BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Metode pendidikan memiliki peran yang strategis dalam mencapai tujuan pendidikan. Tanpa adanya metode, maka proses pencapaian tujuan pendidikan akan terhambat bahkan tidak berhasil sama sekali. Oleh karena itu penting bagi pendidik atau guru untuk menguasai banyak metode dalam melaksanakan kegiatan mendidik. Sebenarnya banyak literature-literatur yang membahas tentang metode pendidikan yang dapat digunakan sebagai rujukan dalam melaksanakan tugas mendidik. Namun sebagai pendidik atau guru agama, menjadi penting juga untuk mengkaji, menemukan, dan menggunakan metode-metode yang bersumber dari ajaran agama.
Al-Qur`an sebagai sumber utama ajaran Islam, yang wajib dipahami oleh setiap muslim, menampilkan metode dan cara yang sangat menarik sehingga memudahkan bagi mereka yang tertarik untuk mempelajarinya. Bagi seorang pendidik atau guru agama Islam, juga dapat menggunakan beberapa metode seperti metode yang termuat dalam Al-Qur`an. Ini menjadi penting untuk menambah wawasan pendidik atau guru khususnya tentang metode pendidikan.
Secara sederhana, metode dapat diartikan sebagai cara untuk menyampaikan suatu nilai tertentu dari si pembawa pesan (guru) kepada si penerima pesan (siswa/murid). Metode diartikan sebagai tindakan-tindakan pendidik dalam lingkup peristiwa pendidikan untuk mempengaruhi siswa kearah pencapaian hasil belajar yang maksimal sebagaimana terangkum dalam tujuan pendidikan. Metode juga dapat disebut sebagai alat yang digunakan untuk menciptakan proses pendidikan, menumbuhkan kegiatan yang bersifat edukatif, dan meningkatkan mutu pendidikan.
Sedangkan metode pendidikan qur`ani adalah suatu cara atau tindakan-tindakan dalam lingkup pristiwa pendidikan yang terkandung dalam Al-Qur`an.
Secara sederhana, metode dapat diartikan sebagai cara untuk menyampaikan suatu nilai tertentu dari si pembawa pesan (guru) kepada si penerima pesan (siswa/murid). Metode diartikan sebagai tindakan-tindakan pendidik dalam lingkup peristiwa pendidikan untuk mempengaruhi siswa kearah pencapaian hasil belajar yang maksimal sebagaimana terangkum dalam tujuan pendidikan. Metode juga dapat disebut sebagai alat yang digunakan untuk menciptakan proses pendidikan, menumbuhkan kegiatan yang bersifat edukatif, dan meningkatkan mutu pendidikan.
Sedangkan metode pendidikan qur`ani adalah suatu cara atau tindakan-tindakan dalam lingkup pristiwa pendidikan yang terkandung dalam Al-Qur`an.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa nilai-nilai Al Qur’an yang terkandung dalam sistem pendidikan islam?
2. Apa saja metode-metode Al Qur’an dalam peranannya pada pendidikan islam?
3. Bagaiman analisis tentang metode pendidikan Qur’ani menurut anda?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Nilai Al Qur’an dalam Pendidikan Islam
Pendidikan didefinisikan sebagai proses yang dibangun oleh masyarakat untuk membawa generasi-generasi baru ke arah kemajuan dengan jalan-jalan tertentu sesuai dengan kemampuan mereka yang berguna untuk mencapai tingkat kemajuan yang paling tinggi.[1] Karena al Qur’an memberikan pandangan yang mengacu kepada kehidupan di dunia ini, maka asas-asas dasarnya harus memberi petunjuk kepada pendidikan Islam. Seseorang tidak mungkin dapat berbicara tentang pendidikan Islam bila tanpa mengambil Al Qur’an sebagai satu-satunya rujukan.[2]
Oleh sebab itu, nilai-nilai dalam Al Qur’an sangat erat kaitannya dengan pendidikan Islam. Nilai sangat terkait dengan masalah etika. Etika juga sering disebut sebagai filsafat nilai, yang mengkaji nilai-nilai moral sebagai tolak ukur tindakan dan perilaku manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Dalam konteks etika pendidikan dalam Islam, maka sumber etika dan nilai-nilai yang paling shohih adalah Al Qur’an dan sunnah Nabi SAW. Dan nilai-niai Qur’ani, yaitu nilai yang bersumber kepada al Qur’an adalah kuat, karena al Qur’an bersifat mutlak dan universal.
Pendidikan Islam menjadi pilihan utama bagi masyarakat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Pencerdasan akal pikiran dan sekaligus pencerdasan Qalbu merupakan langkah yang saat ini memerlukan generasi-generasi yang memiliki kecerdasan intelektual dan cerdas Qalbunya. Kedua kecerdasan ini hanya akan diperoleh bilamana lembaga pendidikan menggali dan menyelami nilai-nilai yang diajarkan al Qur’an dalam membangun kualitas Sumber Daya Umat yang berkualitas dengan cara mengaktualisasikan nilai-nilai Qur’ani dalam sistem pendidikan islam.[3]
Al Qur’an tidak hanya sebagai petunjuk bagi suatu umat tertentu dan untuk periode waktu tertentu, melainkan menjadi petunjuk yang universal dan sepanjang waktu. Al Qur’an adalah eksis bagi setiap zaman dan tempat. Petunjuknya sangat luas seperti luasnya umat manusia dan meliputi segala aspek kehidupannya. Bukan saja ilmu-ilmu keislaman yang digali secara langsung dari al Qur’an, seperti ilmu tafsir, fikih dan tauhid, akan tetapi al Qur’an juga merupakan sumber ilmu pengetahuan dan teknologi, karena banyak sekali isyarat-isyarat al Qur’an yang membicarakan persoalan-persoalan sains dan teknologi dan bidang keilmuan lainnya. Nilai-nilai Qur’ani secara garis besar adalah nilai kebenaran (metafisis dan saintis) dan nilai moral. Kedua nilai Qur’ani ini akan memandu manusia dalam membina kehidupan dan penghidupannya.[4]
Dengan kata lain, teori pendidikan islam secara fundamental didasarkan pada konsep-konsep al Qur’an. Dalam teori ini, pintu terbuka bagi cabang-cabang ilmu pengetahuan lain yang terbukti fit dengan persfektif Qur’ani.[5]
2.2 Metode-Metode Al Qur’an Dalam Pendidikan Islam
Peranan metode pendidikan berasal dari kenyataan yang menunjukkan bahwa materi kurikulum pendidikan islam tidak mungkin akan tepat diajarkan, melainkan diberikan dengan cara khusus. Berikut adalah beberapa metode pengajaran dari al Qur’an:
1. Metode Kisah (Cerita)
Sebagaimana halnya isi al-Qur`an yang banyak memuat kisah-kisah tentang orang-orang dahulu. Dalam beberapa ayat menyebutkan bahwa Rasulullah tidak hidup pada zaman sebelumnya, tetapi Al-Qur`an mengisahkan semua kepada nabi Muhammad.
"Demikianlah kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah umat yang telah lalu, dan sesungguhnya telah Kami berikan kepadamu dari sisi Kami suatu peringatan (Al Quran)" (QS. Thaha : 99. Melalui cerita, Rasulullah dapat mengetahui tentang kisah-kisah nabi dan umat sebelumnya. Demikan pula melalui cerita, kita dapat mengetahui kisah-kisah para nabi dan orang dahulu yang diinformasikan oleh Al-Qur`an. Dalam pendidikan Islam, terutama pendidikan agama islam (sebagai suatu bidang study ), kisah sebagai metode pendidikan amat penting. Dikatakan amat penting, alasannya antara lain sebagai berikut:
"Demikianlah kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah umat yang telah lalu, dan sesungguhnya telah Kami berikan kepadamu dari sisi Kami suatu peringatan (Al Quran)" (QS. Thaha : 99. Melalui cerita, Rasulullah dapat mengetahui tentang kisah-kisah nabi dan umat sebelumnya. Demikan pula melalui cerita, kita dapat mengetahui kisah-kisah para nabi dan orang dahulu yang diinformasikan oleh Al-Qur`an. Dalam pendidikan Islam, terutama pendidikan agama islam (sebagai suatu bidang study ), kisah sebagai metode pendidikan amat penting. Dikatakan amat penting, alasannya antara lain sebagai berikut:
1. Kisah selalu memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya. Selanjutnya, makna-makna itu akan menimbulkan kesan dalam hati pembaca atau pendengar tersebut.
2. Kisah Qur`ani dan dapat menyentuh hati manusia karena kisah itu menampilkan tokoh dalam konteksnya yang menyeluruh. Karena tokoh cerita ditampilkan dalam konteks yang menyeluruh, pembaca atau pendengar dapat ikut menghayati atau mersakan isi kisah itu, seolah-olah ia sendiri yang menjadi tokohnya.
3. Kisah Qur`ani mendidik perasaan keimanan dengan cara; membangkitkan berbagai perasaan seperti khauf , rida, dan cinta, mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada suatu puncak, yaitu kesimpulan kisah, dan melibatkan pembaca atau pendengar kedalam kidsak itu sehingga ia terlibat secara emosional.
Tujuan yang lebih khusus tentang metode cerita dalam al qur’an adalah untuk memberi dorongan psikologis kepada nabi SAW dalam perjuangannya melawan orang-orang kafir. Orang yang terliputi dengan peperangan-peperangan dan kesulitan-kesulitan, barang kali akan mengalami frustasi atau putus asa. Namun sebaliknya, apabila di ketahui bahwa situasi yang tengah dihadapi itu dirasakan tidak rumit dan orang lain yang sedang mengalami situasi yang sama, maka berdasarkan dorongan psikologis ini, Nabi SAW akan dapat menyelesaikan masalah hingga mencapai tujuan secara sukses, lebih merupakan harapan keberhasilannya secara positif. Keseluruhan maksud seperti inilah yang harus diungkapkan sebagai contoh-contoh menuju cerita yang lebih lanjut. Cerita dan kisah tentang Nabi-Nabi didalam Al-Qur’an bertujuan menggapai relavansinya dengan perbuatan dan situasi yang dihadapi Nabi SAW bersama kaum mukminin.[6] Masalah pokok yang menjadi perhatian para pendidik dan sangat relevan dengan metode Al Qur’an adalah fenomena pengulangan dari peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi. Sebagian besar kisah-kisah yang diceritakan Al Qur’an itu rata-rata dalam satu masalah diceritakan lebih dari satu surat Al Qur’an.[7] Pengulanagn fakta yang sama lebih dari satu surat Al Qur’an ini ternyata mempunyai peran yang penting dalam pendidikan. Pada saat mahasiswa atau pelajar memerlukan pengulangan tentang sebagian materi pelajaran, maka guru tidak perlu menirukan atau mengulangi lagi dengan cara yang sama seperti sebelumnya, karena akan menimbulkan kesan seolah-olah mengabaikan hal baru. Kenyataan menyebutkan, pelajaran yang belum dipahami dalam pertemuan pertama mengisyaratkan perlunya perubahan metode. Pengulangan yang di padukan dengan ilustrasi-ilustrasi atau hal-hal yang baru adalah lebih produktif ketimbang hanya dengan pengulangan yang akan membosankan.[8]
2. Metode Amtsal (Perumpamaan atau Metafora)
Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur`an dalam penyampaian pesan menggunakan perumpamaan-perumpamaan. Adakalanya Tuhan mengajari umat dengan membuat perumpamaan, misalnya dalam surat al-Baqarah ayat 17: perumpamaan orang-orang kafir itu adalah seperti orang yang menyalakan api. Dalam surat al-`Ankabut ayat 41 Allah mengumpamakan sesembahan atau tuhan orang kafir dengan sarang laba-laba: perumpamaan orang yang berlindung kepada selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah, padahal rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba.
Cara seperti itu dapat juga digunakan oleh guru dalam mengajar. Pengungkapannya tentu saja sama dengan metode kisah, yaitu dengan berceramah atau membaca teks. Kelebihan metode ini antara lain ialah sebagai berikut:
Cara seperti itu dapat juga digunakan oleh guru dalam mengajar. Pengungkapannya tentu saja sama dengan metode kisah, yaitu dengan berceramah atau membaca teks. Kelebihan metode ini antara lain ialah sebagai berikut:
Ø Mempermudah siswa memahami konsep abstrak, ini terjadi karena perumpamaan itu mengambil benda kongkret seperti tuhan orang kafir diumpamakan dengan sarang laba-laba. Sarang laba-laba memang lemah sekali, disentuh dengan lidi pun dapat rusak. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh muslim, Nabi mengumpamakan "harga" dunia ini dengan anak kambing yang bertelinga kecil dan sudah mati: Dari Jabir diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. sedang lewat di sebuah pasar. Ada seekor anak kambing bertelinga kecil yang sudah mati, lalu diangkatnya telinga anak kambing itu seraya berkata, "siapa diantara kalian yang ingin memiliki anak kambing ini dengan membayar satu dirham?". Orang-orang menjawab, " kami tidak sudi membeli anak kambing itu dengan membayar sesuatu. Apa manfaat bagi kami ?" dia bertanya lagi," atau barang kali kalian ingin memilikinya secara gratis ?" mereka menjawab," demi Allah, sekalipun anak kambing itu masih hidup, kami tak ingin memilikinya karena cacat pada telinganya, apalagi sudah mati." Maka Rasul saw. Bersabda, "Demi Allah, sesungguhnya bagi Allah dunia ini lebih hina daripada anak kambing ini bagi kalian."
Ø Perumpamaan dapat merangsang kesan terhadap makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut. Dalam hal ini Abduh menyatakan , tatkala menafsirkan kata dlarb dalam surat al-Baqarah: 26, "penggunaan kata dlarb dimaksudkan untuk mempengaruhi dan membangkitkan kesan, seakan si pembuat perumpamaan menjewer telinga pembaca dengannya sehingga pengaruh jeweran itu meresap ke dalam qalbu."
Ø Merupakan pendidikan agar bila menggunakan perumpamaan harus logis, mudah dipahami., jangan sampai dengan menggunakan perumpamaan kemudian pengertiannya menjadi kabur atau hilang sama sekali. Perumpamaan harus memperjelas konsep, bukan sebaliknya. Keistimewaan perumpamaan dalam al Quran ialah natijah (konklusi) silogismennya justru tidak disebutkan, yang disebutkan hanya premis-premisnya. Ini hebat karena begitu jelas konklusinya sampai-sampai tidak disebutkan pun konklusi itu dapat ditangkap pengertiannya. Biasanya silogisme selalu menyebutkan konklusi setelah premis. Konklusi silogisme dari Allah (perumpamaan itu) kebanyakan harus ditebak sendiri oleh pendengar atau pembaca, Allah tahu manusia dapat menebaknya.
Ø Amtsal Qur`ani dan Nabawi memberikan motivasi kepada pendengarnya untuk berbuat amal baik dan menjauhi kejahatan. Jelas hal ini amat penting dalam pendidikan islam.[9]
3. Metode Ibrah-Mauizhah (Nasehat)
Ibrah ialah suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang disaksikan, yang dihadapi, dengan menggunakan nalar, yang menyebabkan hati mengakuinya. Adapun mau`idzah ialah nasihat yang lembut yang diterima oleh hati dengan cara menjelaskan pahala atau ancamannya. Penggunaan `ibrah dalam al-Quran dan sunah ternyata bebeda-beda sesuai dengan objek `ibrah itu sendiri. Pengambilan `ibrah dari kisah hanya akan dapat dicapai oleh orang yang berfikir dengan akal dan hatinya seperti firman Allah dalam S. Yusuf: 111 : Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur`an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (12:111). Esensi `ibrah dalam kisah ini ialah bahwa Allah berkuasa menyelamatkan Yusuf setelah dilemparkan kedalam sumur yang gelap, meninggikan kedudukanya setelah dijeblosannya ke dalam penjara dengan cara menjadikannya raja mesir setelah dijual sebagai hamba (budak). Kisah ini menjelaskan kekuasaan Tuhan. Allah mengatakan bahwa `ibrah (pelajaran) dari kisah ini hanya dapat dipahami oleh orang yang disebut ulul al-bab, yaitu orang yang berfikir dan berzikir. Pendidikan islam memberikan perhatian khusus kepada metode `ibrah agar pelajar dapat mengambilnya dari kisah-kisah dalam al-Quran, sebab kisah-kisah itu bukan sekedar sejarah, melainkan sengaja diceritakan Tuhan karena ada pelajaran (`ibrah) yang penting didalamnya pendidik dalam pendidikan Islam harus memanfaatkan metode ini. Mau`izah berarti tadzkir (peringatan). Yang memberi nasihat hendaknya berulang kali mengingatkan agar nasihat itu meninggalkan kesan sehingga orang yang dinasihati tergerak untuk mengikuti nasihat itu.
4. Metode Targhib-Tarhib (Reward and Funishment)
Targhib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai bujukan (ganjaran). Tarhib ialah ancaman karena dosa yang dilakukan (hukuman). Keduanya bertujuan agar orang mematuhi aturan Allah. Akan tetapi, tekanannya ialah targhib agar melakukan kebaikan, sedangkan tarhib agar menjauhi kejahatan. Metode ini didasarkan atas fitrah (sifat kejiwaan) manusia, yaitu sifat keinginan kepada kesenangan, keselamatan, dan tidak menginginkan kepedihan, kesengsaraan. Banyak sekali ayat Al-Qur`an yang berkenaan dengan ancaman dan ganjaran. Ancaman diperuntukan bagi orang yang durhaka dan ganjaran diperuntukan bagi orang yang takwa. "Perumpamaan syurga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa ialah (seperti taman), mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tak henti-henti sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa, sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka".(QS. Ar-Ra`du : 35). Pelajar menurut sisitem pendidikan Islam, harus di beri motivasi sedemikian rupa dengan ganjaran atau pahala. Guru-guru memberi ganjaran apapun bentuknya untuk mengarahkan belajar murid-muridnya secara efektif. Sebaliknya jika penggunaan ganjaran tidak memberikan pengaruh positif pada peserta didik dan masih saja melakukan pelanggaran-pelanggaran, disinilah nampaknya hukuman sudah harus diterapkan untuk memberi petunjuk tingkah laku manusia. Karena pengajaran merupakan aktifitas kependidikan, maka pendidik atau guru harus memberi yang terbaik untuk memotivasi setiap anak didiknya dengan memilih metode yang berguna. Pendidik boleh saja mempergunakan ganjaran dan hukuman sebagai kekuatan-kekuatan yang memberi motivasi.[10]
5. Metode Hiwar (Dialog)
Hiwar (dialog) ialah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topik, dan sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang dikehendaki (dalam hal ini oleh guru). Terdapat berbagai jenis hiwar, seperti:
v Hiwar khitabi atau ta`abudi
Hiwar khitabi atau ta`abbudi merupakan dialog yang diambil dari dialog antara Tuhan dan hamba-Nya. Tuhan memanggil hamba-Nya dengan mengatakan,"wahai, orang-orang yang beriman ," dan hamba-Nya menjawab dalam qalbunya dengan mengatakan," kusambut panggilan Engkau, ya Rabbi." Dialog antara Tuhan dan hamba-nya ini menjadi petunjuk bahwa pengajaran seperti itu dapat kita gunakan, dengan kata lain, metode dialog merupakan metode pengajaran yang pernah digunakan Tuhan dalam mengajari hamba-nya. Logikanya, kita pun dapat menggunakan dialog dalam pengajaran.
v Hiwar washfi
Adapun hiwar washfi ialah dialog antara Tuhan dengan malaikat atau dengan mahluk gaib lainnya. Dalam surat al-Shaffat ayat 20-23 ada dialog antara Tuhan dengan penghuni neraka: Dan mereka berkata: "Aduhai celakalah kita!" Inilah hari pembalasan. (37:19). Inilah hari keputusan yang kamu selalu mendustakannya. (37:20). (kepada malaikat diperintahkan): "Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah, (37:22)selain Allah; maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. (37:23). Di sini Allah berdialog dengan malaikat. Topik pembicaraannya tentang orang-orang dzalim. Dalam surat al-Shaffat ayat 27-28: Sebahagian dari mereka menghadap kepada sebahagian yang lain berbantah-bantahan. (37:27) Pengikut-pengikut mereka berkata (kepada pemimpin-pemimpin mereka): "Sesungguhnya kamulah yang datang kepada kami dari kanan".(37:28) . Hiwar washfi menyajikan kepada kita gambaran yang hidup tentang kondisi psikis ahli neraka dan ahli surga. Dengan imajinasi dan deskripsi yang rinci, hiwar washfi memperlancar berlangsungnya pendidikan perasaan ketuhanan. Gambaran tentang penyesalan ahli neraka itu seoalah-olah dirasakan oleh pembaca atau pendengar dialog itu: pendengar itu seolah terlibat dalam dialog itu, lantas ada pemihakan. Kemudian ada pertanyaan, "dipihak mana aku?"hiwar washfi seolah-olah juga mengingatkan pendengar dialog itu,"jangan kalian terjerumus seperti mereka itu."Dialog juga terjadi antara ahli surga, seperti dialog yang terdapat dalam surat al-Saffat ayat 50-57.
v Hiwar qishashi
Hiwar qishashi terdapat dalam al-Quran, baik bentuk maupun rangkaian ceritanya sangat jelas, merupakan bagian dari uslub kisah dalam al-Quran. Kalaupun disana terdapat kisah yang keseluruhanya merupakan dialog langsung, yang sekarang disebut sandiwara, hiwar ini tidak dimaksudkan sebagai sandiwara. Sebagai contoh ialah kisah syu`aib dan kaumnya dalam surat Hud. Sepuluh ayat pertama dari surat ini merupakan hiwar (dialog), kemudian Allah mengakhiri kisah ini dengan dua ayat yang menerangkan akibat yang diterima oleh kaum nabi syu`aib. Hiwar seperti ini banyak terdapat dalam al-Quran. Hiwar ini dapat mempunyai pengaruh kejiwaan pada pendengarannya. Dengan hiwar ini para pelajar yang diajak berdialog diharapkan memihak kepada pihak yang benar dan membenci pihak yang salah.
v Hiwar jadali
Hiwar jadali bertujuan untuk memantapkan hujjah (alasan). Contohnya antara lain dalam surat al-Najm ayat 1-5: Demi bintang ketika terbenam, kawan kalian ( Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu adalah wahyu yang diberikan kepadanya yang diajarkan oleh jibril yang perkasa.
Dalam setiap hiwar jalan dialog harus disusun sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan-tujuan itu tidak selalu langsung kepada pembinaan rasa, didikan rasa yang membentuk sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan sikap itu.
Dalam setiap hiwar jalan dialog harus disusun sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan-tujuan itu tidak selalu langsung kepada pembinaan rasa, didikan rasa yang membentuk sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan sikap itu.
6. Metode Uswatun Hasanah (Keteladanan)
Keteladanan merupakan upaya konkret dalam menanamkan nilai-nilai luhur kepada peserta didik. Karena secara psikologis anak memang senang meniru, tidak saja yang baik, yang jelekpun ditirunya. Sifat peserta didik itu diakui dalam islam. Umat meneladani nabi, nabi meneladani al-Quran. Aisyah pernah berkata bahwa akhlak Rasul Allah itu adalah al-Quran. Pribadi rasul itu adalah interpretasi al-Quran secara nyata. Tidak hanya cara beribadah, caranya berkehidupan sehari-hari pun kebanyakan merupakan contoh tentang cara kehidupan islami. Contoh-contoh dari rasul itu kadang-kadang amat asing bagi manusia ketika itu. Contohnya, Allah menyuruh Rasul-nya menikahi bekas istri Zaid, Zaid itu anak angkat rasul. Ini ganjil bagi orang arab ketika itu. Dengan itu Allah memberikan teladan secara praktis yang berisi ajaran bahwa anak angkat bukanlah anak kandung, bekas istri anak angkat boleh dinikahi.
Banyak contoh yang diberikan oleh nabi yang menjelaskan bahwa orang (dalam hal ini terutama guru) jangan hanya berbicara, tetapi juga harus memberikan contoh secara langsung. Dalam peperangan, nabi tidak hanya memegang komando, dia juga ikut berperang, menggali parit perlindungan. Dia juga menjahit sepatunya, pergi berbelanja ke pasar, dan lain-lain. Hal senada disampaikan oleh Khalid bin Hamid al-Khazimi bahwa pentingnya teladan itu disebabkan karena beberapa hal: 1) Manusia itu saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain, dalam perkataan, perbuatan, orentasinya, pemikirannya, tradisinya dan segala sikap prilaku yang lainnya. 2) Menyaksikan sendiri suatu sikap atau prilaku dalam pendidikan lebih dapat diterima dari pada melalui susunan kata-kata, dengan kata lain bahasa sikap lebih dapat diterima dari pada bahasa lisan. 3) Manusia itu pada hakekatnya membutuhkan kepada sosok yang mampu meluruskan pengetahuan atau anggapan-anggapan atau konsep-konsep yang salah yang ada pada dirinya. 4) Adanya pahala pada teladan yang baik dan adanya dosa pada teladan yang jelek, karena adanya pahala itu mempertegas terhadap pentingnya teladan. Sabda Nabi Saw : "Barang siapa yang menetapkan suatu kebaikan dalam islam maka baginya adalah pahala dan pahala orang yang melakukannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun dan barang siapa yang menetapkan kejelekan dalam islam maka dia harus menanggung dosa itu dan dosa orang yang melakukannya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka (HR. Muslim)".
Banyak contoh yang diberikan oleh nabi yang menjelaskan bahwa orang (dalam hal ini terutama guru) jangan hanya berbicara, tetapi juga harus memberikan contoh secara langsung. Dalam peperangan, nabi tidak hanya memegang komando, dia juga ikut berperang, menggali parit perlindungan. Dia juga menjahit sepatunya, pergi berbelanja ke pasar, dan lain-lain. Hal senada disampaikan oleh Khalid bin Hamid al-Khazimi bahwa pentingnya teladan itu disebabkan karena beberapa hal: 1) Manusia itu saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain, dalam perkataan, perbuatan, orentasinya, pemikirannya, tradisinya dan segala sikap prilaku yang lainnya. 2) Menyaksikan sendiri suatu sikap atau prilaku dalam pendidikan lebih dapat diterima dari pada melalui susunan kata-kata, dengan kata lain bahasa sikap lebih dapat diterima dari pada bahasa lisan. 3) Manusia itu pada hakekatnya membutuhkan kepada sosok yang mampu meluruskan pengetahuan atau anggapan-anggapan atau konsep-konsep yang salah yang ada pada dirinya. 4) Adanya pahala pada teladan yang baik dan adanya dosa pada teladan yang jelek, karena adanya pahala itu mempertegas terhadap pentingnya teladan. Sabda Nabi Saw : "Barang siapa yang menetapkan suatu kebaikan dalam islam maka baginya adalah pahala dan pahala orang yang melakukannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun dan barang siapa yang menetapkan kejelekan dalam islam maka dia harus menanggung dosa itu dan dosa orang yang melakukannya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka (HR. Muslim)".
2.3 Analisis Kelompok
Menurut kelompok kami dari pembahasan di atas bisa kita ambil benang merah bahwa metode pendidikan seharusnya memang tepat untuk dipraktekkan dalam sistem pendidikan kita. Jika kita menilik dari metode Qur’ani ada beberapa tipe yang bisa kita terapkan dalam pendidikan. Yakni dari mulai Metode Kisah (Cerita), Metode Uswatun Hasanah (Keteladanan), Metode Ibrah-Mauizhah (Nasehat), Metode Targhib-Tarhib (Reward and Funishment), Metode Hiwar (Dialog), yang terbagi atas: Hiwar khitabi atau ta`abudi, Hiwar washfi, Hiwar qishashi dan Hiwar jadali, dan yang terakhir adalah Metode Uswatun Hasanah (Keteladanan). Kami berpendapat jika seandainya saja metode-metode itu diterapkan secara maksimal dalam sistem pendidikan kita, maka mungkin akan dicapai hasil yang lebih maksimal. Mengingat sistem pendidikan kita sekarang ini berpindah-pindah dari satu model ke model yang lainnya. Jika kita menggunakan metode Qur’ani dalam pendidikan kita, mungkin sedikitnya rasa jenuh para peserta didik akan sedikit terkurangi ketika menimba pelajaran dan tergantikan dengan penghayatan dan kesenangan ketika menunutut ilmu. Dalam prakteknya kenyamanan ketika menuntut ilmu bisa kita peroleh tergantung bagaiman dengan model sistem pembelajaran yang diajarkan oleh guru dan metode apa yang digunakan. Pada dasarnya metode pendidikan dan cara pengajaran sangat berpengaruh besar dalam peranannya mengantarkan peseta didiknya dalam meraih mimpi dan cita-cita sebagai batu loncatan dalam menggapai asa. Oleh sebab itu, alangkah baiknya jika metode-metode ini bisa kita terapkan dalam sistem pendidikan kita.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nilai-nilai dalam Al Qur’an sangat erat kaitannya dengan pendidikan Islam. Nilai sangat terkait dengan masalah etika. Dalam konteks etika pendidikan dalam Islam, maka sumber etika dan nilai-nilai yang paling shohih adalah Al Qur’an dan sunnah Nabi SAW. Dan nilai-niai Qur’ani, yaitu nilai yang bersumber kepada al Qur’an adalah kuat, karena al Qur’an bersifat mutlak dan universal. Pendidikan Islam menjadi pilihan utama bagi masyarakat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Pencerdasan akal pikiran dan sekaligus pencerdasan Qalbu merupakan langkah yang saat ini memerlukan generasi-generasi yang memiliki kecerdasan intelektual dan cerdas Qalbunya. Kedua kecerdasan ini hanya akan diperoleh bilamana lembaga pendidikan menggali dan menyelami nilai-nilai yang diajarkan al Qur’an dalam membangun kualitas Sumber Daya Umat yang berkualitas dengan cara mengaktualisasikan nilai-nilai Qur’ani dalam sistem pendidikan islam.
Dan peranan metode pendidikan berasal dari kenyataan yang menunjukkan bahwa materi kurikulum pendidikan islam tidak mungkin akan tepat diajarkan, melainkan diberikan dengan cara khusus. Berikut ini adalah beberapa metode pengajaran dari al Qur’an yang dapat kita terapkan dalam sistem pendidikan, yakni:
1.Metode Kisah (Cerita)
2.Metode Uswatun Hasanah (Keteladanan)
3.Metode Ibrah-Mauizhah (Nasehat)
4.Metode Targhib-Tarhib (Reward and Funishment)
5.Metode Hiwar (Dialog), yang di bagi atas: Hiwar khitabi atau ta`abudi, Hiwar washfi, Hiwar qishashi dan Hiwar jadali.
6.Metode Uswatun Hasanah (Keteladanan)
DAFTAR PUSTAKA
Saleh Abdullah, Abdurrahman. Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al Qur’an, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994.
Agil Husin Al Munawar, Said. Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani, Ciputat: PT.Ciputat Press, 2005.
Shalih Abdullah, Abdurrahman. Landasan Dan Tujuan Pendidikan Menurut Al Qur’an Serta Implementasinya, Bandung: CV Diponegoro, 1991.
Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: PT Remaja Rosnaka, 2004.
http://sumsel.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=298, diunduh pada Sabtu, 12-03-2011, jam 09.00 WIB.
[1] Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al Qur’an, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994. Hal. 19.
[2] Ibid, Hal. 20.
[3] Said Agil Husin Al Munawar, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani, Ciputat: PT.Ciputat Press, 2005. Hal. 4.
[4] Ibid, hal. 7.
[5] Abdurrahman Shalih Abdullah, Landasan Dan Tujuan Pendidikan Menurut Al Qur’an Serta Implementasinya, Bandung: CV Diponegoro, 1991, hal. 65.
[6] Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, Jakarta : PT. Rineka Ilmu, 1994, hal. 208.
[7] Ibid, hal. 209.
[8] Ibid, 212
[9] http://sumsel.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=298, diunduh pada Sabtu, 12-03-2011, jam 09.00 WIB.
[10] Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, Jakarta : PT. Rineka Ilmu, 1994, hal. 231.
0 komentar:
Posting Komentar