Selasa, 10 April 2012

Radikalisme Islam


Bab i
Pendahuluan
A.    Latar belakang
kekerasan yang berkedok agama lebih disebabkan oleh adanya otoritarianisme terhadap teks. Ada beberapa teks atau nash al-Qur’an yang seolah memerintahkan kekerasan. Teks semacam itu sangat tergantung dengan pembacanya. Apabila dibaca dengan semangat kekerasan, maka teks itu pun bisa menjadi legitimasi aksi kekerasan. Begitu pula sebaliknya. Oleh karenanya kita harus berhati-hati dalam membaca teks-teks hukum, terutama yang terkait dengan kekerasan.

Fenomena belakangan ini banyak terjadi di era globalisasi yang memberi keterbukaan dan kebebasan. Sekarang ini di dalam masyarakat telah banyak muncul berbagai gerakan islam yang cukup keras yang mana gerakan ini di sebut garis keras pemikiran islam karena para pengikutnya terkadang melakukan aksi-aksi yang menurut ukuran sangat kasar. Karena di anggap tidak sesuai dengan norma dan ajaran agama mereka, sehingga mereka bertindak keras. Para pengikut ajaran ini melihat bahwa dalam kehidupan nyata di masyarakat telah terjadi jurang yang begitu dalam antara harapaan seperti yang di konsepsikan oleh agama mereka dengan kenyataan yang ada di hadapan mereka. Dalam gerakan fundamentalis ini karakter spiritual semacam itu cenderung berubah kebanyakan mereka tidak lagi bertujuan kembali kepada ajaran yang benar. Tetapi lebih berusaha untuk menerapkan ajaran yang belum terealisasikan. Dalam gerakan semacam ini masalah ortodoksi tidak menjadi perhatian mereka karena yang ingin mereka lakukan adalah menegakkan ajaran islam yang sejauh itu tidak terealisasikan sehingga fenomena fundamentalis islam dalam makna keinginan untuk menerapkan islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan menguatnya fenomena fundamentalis islam. Jika dicermati memang bukan semata-mata di sebabkan oleh kian sadarnya masyarakat dan meningkatkan pemahaman keagamaan mereka melainkan juga di rangkum oleh realitas paradigm yang mengelilingi kehidupan mereka dimana Negara telah gagal mewujudkan kesejahteraan dan keadilan dengan system sekuler yang dianggapnya. Fakta seperti inilah yang menjadi salah satu factor pendorong masyarakat mencari alternative lain dalam membangun prinsip dan ideology yang di harapkan lebih menjamin kehidupan yang sejahtera dan berkeadilan. Berangkat dari sinilah sehingga munculnya radikalisme.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa definisi radikalisme islam?
2.     Bagaimana Sejarah munculnya radikalisme islam?
3.      Bagaimana munculnya radikalisme islam di Indonesia?
4.      Bagaimana perkembangan islam Radikal?
5.       Siapa saja tokoh-tokoh islam radikal?
Bab ii
pembahasan

A.    pengertian radikalisme islam

Istilah radikalisme berasal dari bahasa latin radix, yang artinya akar, pangkal dan bagian bawah, atau bisa juga secara menyeluruh, habis-habisan dan amat keras untuk menuntut perubahan. “Radikalisme” dalam bahasa Arab disebut syiddah al-tanatu. sedangkan secara terminologi Radikalisme adalah aliran atau faham yang radikal terhadap tatanan politik; paham atau aliran yang menuntut perubahan sosial dan politik dalam suatu negara secara keras.[1]
Secara demikian pengertian radikalisme, adalah satu paham aliran yang menghendaki perubahan secara drastis (Kamus Besar Bahasa Indonesia Ikhtiar Baru :l995) dalam penjelasan lebih lanjut, aliran paham politik dimaksud menghendaki pengikutnya perubahan yang ekstrem sesuai dengan pengejawantahan paham mereka anut.
Sementara itu radikalisme menurut pengertian lain adalah inti dari perubahan itu cenderung menggunakan kekerasan (Barry, Kamus Ilmiah Populer : l994).
Definisi radikalisme adalah suatu kelompok ekstrim yang menghendaki kebangkitan islam modern. Karena radikalisme islam disini berdasarkan dua alasan: pertama,merupakan fenomena ideologis, yang pendekatannya melalui pemusatan makna ideologis, dan mengesampingkan konteks sosial. Bardasarkan ini, radikalisme islam adalah ideology islam radikal. Kedua, menunjukkan karakteristik tertentu dari sejumlah doktrin, kelompok dan gerakan.
Dihubungkan dengan radikalisme Islam dan Indonesia, yang dimaksud adalah paham aliran gerakan Islam di Indonesia yang menghendaki perubahan drastis sesuai dengan ide dasar mereka dan kecenderungan tindakan itu melalui kekerasan.
Dawinsha mengemukakan defenisi radikalisme menyamakannya dengan teroris.Tapi ia sendiri memakai radikalisme dengan membedakan antara keduanya. Radikalisme adalah kebijakan dan terorisme bagian dari kebijakan radikal tersebut (Azumardi Azra :2003 ). Lebih lanjut Dawinsah merinci radikalisme yang mencakup nilaia-nilai, tujuan, dan concern dari orang yang merumuskan kebijaksanaan tersebut. Definisi Dawinsha lebih nyata bahwa radikalisme itu mengandung sikap jiwa yang membawa kepada tindakan yang bertujuan melemahkan dan mengubah tatanan kemapanan dan menggantinya dengan gagasan baru.
Sehingga gagasan ini juga bisa menjelaskan kelompok negara di Timur Tengah yang nyata menolak terorisme, tapi juga menjalankan operasional radikalismenya dengan support gerakan dan perjuangan yang melemahkan tatanan negara yang otoritas politiknya sebagai negara pro Barat dan anteknya kapitalisme.
Defenisi ini juga mengaitkan dengan sikap jiwa kelompok nasionalisme Timur Tengah yang secara intrinsic berkaitan dengan nasionalisme Palestina. Namun dasarnya merupakan gabungan antar faksi yang mempunyai tujuan dan orientasi berbeda. Selain itu ada yang menarik dari pendapat Prof Haigh Katchadhourian dari University of Wisconsin, Amerika, berkaitan dengan tindakan radikal dalam hubungan moral. Haigh menyatakan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok radikal maupun teroris, adalah salah dalam hukum moral. Menurutnya sekalipun ditujukan untuk maksud pencapaian keadilan atau untuk merubuhkan rezim yang zalim salah secara moral. Karena mengacu ke dalam prinsip perang tradisional, bahkan tidak ada manfaatnya dan tidak dibenarkan jatuhnya korban manusia tidak berdosa.
Tetapi pendapat yang tidak bisa menerima secara hukum moral, seperti paparan di atas oleh Prof Haigh dibantah oleh Prof Burleigh Wilkins ahli filsafat dari Universitas California itu dalam hal tertentu teroris atau tindakan radikal dapat dibenarkan secara moral. Ia memfokuskan pikirannya atas situasi keberdosaan masyarakat secara kolektif. Ia mengambil contoh kasus Yahudi di Jerman di bawah Adolf Hitler. Dosa kebersamaan itu dipikul oleh bangsa Jerman sebagai mana pula kejahatan etnis kolektif Yahudi sebelumnya ditanggungjawabkan oleh etnis Yahudi. Menurut dia ini adalah tanggapan bangsa Jerman yang tanpa dendam terhadap etnis Yahudi. “Karena bukan dendam” kata Wilkins dapat dibenarkan secara moral. Tapi menurutnya hal ini hanya bisa di peruntukkan dalam kasus yang khusus sifatnya. Itulah beberapa pandangan ahli tentang radikalisme dalam perspektif perubahan, perspektif hukum moral dan keberdosaan kolektif.
Jiwa dan Perubahan Secara umum mungkin paparan di atas telah membawa kita kepada pengertian radikalisme itu dalam sikap terhadap perubahan. Adanya keinginan perubahan dalam bidang sosial dan politik itu tentulah sesuatu yang wajar. Akan lebih baik lagi kalau perubahan salurannya adalah jalur perubahan yang benar dan tidak mengandung risiko pada bidang stabilitas dan keamanan. Dalam makna demikian pengertian radikalisme adalah wacana sosial politik yang positif. Akan tetapi menjadi lain jika perubahan struktur yang dilakukan itu menghancurkan pula infrastruktur sosial bangsa dan negara di mana dilakukan revolusi perubahan tersebut. Makna yang terakhir ini, radikalisme adalah sebagai pemahaman negatif dan bahkan bisa menjadi berbahaya sebagai ekstrim kiri atau kanan.
Hanya sayangnya untuk kasus Indonesia ini, pemahaman terhadap radikalisme yang sebenarnya adalah positif dan ada negatif sulit dipahami awam. Karena unsur radikal itu berbatasan dengan dua ufuk yaitu satu ufuk yang disebut islah dan tajdid dan radikalisme dengan inti ekstrim adalah ghuluw (melampaui batas) dan ifrath (berkelebihan). Sehingga makna asosiatif yang ditangkap adalah makna yang negatif belaka.
Padahal, makna positif dari radikalisme adalah spirit perubahan menuju yang lebih baik itu. Dalam istilah agama disebut ishlah (perbaikan) atau Tajdid (pembaharuan). Dengan begitu radikalisme bukan sinonimnya ektrimitas, kekerasan. Apa yang disebut Ghuluu (melampaui batas) dan Ifrath (keterlaluan) kita tolak. Memang ada dua spirit perubahan di situ yaitu positif dan negatif. Secara demikian gambaran hakikat Islam itu tentu perlu diperjelas. Artinya hakikat Islam itu adalah menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, objektivitas, fariness. Selanjutnya Islam menginginkan menjadi umataan washataa. “Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang adil dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul ( Muhammad) menjadi saksi atas (pebuatan) kamu. Al Baqarah 143.
Boleh jadi adanya radikalisme sebagai suatu keteledoran atau kecelakaan sejarah. Karena posisi umat Islam yang tak dapat memandang horizon peradaban secara sempurna karena terhalang oleh dinding-dinding sekat lantaran posisi umat berada di belakang. Akhirnya kita harus memandang radikalisme itu dalam pandangan yang positif yaitu ke unsur perubahan secara islah dan tajdid. Dengan demikian unsur pemahaman yang ekstrem dari pengertian radikalisme itu harus kita tolak misalnya Ghuluu dan Ifrat. Berkenaan dengan membangun hari depan bersama kita menyadari sedalam-dalamnya prinsip dasar untuk mewujudkan masyarakat yang beradab, yaitu : dilaksanakannya prinsip persamaan (al musawwah). Kedua, prinsip diterapkan kebebasan (al huriyyah), ketiga prinsip keadilan.


B.     sejarah munculnya radikalisme islam
Kelompok muslim radikal muncul sejak terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan, menyusul kemudian Ali bin Abi Thalib yang dilakukan oleh umat Islam sendiri.  Saat itu, radikal Islam diwakili oleh kelompok Khawarij.
Sementara itu, Islam yang harmonis dapat dibuktikan dari peristiwa Fath Makkah (pembebasan Kota Makkah) oleh umat Islam yang dipimpin langsung Nabi Muhammad.  Kota Makkah dibebaskan setelah puluhan tahun dijadikan markas kegiatan orang-orang musyrik.Saat umat Islam mengalami suasana euforia atas keberhasilannya menguasai kota tersebut, ada sekelompok kecil sahabat Nabi yang berpawai dalam kota dengan meneriakkan slogan “al-yaum yaumul malhamah” (hari ini adalah hari pertumpahan darah).
Slogan itu dimaksudkan sebagai upaya balas dendam mereka atas kekejaman orang-orang musyrik Makkah kepada umat Islam selama puluhan tahun.  Gejala tidak sehat tersebut dengan cepat diantisipasi oleh Nabi Muhammad dengan melarang beredarnya slogan itu dan menggantinya dengan slogan yang lebih ramah dan penuh kasih: al-yaum yaumul marhamah (hari ini adalah hari penuh belas kasih).  Akhirnya, peristiwa pembebasan Kota Makkah dapat terwujud tanpa insiden berdarah.
Gejala kemunculan radikalisme Islam sesungguhnya ditengarai ada sejak Nabi Muhammad masih hidup.  Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dikisahkan, ketika di daerah Ja’ranah Nabi Muhammad membagikan fa’I atau harta rampasan perang dari wilayah Thaif dan Hunain, tiba-tiba seorang sahabat yang bernama Dzul-Khuwaishirah dari Banu Tamim melayangkan protes kepada beliau.  “Bersikap adillah, wahai Muhammad!”  Nabi Muhammad dengan tegas menjawab, “Celaka kamu!  Tidak ada orang yang lebih adil dari aku.  Karena apa yang kami lakukan berdasar petunjuk Allah!”
Setelah Dzul-Khuwaishirah pergi, Nabi Muhammad bersabda, “Suatu saat akan muncul sekelompok kecil dari umatku yang membaca Alqur’an, namun tidak mendapatkan substansinya.  Mereka itu sejelek-jeleknya makhluk di dunia ini.”
Hadist sahih di atas kemudian terbukti setelah Nabi Muhammad wafat.  Pada 35 H, Khalifah Usman bin Affan terbunuh secara mengenaskan oleh sekelompok umat Islam yang ekstrem.  Peristiwa itu kemudian terulang pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib yang juga terbuhun oleh kalangan ekstrem dari umat Islam.  Komunitas ekstrem tersebut sungguh pun pada mulanya bernuansa politik, tetapi perkembangan selanjutnya dirajut dalam sebuah ideologi yang dikenal dengan faham Khawarij.
Hal yang menarik, saat Khalifah Ali bin Abi Thalib masih hidup, kelompok ekstrem Khawarij itu memvonis kafir Khalifah Ali bin Abi Thalib atas dasar kesalahan beliau yang membenarkan arbitrase atau tahkim dengan Mu’awiyah.  Soalnya, bagi Khawarij, yang berlaku adalah doktrin laa hukma illa Allah, bahwa arbitrase itu hanya milik Allah.  Khalifah Ali bin Abi Thalib pun menangkis diplomasi mereka dengan kata-kata singkat, “Untaian kata yang benar, namun tendensius dan mengarah pada yang batil”.
Gerakan radikalisme ekstrim semakin menjadi-jadi di masa Khalifah Ali bin Abi Thalib radliyallahu `anhu baik kwantitas maupun kwalitas. Gerakan ekstrim Ibnu Saba’ semakin menjadi-jadi (yaitu dengan menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib dan anak cucunya adalah titisan Tuhan sehingga mereka meyakini bahwa beliau dan keturunannya dari Fathimah Az-Zahra’ mempunyai sifat-sifat ketuhananan), ditambah lagi dengan munculnya gerakan ekstrim di negeri Haura’ ( Kufah, Iraq) yang dipelopori oleh tokoh ultra ekstrim bernama Abdullah bin Wahhab Ar-Rasibi. Gerakan ini dinamakan Khawarij atau Haruriyah yang mempunyai prinsip bahwa orang Islam yang berbuat dosa dianggap murtad dari Islam. Kemudian prinsip ini berkembang pula kepada pemahaman yang lebih ekstrim yang mengatakan bahwa semua orang Islam yang berada di luar kelompok alirannya dianggap kafir. Maka dengan dasar pemahaman inilah mereka dengan serta merta mengkafirkan pemerintah di negara-negara Islam. Dan dengan dasar pemahaman seperti inilah mereka melakukan teror terhadap fasilitas-fasilitas umum di negara-negara Islam serta menggalang pemberontakan kepada pemerintah-pemerintah Muslimin di negara-negara Islam. Kalau karya pertama gerakan Ibnu Saba’ adalah membunuh Khalifah Utsman bin Affan, maka karya pertama gerakan Khawarij adalah membunuh Khalifah Ali bin Abi Thalib. Maka kedua gerakan radikal tersebut mempunyai kesamaan misi, yaitu menginginkan perubahan yang cepat dengan membunuh dan memberontak. Dan setelah meninggalnya Sayyidina Ali bin Abi Thalib, gerakan radikal ekstrim bertambah lagi dengan munculnya Mu’tazilah di zaman pemerintahan Khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
Gelombang umat Islam radikal yang berkembang saat ini sebenarnya terpengaruh oleh pola-pola Khawarij pada masa periode awal sejarah umat Islam.  Sikap mereka yang ingin menempuh jalur apa saja, menyalahkan siapa saja yang tak sama pemahamannya, merupakan refleksi dari pemahaman mereka yang “sathiyyah” (dangkal) dan belum tuntas terhadap ajaran Islam.

C.     Sejarah munculnya radikalisme di indonesia
Radikalisme Islam Indonesia lahir dari hasil persilangan Mesir dan Pakistan. Nama-nama seperti Hassan al-Banna, Sayyid Qutb dan al-Maududi terbukti memengaruhi. Pemikiran mereka membangun cara memahami Islam ala garis keras. Sampai  1970-1980-an ikut menyemangati perkembangan komunitas usroh di banyak kampus atau organisasi Islam. Juga, Fron Pembela Islam dan Hizbut Tahrir Indonesia.
Seiring perjalanan waktu, dakwah dan perkembangan Islam di Indonesia mengalami kemunduran dan penuh dengan penodaan. Gejala kekerasan melalui gerakan radikalisme mulai bermunculan. Terlebih setelah Kehadiran orang-orang Arab muda dari Hadramaut Yaman ke Indonesia yang membawa ideologi baru ke tanah air telah mengubah konstelasi umat Islam di Indonesia. Ideologi baru yang lebih keras dan tidak mengenal toleransi itu banyak dipengaruhi oleh mazhab pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab atau Wahabi yang saat ini menjadi ideologi resmi pemerintah Arab Saudi. Padahal sebelumnya hampir semua para pendatang Arab yang datang ke Asia Tenggara adalah penganut mazhab Syafi’i yang penuh dengan teloransi. ideologi ini melahirkan tokoh semisal Ustadz Abu Bakar Baasyir, Ja’far Umar Talib dan Habib Rizieq Shihab yang dituduh sebagai penganut Islam garis keras. Kemudian dalam catatan sejarah radikalisme Islam semakin memuncak pada pasca kemerdekaan hingga pasca reformasi, Sejak Kartosuwirjo memimpin operasi 1950-an di bawah bendera Darul Islam (DI). sebuah gerakan politik dengan mengatasnamakan agama, justifikasi agama dan sebagainya. Dalam sejarahnya gerakan ini akhirnya dapat digagalkan, akan tetapi kemudian gerakan ini muncul kembali pada masa pemerintahan Soeharto, hanya saja bedanya, gerakan radikalisme di era Soeharto sebagian muncul atas rekayasa oleh militer atau melalui intelijen melalui Ali Moertopo dengan Opsusnya, ada pula Bakin yang merekayasa bekas anggota DI/TII, sebagian direkrut kemudian disuruh melakukan berbagai aksi seperti Komando Jihad, dalam rangka mendiskreditkan Islam. Setelah itu sejak jatuhnya Soeharto, ada era demokratisasi dan masa-masa kebebasan, sehingga secara tidak langsung memfasilitasi beberapa kelompok radikal ini untuk muncul lebih visible, lebih militan dan lebih vokal, ditambah lagi dengan liputan media, khususnya media elektronik, sehingga pada akhirnya gerakan ini lebih visible.
Setelah DI, muncul Komando Jihad (Komji) pada 1976 kemudian meledakkan tempat ibadah. Pada 1977, Front Pembebasan Muslim Indonesia melakukan hal sama. Dan tindakan teror oleh Pola Perjuangan Revolusioner Islam, 1978.Tidak lama kemudian, setelah pasca reformasi muncul lagi gerakan yang beraroma radikal yang dipimpin oleh Azhari dan Nurdin M. Top dan gerakan-gerakan radikal lainnya yang bertebar di beberapa wilayah Indonesia, seperti Poso, Ambon dll. Semangat yang dimunculkan pun juga tidak luput dari persoalan politik. Persoalan politik memang sering kali menimbulkan gejala-gejala tindakan yang radikal.[2]
Dalam konstelasi politik Indonesia, masalah radikalisme Islam telah makin membesar karena pendukungnya juga makin meningkat. Akan tetapi gerakan-gerakan ini terkadang berbeda tujuan, serta tidak mempunyai pola yang seragam. Ada yang sekedar memperjuangkan implementasi syari’at Islam tanpa keharusan mendirikan “negara Islam”, namun ada pula yang memperjuangkan berdirinya negara Islam Indonesia:, disamping yang memperjuangkan berdirinya “kekhalifahan Islam’, pola organisasinya pun beragam, mulai dari gerakan moral ideologi seperti Majelis Mujahidin Indonesia dan Hizbut tahrir Indonesia sampai kepada gaya militer seperti Laskar Jihad, FPI dan FPISurakarta.[3]
Dr. Azyumardi Azra memaparkan bahwa dalam konteks sebenarnya, radikalisme agama muncul di Indonesia pada masa pasca kemerdekaan, ditandai dengan munculnya gerakan DI/TII, sebuah gerakan politik dengan mengatasnamakan agama, justifikasi agama dan sebagainya. Dalam sejarahnya gerakan ini akhirnya dapat digagalkan, akan tetapi kemudian gerakan ini muncul kembali pada masa pemerintahan Soeharto, hanya saja bedanya, gerakan radikalisme di era Soeharto sebagian muncul atas rekayasa oleh militer atau melalui intelijen melalui Ali Moertopo dengan Opsusnya, ada pula Bakin yang merekayasa bekas anggota DI/TII, sebagian direkrut kemudian disuruh melakukan berbagai aksi seperti Komando Jihad, dalam rangka mendiskreditkan Islam. Setelah itu sejak jatuhnya Soeharto, ada era demokratisasi dan masa-masa kebebasan, sehingga secara tidak langsung memfasilitasi beberapa kelompok radikal ini untuk muncul lebih visible, lebih militan dan lebih vokal, ditambah lagi dengan liputan media, khususnya media elektronik, sehingga pada akhirnya gerakan ini lebih visible.[4]
Dengan bergulirnya era reformasi, yang artinya kebebasan berekpresi dan berpendapat, dari sini banyak digunakan orang-orang yang berafiliasi garis keras untuk lebih terbuka dan secara terang-terangan memperlebar gerakannya, paling tidak untuk menyampaikan misi dan visi gerakan mereka, yang tentunya agenda politik jelas ada didalamnya, hanya saja agenda ini diramu sedemikian rupa sehingga ada justifikasi agama didalamnya, disisi lain, jikalau menilik pergerakan Muhammadiah dan NU, mungkin bisa dikatakan pergerakan ini kurang dapat mengakomodasi pola-pola kelompok radikal ini, karena kelompok garis keras ini beranggapan bahwa cara berpolitik dengan kekerasan lebih efektif, kalau harus dengan pola pendidikan dinilai terlalu lambat, wajar jika mereka lebih memilih jalan ini, atau boleh jadi radikalisme muncul karena cermin kefrustasian dengan situasi yang ada dan tidak percaya dengan jalan damai yang sedang diupayakan. Sementara itu organisasi seperti Muhammadiyah dan NU dinilai kelompok ini terlalu lambat dan moderat serta bersifat kompromistis dengan sistem yang ada, atau dengan kata lain, organisasi besar ini dianggap tidak serius mengakomodasi kepentingan dan pandangan mereka. Maka tidak mengherankan jika kelompok ini memiliki agenda tersendiri yang lain dari organisasi Islam yang ada pada umumnya.
D.    Meluasnya radikalisme

Dilihat dari jumlahnya, gerakan-gerakan keagamaan islam ini telah muncul secara endemic dimasa reformasi. Hal ini bisa dimaklumi karena dimasa reformasi lah gerakan-gerakan islam ini bisa secara bebas muncul dan menyuarakan ide-ide dan kepentingan mereka. Meskipun isu yang di kemukakan hamper sama dengan yang di kemukakan oleh gerakan-gerakan islam di zaman orde baru, seperti dalam masalah penerapan syari’at islam atau mendirikan Negara islam, apa yang disuarakan oleh gerakan islam di reformasi kelihatan lebih tegas. Mereka tidak merasa takut untuk mengatakan bahwa mereka ingin menerapkan syari’at islam atau bahkan mendirikan Negara islam. Selain itu, apa yang menarik berkaitan dengan gerakan-gerakan islam ini adalah bahwa mereka ternyata sudah menyiapkan berbagai konsep yang berkaitan dengan berbagai isu penting dilihat dari sisi islam.[5]
Kalau melihat perhatian kalangan fundamentalisme maka yang paling utama buat mereka adalah formalisasi syari’at islam melalui keputusan politik formal. Keputusan formal seperti ini penting karena dengan begitu penerapan syari’at itu mempunyai laandasan hokum yang kuat. Ini artinya bahwa semua aspek dalam hukum islam akan di gunakan sebagai sumber hukum di Indonesia. Agenda yang di perjuangkan kalangan fundamentalis Islam sebenarnya berkaitan dengan penerapan hokum islam secara keseluruhan, yakni menyangkut aspek jinayah atau hudud.[6]
Dari apa yang telah di kemukakan di atas jelaslah bahwa penerapan sebagian dari syari’at islam itu tidak memuaskan sebagian muslim Indonesia. Dalam pandangan mereka, disini harus ada upaya untuk memberlakukan syari’at secara kaffah (menyeluruh) agar system islam yang ada berjalan dengan sempurna. Karenanya, disamping melaksanakan ibadah dan mu’amalah, umat islam juga harus melaksanakan hokum islam yang berkaitan dengan masalah-masalah pidana, misalnya. Pandangan ini berasal dari penilaian mereka atas gagalnya system dan hukum modern dalam memecahkan masalah yang di hadapi umat islam Indonesia.

Prinsip-Prinsip Gerakan Radikal (Tajdid dan Islah)

1.      Menyerukan dan mengajarkan kepada umat islam untuk memahami ajaran agamanya dengan pemahaman yang benar sesuai dengan pemahaman rasulullah SAW dan para sahabat beliau terdapat Al-Quran dan Al- hadis.
2.      Mengoreksi segenap pemahaman dan pengalaman kita terhadap agama ini agar dibersihkan dari polusi syirik dan bid’ah.
3.      Membangun mental ketaatan kepada penguasa muslim dalam segala perkara yang baik dan berlepas diri dari kejelekan yang dilakukan oleh penguasa tersebut.
4.      Mencegah adanya sikap memberontak kepada penguasa muslim dalam menyalurkan rasa ketidakpuasan terhadap berbagai kebobrokan penguasa muslim.
5.      Menasehati penguasa muslim dengan nasehat yang tidak menimbulkan pemahaman terhadap masyarakat bahwa nasehat tersebut sebagai sikap pemberontak kepada penguasa yang di nasehaiti.
6.      Mencegah kemungkaran dengan syarat tidak mengandung resiko munculnya kemungkaran yang lebih besar daripadanya.
7.      Mengikhlaskan segala bentuk perjuangan tersebut hanya untuk mencapai keridhoan Allah Ta’alla dan tidak mempunyai tujuan sampingan atau susulan apapun.
8.      Sabar berpegang teguh dengan prinsip-prinsip agama yang tidak bergeser sedikitpun daripadanya dalam keadaan bagaimanapun dan dengan alasan apapun.
9.      Merujuk kepada kepemimpinan ulama Ahlul Hadis dalam memutuskan perkara-perkara besar atau prinsiple dan tunduk patuh kepada keputusan para ulama tersebut dalam keadaan suka ataupun tidak suka.
10.  Menjaga kesatuan dan persatuan umat islam diatas bimbingan Al-Qur’an dan As-sunnah serta menghindari perkara-perkara yang akan menjadi sebab perpecahan umat islam selama tidak menyimpang dari keduanya.
Dalam Islam Radikal, Pergulatan Ormas-ormas Islam Garis Keras di Indonesia, Khamami Zada-dengan memakai kerangka teori Horace M. Kallen-mencirikan Islam radikal dengan empat hal yaitu :
  • Pertama, mereka memperjuangkan Islam secara kaffah (totalitas); syariat Islam sebagai hukum negara, Islam sebagai dasar negara, sekaligus Islam sebagai sistem politik sehingga bukan demokrasi yang menjadi sistem politik nasional.
  • Kedua, mereka mendasarkan praktik keagamaannya pada orientasi masa lalu.
  • Ketiga, mereka sangat memusuhi Barat dengan segala produk peradabannya, seperti sekularisasi dan modernisasi.
  • Keempat, perlawanannya dengan gerakan liberalisme Islam yang tengah berkembang di kalangan Muslim Indonesia.
Adapun di Indonesia kelompok-kelompok yang dianggap radikal antara lain adalah sebagai berikut:
  1. Darul Islam/Negara Islam Indonesia
Darul Islm (DI), yang di terjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi “Negara Islam Indonesia”(NII) dan biasa di sebut “N sebelas”, adalah kelompok orang-orang yang ingin membentuk sebuah Negara yang berdasarkan Islam. Cita-cita pembentukan ini pada awalnya merupakan keinginan Kartosuwirjo ( Sekarjadji Maridjan Kartosuwirjo, 1905-1962) yang muncul tidak lama setelah bangsa Indonesia mendapatkan kemerdekaan. Meskipun sebenarnya bukan hanya dia yang mempunyai keinginan itu, mengingat tokoh islam lainnya bahkan terlibat langsung dalam mengusulkan bentuk Negara yang islami, menjelang kemerdekaan, Kartosuwirjolah yang berusaha merealisirnya.
DI dan NII memang sangat melekat dengan Kartosuwirjo, tapi gerakannya ini selalu di asosiasikan sebagai pemberontakan karena dia mendirikan sebuah Negara dalam Negara dengan mengingkari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dasar ideologinya Pancasila (bukan Islam), NKRI adalah hasil kompromi para tokoh islam yang pada masa menjelang kemerdekaan mengusung ide Negara Islam. Meskipun factor pemicu pemberontakan adalah perasaan kurang dilibatkannya Kartosuwirjo dalam penguasaan kembali wilayah jawa barat oleh TNI sebagai akibat dari diterimanya Perjanjian Renville, pemberontakan Kartosuwirjo telah mengatasnamakan gerakan islam, menggunakan symbol Islam dan bertujuan membentuk sebuah Negara Islam. Pemberontakan Kartosuwirjo berlangsung dari tahun 1948-1962.
  1. Majelis Mujahidin Indonesia (MMI)
Munculnya Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) sebenarnya sangat berkaitan dengan keprihatinan sebagian tokoh Islam tentang lemahnya posisi umat Islam dalam ikut membangun bangsa Indonesia. Lebih dari itu, posisi umat islam itu sendiri dala kenyataannya terus terpinggirkan, lebih-lebih selama orde baru memegang kekuasaan pemerintahan. Karene itulah, ketika orde baru jatuh telah uncul di kalangan umat islamdiskusi-diskusi tentang bagaimana mengangkat citra dan umat islam sehingga islam menjadi rahmatan lil ‘alamin. Dalam diskusi yang utamanya di ikuti kalangan muda ini, mereka memikirkan bagaimana menciptakan baldatun thoyibah wa robbun ghofur, yang tidak saja mensejahterakan umat Islam, tetapi juga menciptakan kedamaian bagi Indonesia secara keseluruhan. MMI berupaya menjadikan Islam sebagai alternative ideology untuk mengelola masyarakat maupun kehidupan berbangsa.
  1. Hizbut Tahrir Indonesia
Hizbut Tahrir (Hzjb al-Tahrir,HT) secara etimologis berarti partai pembebasan. Hisbut Tahrir didirikan oleh syeikh Taqiyuddin al-Nabhani (1909-1972) pada tahun 1953 di al-Quds, Palestina.
Hizbut Tahrir resmi melaksanakan aktivitasnya di Indonesia sejak diselenggarakannya konferensi internasional di istora senayan. HTI di desain sebagai organisasi politik, tetapi tidak mendaftarkan secara formal sebagai partai politik yang ikut dalam pemilu.
Organisasi ini sangat menekankan pentingnya peran Negara (dawlah) atau kekholifahan sebagai sarana penerapan syari’at islam. Hizbut Tahrir merupakan gerakan modern umat islam dari berbagai Negara yang bertujuan mewujudkan kembali Khilafah Islamiyah sebagaimana terjadi pada awal-awal Islam setelah Nabi wafat.
Menurut para tokoh HTI, islam mempunyai system yang membawa pada kebaikan, karena itu, apa yang harus di lakukan adalah mengganti system yang ada dengan system yang disediakan islam. Mereka berpendapat bahwa “ideology pancasila itu tidak didasarkan pada prinsip islam, walaupun secara sepintas tampak islami”. Oleh karena itu menurutnya, islam harus ditampilkan dan menjadi agama ideologis melalui daulah Islamiyyah dengan kholifah sebagai penguasanya.
E.     Tokoh-tokoh radikalisme islam
Sementara itu tokoh-tokoh yang diduga masuk dalam komunitas islam radikal dan menjadi contributor mereka ( islam radikal ) adalah:
1.     Hasan Al-Banna ( mesir )
2.      Maulana sayyid Abu Al-A’la ( india )
3.      Ayatullah Muhammad baqir Al-Sadr
4.      Ayatullah ruhollah Al-musaui
5.      Osama bin Laden
6.      Abu Ayub Al-iraqi
7.      Abu Ubaidah Al-panjshiri
8.      Abu faraj Al-yamari
9.      Ayman Al-zawahiri
10.  Abu Burhan Al-habir
11.  Abu hafez Al-misri
12.  Ustadz Abdullah sungkar
13.  Abdullah baraja
14.  H. khozin ja’far sodiq
15.  Hartosuwirjalah
Dalam buku yang berjudul islam dan radikalisme di indonesa ustad Abu bakar ba’sir dan amrozi cs termasuk tokoh-tokoh yang tergolong radikal di indomesia .dalam kongres yang di adakan oleh organisasi ( MMI ) yang pertama kalinya pada tanggal 5-7 agustus 2000 M di gedung mandala bhakti wanitatama Yogyakarta.daam kongres itula abu bakar ba’sir terpilih menjadi ketua organisasi tersebut yang mana organisasi itu di anggap radikal.
Bab iii
penutup
kesimpulan

Radikalisme berasal dari bahasa latin radix, yang artinya akar, pangkal dan bagian bawah, atau bisa juga secara menyeluruh, habis-habisan dan amat keras untuk menuntut perubahan. Sedangkan radikalisme Islam Indonesia, yang dimaksud adalah paham aliran gerakan Islam di Indonesia yang menghendaki perubahan drastis sesuai dengan ide dasar mereka dan kecenderungan tindakan itu melalui kekerasan.
Kelompok muslim radikal muncul sejak terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan, menyusul kemudian Ali bin Abi Thalib yang dilakukan oleh umat Islam sendiri.  Saat itu, radikal Islam diwakili oleh kelompok Khawarij. Gelombang umat Islam radikal yang berkembang saat ini sebenarnya terpengaruh oleh pola-pola Khawarij pada masa periode awal sejarah umat Islam.  Sikap mereka yang ingin menempuh jalur apa saja, menyalahkan siapa saja yang tak sama pemahamannya, merupakan refleksi dari pemahaman mereka yang “sathiyyah” (dangkal) dan belum tuntas terhadap ajaran Islam.
Radikalisme Islam Indonesia lahir dari hasil persilangan Mesir dan Pakistan. Nama-nama seperti Hassan al-Banna, Sayyid Qutb dan al-Maududi terbukti sangat memengaruhi pelajar-pelajar Indonesia yang belajar di Mesir dan Pakistan. Pemikiran mereka membangun cara memahami Islam ala garis keras. Setiap Islam disuarakan, nama mereka semakin melekat dalam ingatan. Bahkan, sampai tahun 1970-1980-an ikut menyemangati perkembangan komunitas usroh di banyak kampus atau organisasi Islam.
Gerakan-gerakan keagamaan islam ini telah muncul secara endemic dimasa reformasi. Hal ini bisa dimaklumi karena dimasa reformasi lah gerakan-gerakan islam ini bisa secara bebas muncul dan menyuarakan ide-ide dan kepentingan mereka. Dalam masalah penerapan syari’at islam atau mendirikan Negara islam, apa yang disuarakan oleh gerakan islam di reformasi kelihatan lebih tegas.
Sementara itu tokoh-tokoh yang diduga masuk dalam komunitas islam radikal dan menjadi contributor mereka ( islam radikal ) adalah: Hasan Al-Banna ( mesir ).Maulana sayyid Abu Al-A’la ( india ),Ayatullah Muhammad baqir Al-Sadr,Ayatullah ruhollah Al-musaui,Osama bin Laden, di Indonesia seperti Abu bakar ba’asyir dan Amrozi cs.
Daftar pustaka

Azra,Azyumardi,kelompok radikal muslim,Tempo,edisi 26 mei-1 juni 2003
Fathi Yakan,Revolusi Hasan Al-Banna : gerakan ikhwanul muslimin dari sayyid Quthb sampai Rasyid Al-ghannusyi, penerjemah Fauzun jamal danAlimin,2002, bandung : penerbit Harakah
Hisyam,Muhammad, dkk, islam dan radikalisme di Indonesia,2005, Jakarta: LIPI PRESS
Rahmad,M. imadadun, arus baru islam radikal, 2005,Jakarta: erlangga

[4] Azra,Azyumardi,kelompok radikal muslim,Tempo,edisi 26 mei-1 juni 2003
[5] Muhammad,Hisyam, dkk, islam dan radikalisme di Indonesia,(Jakarta: LIPI PRESS,2005) hal.120,
[6] Ibid, hal. 123,

2 komentar:

Unknown mengatakan...

keep writing..
semangat

Unknown mengatakan...

PENDAFTARAN BELA NEGARA
KHILAFAH ISLAM AD DAULATUL ISLAMIYAH MELAYU

Untuk Wali Wali Allah dimana saja kalian berada
Sekarang keluarlah, Hunuslah Pedang dan Asahlah Tajam-Tajam

Api Jihad Fisabilillah Akhir Zaman telah kami kobarkan
Panji-Panji Perang Nabimu sudah kami kibarkan
Arasy KeagunganMu sudah bergetar Hebat Ya Allah,

Wahai Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang
hamba memohon kepadaMu keluarkan para Muqarrabin bersama kami

Allahumma a’izzal islam wal muslim wa adzillas syirka wal musyrikin wa dammir a’da aka a’da addin wa iradaka suui ‘alaihim yaa Robbal ‘alamin.

Wahai ALLAH muliakanlah islam dan Kaum Muslimin, hinakan dan rendahkanlah kesyirikan dan pelaku kemusyrikan dan hancurkanlah musuh-mu dan musuh agama-mu dengan keburukan wahai RABB
semesta alam.

Allahumma ‘adzdzibil kafarotalladzina yashudduna ‘ansabilika, wa yukadzdzibuna min rusulika wa yuqotiluna min awliyaika.

Wahai ALLAH berilah adzab…. wahai ALLAH berilah adzab…. wahai ALLAH berilah adzab…. orang-oramg kafir yang telah menghalang-halangi kami dari jalan-Mu, yang telah mendustakan-Mu dan telah membunuh Para Wali-Mu, Para Kekasih-Mu

Allahumma farriq jam’ahum wa syattit syamlahum wa zilzal aqdamahum wa bilkhusus min yahuud wa syarikatihim innaka ‘ala kulli syaiin qodir.

Wahai ALLAH pecah belahlah, hancur leburkanlah kelompok mereka, porak porandakanlah mereka dan goncangkanlah kedudukan mereka, goncangkanlah hati hati mereka terlebih khusus dari orang-orang yahudi dan sekutu-sekutu mereka. sesungguhnya ENGKAU Maha Berkuasa.

Allahumma shuril islam wal ikhwana wal mujahidina fii kulli makan yaa rabbal ‘alamin.

Wahai ALLAH tolonglah Islam dan saudara kami dan Para Mujahid dimana saja mereka berada wahai RABB Semesta Alam.
Aamiin Yaa Robbal ‘Alamin

Wahai Wali-wali Allah Kemarilah, Datanglah dan Berkujunglah dan bergabunglah bersama kami kami Ahlul Baitmu

Al Qur`an adalah manhaj (petunjuk jalan) bagi para Da`i yang menempuh jalan dien ini sampai hari kiamat, Kami akan bawa anda untuk mengikuti jejak langkah penghulu para rasul Muhammad SAW dan pemimpin semua umat manusia.

Hai kaumku ikutilah aku, aku akan menunjukan kepadamu jalan yang benar (QS. Al-Mu'min :38)

Wahai para Ikwan Akhir Zaman, Khilafah Islam sedang membutuhkan
para Mujahid Tangguh untuk persiapan tempur menjelang Tegaknya Khilafah yang dijanjikan.

Mari Bertempur dan Berjihad dalam Naungan Pemerintah Khilafah Islam, berpalinglah dari Nasionalisme (kemusyrikan)

Masukan Kode yang sesuai dengan Bakat Karunia Allah yang Antum miliki.

301. Pasukan Bendera Hitam
Batalion Pembunuh Thogut / Tokoh-tokoh Politik Musuh Islam

302. Pasukan Bendera Hitam Batalion Serbu
- ahli segala macam pertempuran
- ahli Membunuh secara cepat
- ahli Bela diri jarak dekat
- Ahli Perang Geriliya Kota dan Pegunungan

303. Pasukan Bendera Hitam Batalion Misi Pasukan Rahasia
- Ahli Pelakukan pengintaian Jarak Dekat / Jauh
- Ahli Pembuat BOM / Racun
- Ahli Sandera
- Ahli Sabotase

304. Pasukan Bendera Hitam
Batalion Elit Garda Tentara Khilafah Islam

305. Pasukan Bendera Hitam Batalion Pasukan Rahasia Cyber Death
- ahli linux kernel, bahasa C, Javascript
- Ahli Gelombang Mikro / Spektrum
- Ahli enkripsi cryptographi
- Ahli Satelit / Nuklir
- Ahli Pembuat infra merah / Radar
- Ahli Membuat Virus Death
- Ahli infiltrasi Sistem Pakar

Semua Negara adalah Negara Dajjal, sebab itu
Bunuhlah Tentara , Polisi dan semua pendukung negara dajjal dimana saja berada

Disebarluaskan
MARKAS BESAR ANGKATAN PERANG
PASUKAN KOMANDO BENDERA HITAM
KHILAFAH ISLAM AD DAULATUL ISLAMIYAH MELAYU

Syuaib Bin Shaleh
singahitam@hmamail.com

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates