jenis
kelamin.
b.
Prinsip integralitas, meliputi: (a) bimbingan dan
konseling meliput integral dari pendidikan dan pengembangan individu, sehingga
program bimbingan dan konseling diselaraskan dengan program pendidikan dan
pengembangan diri peserta didik; (b) program bimbingan dan konseling harus
fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungannya;
(c) program bimbingan dan konseling disusun dengan mempertimbangkan adanya
tahap perkembangan individu.
c.
Prinsip kontektualitas, prinsip yang berkaitan
langsung dengan permasalahan yang dialami individu. Prinsip ini meliputi: (a)
pengaruh kondisi mental maupun fisik individu terhadap penyesuaian pengaruh
lingkungan, baik di rumah, sekolah, dan masyarakat sekitar; (b) timbulnya
masalah pada individu oleh karena adanya kesenjangan sosial, ekonomi dan
budaya.
d.
Prinsip kemandirian, yakni berkaitan dengan tujuan
dan pelaksanaan pelayanan, meliputi: (a) BK diarahkan untuk pengembangan
individu yang akhirnya mampu secara mandiri membimbing diri sendiri; (b)
pengambilan keputusan yang diambil oleh klien hendaknya atas kemauan diri
sendiri; (c) permasalahan individu dilayani oleh tenaga ahli atau profesional
yang relevan dengan permasalahn individu; (d) perlu adanya kerjasama dengan
personil sekolah dan orang tua, dan bila
perlu dengan pihak lain yang berkewenangan dengan permasalahan individu; (e)
proses pelayanan bimbingan dan konseling melibatkan individu yang telah
memperoleh hasil pengukuran dan penilaian layanan.
Layanan bimbingan dan konseling harus didasarkan pada asas-asas yang
tepat. Aspek ini sangat menentukan dan menjamin keberhasilan aktifitas layanan
BK, akan tetapi bila asas ini tidak
diterapkan dengan baik atau bahkan tidak digunakan, maka layanan BK
justru akan berdampak negatif bagi perkembangan diri konseli. Berikut ini
dipaparkan secara rinci asas-asas BK:[2]
a)
Asas kerahasiaan (confidential), yakni asas
yan menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan peserta didik
(konseli) yang menjadi sasaran layanan, adalah data atau keterangan yang tidak
boleh dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini, guru pembimbing
(konselor) berkewajiban memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu
sehingga kerahasiaannya benar-benar terjamin.
b)
Asas kesukarelaan, yakni asas yang menghendaki
adanya kerelaan peserta didik (konseli) mengikuti atau menjalani layanan yang
diperuntukkan baginya. Guru pembimbing (konselor) berkewajiban membina dan
mengembangkan kesukarelaan seperti itu.
c)
Asas keterbukaan, yakni asas yang menghendaki agar
peserta didik (konseli) yang menjadi sasaran layanan atau kegiatan bersikap
terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang
dirinya sendiri maupun dalam berbagai informasi dan materi dari luar yang
berguna bagi pengembangan dirinya. Guru pembimbing (konselor) berkewajiban
mengembangkan keterbukaan peserta didik (konseli). Agar peserta didik (konseli)
mau terbuka dan tidak berpura-pura. Asas ini bertalian erat dengan asas
kerahasiaan dan kesukarelaan.
d)
Asas kegiatan, yakni asas yang menghendaki agar peserta didik
(konseli) yang menjadi sasaran layanan dapat berpartisipasi aktif di dalam
penyelenggaraan kegiatan bimbingan. Guru pembimbing (konselor) perlu mendorong
dan memotivasi peserta didik untuk dapat aktif dalam setiap layanan dan
kegiatan yang diberikan kepadanya.
e)
Asas kemandirian, yakni asas yang menunjukkan pada
tujuan umum bimbingan dan konseling, adalah peserta didik (konseli) sebagai
sasaran layanan BK diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri, mampu
mengambil keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan diri sendiri. Guru
pembimbing (konselor) hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan
konseling bagi berkembangnya kemandirian peserta didik.
f)
Asas
kekinian, yakni asas yang menghendaki agar sasaran layanan bimbingan dan
konseling merupakan permasalahan yang dihadapi peserta didik (konseli) dalam
kondisi sekarang. Konteks masa lampau dan masa depan dilihat sebagai dampak dan
memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan diperbuat peserta didik (konseli)
pada saat sekarang.
g)
Asas kedinamisan, yakni asas yang menghendaki agar
isi layanan terhadap sasaran layanan selalu bergerak maju, tidak monoton, dan
terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan diri peserta
didik. Asas ini juga menjamin bahwa pelayanan BK harus berkelanjutan sesuai
dengan kebutuhan dan tahap perkembangan dari waktu ke waktu.
h)
Asas keterpaduan, yakni asas yang menghendaki agar
berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling baik yang dilakukan oleh
guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis dan keterpaduan.
Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait
dengan bimbingan dan konseling menjadi amat penting dan harus dilaksanakan
sebaik-baiknya.
i)
Asas kenormatifan, yakni layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum,
peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku di
masyarakat. Lebih jauh lagi layanan dan kegiatan BK harus dapat meningkatkan
kemampuan peserta didik (konseli) dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan
norma-norma tersebut.
j)
Asas keahlian, yakni layanan BK yang
diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para
pelaksanan layanan dan kegiatan BK hendaknya merupakan tenaga yang benar-benar
ahli dalam bidangnya. Profesionalitas guru pembimbing (konselor) harus terwujud
baik dalam penyelanggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling dan dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
k)
Asas alih tangan kasus, yakni pihak-pihak yang
mampu menyelanggarakan layanan BK secara tepat dan tuntas atas suatu
permasalahan peserta didik (konselor), dapat mengalih-tangankan kepada pihak
yang lebih ahli. Guru pembimbing (konselor) dapat menerima alih tangan kasus
dari orang tua, guru-guru lainnya, atau ahli lain. Demikiian pula sebaliknya,
dapat mengalih-tangankan kasus kepada pihak yang lebih kompeten, baik yang
berada dalam lembaga sekolah maupun luar sekolah.
l)
Asas tut wuri handayani, yakni pelayanan BK secara
keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa aman),
mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta
kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (konseli)untuk maju.
0 komentar:
Posting Komentar