Kamis, 08 Mei 2014

Prinsip dan Asas Bimbingan Konseling



Bimbingan dan konseling harus didasarkan pada prinsip non diskrimatif, kontektualitas, integralitas dan kemandirian. Keempat prinsipini harus menjadi landasan bagi gerak langkah penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah.[1] Prinsip-prinsip ini berkaitan dengan tujuan, sasaran layanan, jenis layanan dan kegiatan pendukung, serta berbagai aspek oprasionalisasi pelayanan bimbingan dan konseling. Prinsip-prinsip tersebut adalah:

a.       Prinsip non-diskriminatif. Prinsip ini berhubungan dengan layanan yang berdasarkan pada prinsip kesetaraan, yakni BK tidak membedakan konseli karena latar belakang suku, agama, status sosial, dan jenis kelamin.
b.      Prinsip integralitas, meliputi: (a) bimbingan dan konseling meliput integral dari pendidikan dan pengembangan individu, sehingga program bimbingan dan konseling diselaraskan dengan program pendidikan dan pengembangan diri peserta didik; (b) program bimbingan dan konseling harus fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungannya; (c) program bimbingan dan konseling disusun dengan mempertimbangkan adanya tahap perkembangan individu.
c.       Prinsip kontektualitas, prinsip yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang dialami individu. Prinsip ini meliputi: (a) pengaruh kondisi mental maupun fisik individu terhadap penyesuaian pengaruh lingkungan, baik di rumah, sekolah, dan masyarakat sekitar; (b) timbulnya masalah pada individu oleh karena adanya kesenjangan sosial, ekonomi dan budaya.
d.      Prinsip kemandirian, yakni berkaitan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan, meliputi: (a) BK diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu secara mandiri membimbing diri sendiri; (b) pengambilan keputusan yang diambil oleh klien hendaknya atas kemauan diri sendiri; (c) permasalahan individu dilayani oleh tenaga ahli atau profesional yang relevan dengan permasalahn individu; (d) perlu adanya kerjasama dengan personil sekolah  dan orang tua, dan bila perlu dengan pihak lain yang berkewenangan dengan permasalahan individu; (e) proses pelayanan bimbingan dan konseling melibatkan individu yang telah memperoleh hasil pengukuran dan penilaian layanan.
Layanan bimbingan dan konseling harus didasarkan pada asas-asas yang tepat. Aspek ini sangat menentukan dan menjamin keberhasilan aktifitas layanan BK, akan tetapi bila asas ini tidak  diterapkan dengan baik atau bahkan tidak digunakan, maka layanan BK justru akan berdampak negatif bagi perkembangan diri konseli. Berikut ini dipaparkan secara rinci asas-asas BK:[2]
a)      Asas kerahasiaan (confidential), yakni asas yan menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan peserta didik (konseli) yang menjadi sasaran layanan, adalah data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini, guru pembimbing (konselor) berkewajiban memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaannya benar-benar terjamin.
b)      Asas kesukarelaan, yakni asas yang menghendaki adanya kerelaan peserta didik (konseli) mengikuti atau menjalani layanan yang diperuntukkan baginya. Guru pembimbing (konselor) berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan seperti itu.
c)      Asas keterbukaan, yakni asas yang menghendaki agar peserta didik (konseli) yang menjadi sasaran layanan atau kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Guru pembimbing (konselor) berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik (konseli). Agar peserta didik (konseli) mau terbuka dan tidak berpura-pura. Asas ini bertalian erat dengan asas kerahasiaan dan kesukarelaan.
d)     Asas kegiatan, yakni  asas yang menghendaki agar peserta didik (konseli) yang menjadi sasaran layanan dapat berpartisipasi aktif di dalam penyelenggaraan kegiatan bimbingan. Guru pembimbing (konselor) perlu mendorong dan memotivasi peserta didik untuk dapat aktif dalam setiap layanan dan kegiatan yang diberikan kepadanya.
e)      Asas kemandirian, yakni asas yang menunjukkan pada tujuan umum bimbingan dan konseling, adalah peserta didik (konseli) sebagai sasaran layanan BK diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri, mampu mengambil keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing (konselor) hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling bagi berkembangnya kemandirian peserta didik.
f)        Asas kekinian, yakni asas yang menghendaki agar sasaran layanan bimbingan dan konseling merupakan permasalahan yang dihadapi peserta didik (konseli) dalam kondisi sekarang. Konteks masa lampau dan masa depan dilihat sebagai dampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan diperbuat peserta didik (konseli) pada saat sekarang.
g)      Asas kedinamisan, yakni asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan diri peserta didik. Asas ini juga menjamin bahwa pelayanan BK harus berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangan dari waktu ke waktu.
h)      Asas keterpaduan, yakni asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis dan keterpaduan. Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait dengan bimbingan dan konseling menjadi amat penting dan harus dilaksanakan sebaik-baiknya.
i)        Asas kenormatifan, yakni layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Lebih jauh lagi layanan dan kegiatan BK harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (konseli) dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan norma-norma tersebut.
j)        Asas keahlian, yakni layanan BK yang diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksanan layanan dan kegiatan BK hendaknya merupakan tenaga yang benar-benar ahli dalam bidangnya. Profesionalitas guru pembimbing (konselor) harus terwujud baik dalam penyelanggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling dan dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
k)      Asas alih tangan kasus, yakni pihak-pihak yang mampu menyelanggarakan layanan BK secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (konselor), dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing (konselor) dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lainnya, atau ahli lain. Demikiian pula sebaliknya, dapat mengalih-tangankan kasus kepada pihak yang lebih kompeten, baik yang berada dalam lembaga sekolah maupun luar sekolah.
l)        Asas tut wuri handayani, yakni pelayanan BK secara keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (konseli)untuk maju.


[1] Prayetno, dkk., Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Depdiknas, 2004) hal.13
[2] Prayetno, dkk., Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Depdiknas, 2004) hal. 18

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates