Selasa, 10 April 2012

al jiLi


LATAR BELAKANG
            Akhlak tasawuf merupakan suatu ilmu yang sangat dibutuhkan pada era globalisasi seperti saat ini. Pada zaman yang serba canggih ini ini, kita mungkn telah lupa bahkan mungkin tak mengenal tokoh-tokoh tasawuf.
Oleh sebab itu, disini penulis akan sedikit menghadirkan  sosok tokoh tasawuf Al Jili. Satu dari sekian banyak tokoh tasawuf yang ada, nama lengkapnya ialah Abdul Karim ibn Ibrahim bin Abd al-Karim bin Khalifah ibn Ahmad ibn Mahmud al-Jili. Al Jili membawa konsep Insan Kamilnya hadir dan memberi ragam warna pada dunia tasawuf. Seperti kita ketahui Insan Kamil adalah manusia sempurna, berasal dari kata al insan yang berarti manusia dan kata al kamil yang berarti sempurna.

RUMUSAN MASALAH
1.      Siapakah Al Jili?
2.      Seperti apa pemikiran tasawuf Al Jili?
3.      Bagaimana corak pemikiran tasawufnya?
4.      Apa saja karya-karya Al Jili?
1.      BIOGRAFI SINGKAT AL JILI
Nama lengkapnya  adalah ‘Abd al Karim ibn Ibrahim ‘Abd al Karim ibn Khalifah ibn Ahmad ibn Mahmud al Jili. Namanya dinisbtakan dengan Al Jili karena ia berasal dari Jilan. Akan tetapi sebuah sumber mengatakan, penisbatan itu bukan pada Jilan, tetapi pada sebuah desa dalam distrik Bagdad “jil”. Ia lahir pada awal Muharram 767 H/1365 M di kota Bagdad, menuruut pengakuannya  ia adalah keturunan Syeikh ‘Abd al-Qadir al-Jilani (470-561 H), yakni turunan dari cucu prempuan Syeikh tersebut. Sedangkan Abd Qadir al Jilani berdomisili di Bagdad sejak tahun 478 H sampai akhir hayatnya tahun 561 H. Dan di duga keturunannya juga berdomisili di Bagdad, ternasuk kedua orang tua al Jili. Namun setelah ada penyerbuan militeristik bangsa Mongol ke Bagdad yang di pimpin oleh Timur Lenk, keluarga al Jili bermigran ke kota Yaman (kota Zabid). Di kota inilah al Jili mendapatkan pendidikan yang memadai sejak dini. Dalam catatannya, ia menyebutkan bahwa pada tahun 779 H ia pernah mengikuti pelajaran dari Syeikh Syaraf al Din Ismail ibn Ibrahim al Jabarti. (806 H). Pada tahun 790 H, ia806 H). Pada tahun 790 H, ia berada di Kusyi, India untuk mendalami kesufiannya. Pada akhir tahun 799 H ia berkunjung ke Makkah dalam rangka menunaikan ibadah haji, namun dalam kesempatan ini ia sempat pula melakukan tukar pikiran dengan orang disana. Hal ini menandakan bahwa kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan melebihi  kecintaannya terhadap hal-hal lain. Empat tahun kemudian, yakni tahun 803 H al Jili berkunjung ke kota Kairo. Dan disana ia sempat belajar di Universitas al Azhar, dan bertemu banyak para teolog, filisuf, dan sufi. Selain itu, al Jili juga berguru pada Syeikh Syarafuddin Isma’il bin Ibrahim al Jabarti di Zabid (Yaman) pada tahun 1393-1403[1].Al Jili meninggal pada tahun 805 H/1403 M.
2.      PEMIKIRAN TASAWUF AL JILI
            Al Jili termasuk ke dalam kelompok sufi yang berpandangan bahwa yang ada ini adalah tunggal, semua pada hakikatnya hanyalah modus, aspek dan manifestasi fenomenal (lahiriyah) dari realitas tunggal tersebut. Allah adalah substansi dari yang ada ini. Substansi yang dinamakan al Jili  dengan zat mutlak ini memanifestasikan diri melalui tiga taraf, yaitu: ahadiyah, huwiyah, dan aniyah. Tahap ahadiyah (kesatuan) berkembang secara batini pada taraf huwiyah (kediaan) dimana  yang banyak tenggelam dalam satu, dan secara lahiriah untuk taraf aniyah (keakuan) dimana yang satu termanifestasi dalam yang banyak. Ajaran tasawuf al Jili yang terpenting adalah paham “insan kamil”. Insan kamil berasal dari bahasa arab, yaitu dari dua kata insan dan kamil. Secara harfiah, insan berarti manusia dan kamil berarti yang sempurna. Dengan demikian, insan kamil berarti manusia yang sempurna[2].
            Menurut al Jili, insan kamil adalah nuskhah atau kopi dari Tuhan. Sebagaimana diketahui, Tuhan memiliki sifat-sifat seperti hidup, pandai, mampu berkehendak dan mendengar. Manusia (Adam) pun memiliki sifat-sifat seperti itu. Sebab dalam dirinya terdapat sifat dan nama ilahiyah. Al Jili berpendapat bahwa nama-nama Tuhan pada dasarnya adalah milik insan kamil sebagai suatu kemstian yang inheren dengan esensinya sebab sifat dan nama tersebut tidak memiliki tempat berwujud, melainkan insan kamil[3]. Al Jili juga merumuskan insan kamil dengan merujuk pada diri nabi Muhammad SAW sebagai contoh manusia ideal. Al Jili mengatakan bahwa duplikasi al kamal (kesempurnaan) pada dasarnya dimiliki oleh semua manusia[4]. Meskipun intensitas al kamal yang paling tinggi ada dalam diri Muhammad[5]. Manusia lain, baik nabi atau wali bila dibandingkan dengan Muhammad bagaikan al kamil (yang sempurna) dengan al akmal (yang paling sempurna) atau al fadil (yang utama) dengan al afdhal (yang palig utama). Jati diri Muhammad yang demikian tidak semata-mata dipahami dalam pengertian Muhammad SAW sebagai utusan Tuhan, tetapi juga sebagai nur ilahi yang menjadi pangkal dan poros kehidupan di jagat raya ini. Nur ilahi kemudian dikenal dengan nur Muhammad oleh kalangan sufi, disamping terdapat pada diri Muhammad juga dipancarkan Allah SWT kedalam diri nabi Adam AS. Lebih jauh ditandaskan oleh al Jili bahwa insan kamil laksana cermin oleh Allah untuk mengenal nama-nama dan sifat-sifat diriNya.  Dengan demikian, dari sudut pandang manusia, Tuhan merupakan cermin bagi manusia untuk melihat dirinya. Ia tidak mungkin meihat dirinya tanpa cermin itu Dari sini tampak hubungan antara Tuhan dan insan kamil. Insan kamil bagi al Jili merupakan proses tempat beredarnya segala yang wujud dari awal sampai akhir. Dia adalah satu sejak wujud dan untuk selamanya. Berkaitan dengan insan kamil, al Jili merumuskan beberapa maqam yang harus dilalui seorang sufi untuk menuju insan kamil, yakni:
a.Al islam, dimana pada tingkat ini seseorang harus memiliki identitas keislaman yang mana identitas itu termaktub dalam rukun islam:syahadat, sholat, zakat, puasa, dan haji nbagi yang mampu.
b.Al iman, pada tingkat ini seseorang harus memiliki keyakinan yang teguh kepada Allah SWT, malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab Allah, rasul Allah, hari akhir, qodo’ dan qodar.
c.Al shaleh, pada tahap ini seseorang melaksanakan ibadah kepada Allah harus di dasari oleh rasa takut (khawf) dan harap (raja’).
d.Al ikhsan, dalam tahap ini seseorang harus menempuh tujuh maqam, yakni; tobat, inabah (tobat dari kelalaian mengingat Tuhan), zuhud, tawakkal, rela, tafwidh dalam segala hal, dan ikhlas.
e.Al syahadah, pada tahap ini seseorang akan menyaksikan keindahan bdan keagungan Tuhan yang sesugguhnya.
f.Al shiddiqiyyah, pada tahap ini bisa disebut juga tahap makrifat karena seseorang pada tahap ini akan mendapatkan cahaya kebenaran secara berangsur dari asmaNya hingga zatNya, yaitu: ‘ilm al yaqin, ‘ayn al yaqin, haqq al yaqin.
g.Al qurbah, pada tahap ini seseorang akan mendapatkan kedudukan di sisi Tuhan paling terdekat denganNya, dan ada empat pendekatan kepada Allah, yaitu:
·         al khullah, adalah sebuah persahabatan dengan Tuhan sehingga Tuhan dikenal      secara intim. Dengan demikian sufi senantiasa berbuat sesuai dengan apa yang di kehendakinya.
·         al hubb, adalah sebuah percintaan antara sufi dan Tuhannya, sehingga yang satu merasakan apa yang di rasakan oleh yang lainnya.
·         al khiram, adalah sebuah pencitraan Tuhan secara utuh terhadap seorang sufi, tetapi kesempurnaan Tuhan tidak tercapai oleh sufi secara keseluruhan, karena kesempurnaanNya tidak terbatas.
·         al ubudiyah, adalah sebuah penghambaan seorang sufi terhadap Tuhannya, karena bagaimanapun ia tidak akan dapat menjadi Tuhan[6].

3. CORAK PEMIKIRAN TASAWUF AL JILI
            Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa al Jili adalah seorang sufi yang menganut paham falsafi. Karena pada tasawuf falsafi didasarkan atas konsep kesatuan wujud. Karena pencerminan Tuhan ada pada diri insan kamil. Menurut al Jili insan kamil merupakan proses beredarnya segala yang wujud dari yang awal sampai yang akhir. Dia adalah satu sejak wujud dan untuk selamanya.
4.KARYA-KARYA AL JILI
Beberapa karya yang ditulis oleh al Jili adalah:
1.      Al insan al kamil fi ma’rifat al awakhir wa al awail, buku ini adalah bukunya yang paling populer. Buku ini mengupas dengan mendalam konsep insan kamil secara sistematis.
2.      Al durah al ayiniyah fi al syawahid al gharbiyah, buku ini merupakan antologi  puisi yang mengandung 534 bait syair karya al Jili.
3.      Al kahf wa al raqim fi syarh bismillahi al rohman al rohim, buku ini merupakan kajian mendalam mengenai kalimat Basmalah secara panjang lebar menurut tafsir sufi.
4.      Maratib al wujud, buku ini menjelaskan tentang tingkatan wujud dan disebut juga dengan judul kitab Arba’in maratib.
5.      Al namus al aqdam, buku ini terdiri dari 40 juz, masing-masing juz seakan-akan terlepas dari juz lainnya dan mempunyai judul tersendiri.
6.      ‘Aqidah al akbair a muqtabasahmin ahzab wa shalawa, kitab yang membicarakan tentang akidah para tokoh sufi.
7.      Arba’un mautinan, buku tentang perjalanan mistis.
8.      Al ishfar ar risalah al anwar fi ma yatajalla li ahl al zikr min asrar li al syeikh al akbar, kitab ini berisi komentar atas karya Ibn Araby Risalah al anwar.
9.      Al marqum fi sirr at tauhid al majhul wa al ma’lum buku ini berbicara tentang rahasia kemahaesaan Allah.
10.  Gunyah arbab as sama’ fi kasyf al ghina’ ‘an wajh al itsma’, buku ini menjelaskan tentang akhlak sufi dalam menempuh akhlak tasawuf.
KESIMPULAN
            Al Jili adalah tokoh sufi yang lahir di Bagdad pada tahun 767 H/1365 M dan meninggal di Zabid (Yaman) pada tahun 805 H/1403 M.
            Al Jili adalah tokoh tasawuf yang membawa ajaran insan kamil, ia berpendapat bahwa insan kamil adalah kopi dari Tuhan. Tuhan merupakan cermin bagi manusia untuk melihat dirinya. Ia tidak mungkin melihat dirinya tanpa cermin itu. Dari sini tampak hubungan antara Tuhan dengan insan kamil. Insan kamil menurut Al Jili mrupakan proses tempat beredarnya segala yang wujud dari awal sampai akhir. Dia adalah satu sejak wujid dan untuk selamanya.
            Al Jili adalah tokoh tasawuf yang berpaham dengan aliran falsafi, hal ini di dasarkan atas konsep kesatuan wujud. Karena pencerminan Tuhan ada pada diri insan kamil.
            Semasa hidupnya al Jili telah banyak menulis karya-karya, meski kini ada sebagian karya yang tak diketahui keberadaannya. Akan tetapi sebagian besar karya Al Jili telah berhasil disimpan dan diamankan.   

DAFTAR PUSTAKA
Isa, Ahmadi. Tokoh-tokoh Teladan. Jakarta: PT Rajagrafindo, 2001
Jamil, Muhammad. Cakrawala Tasawuf. Jakarta: Gaung Persada Press, April 2007
Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia, 2009
Ash Shiddieqy. Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta: Bulan Bintang, 1997
Syukur, Amin. Menggugat Tasawuf. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Mei 2002
http://ansoriuin.blogspot.com/2009/10/abdul-karim-al-jili-insan-kmil.html


[1] http://ansorium .blogspot.com/2009/10/abdul-karim-al-jili-insan-kamil.html,diunduh pada 26 oktober 2010,pukul 10.45 WIB.
[2] Ash-Shiddieqy,Hasbi,Sejarah dan Pengantar Ilmu bHadits.Jakarta:Bulan Bintang1997.hlm
:153
[3]Rosihon Anwar.Akhlak Tasawuf.Bandung:CV Pustaka Setia.2009.hlm:179
[4]Ash-Shiddieqy.Hasbi,Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits.jakarta:Bulan Bintang.1997.hlm:155
[5] HM.Amin Syukur.Menggugat Tasawuf.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.2002.hlm:73
[6] http://ansorium .blogspot.com/2009/10/abdul-karim-al-jili-insan-kamil.html,diunduh pada 26 oktober 2010,pukul 10.45 WIB.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates